Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Jadi kapan pernikahan Abi dan Mega bisa kita laksanakan? Kami sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi, karena perut Mega semakin lama akan semakin membesar. Kami juga tidak mau menjadi bahan omongan kerabat dan juga para tetangga, Pak!"
Pranggg!!
Senja yang sedang membawa baki yang berisi empat gelas teh manis hangat, mendadak menjatuhkan bakinya karena terkejut. Istri mana yang tidak kaget saat mendengar suaminya harus menikahi wanita lain karena hamil?
"Ma-maaf Sa-saya tidak sengaja. Saya akan segera mengganti minumannya."
Senja segera mengumpulkan pecahan gelas yang berserakan di sekitar tempat duduk tiga orang tamu Abimanyu. Senja melihat wajah Abi yang seketika pucat pasi melihat kemunculannya di ruang tamu. Kedua mertuanya juga tampak linglung dan kebingungan saat menatap kehadiran Senja.
"Aduhhh!!!"
Senja meringis kesakitan saat tajamnya pecahan kaca menggores telapak tangannya. Seketika darah segar pun mengucur deras karena ada pecahan kaca yang menancap cukup dalam ditelapak tangannya.
"Hati-hati Nja! Sini Mas lihat tangannya? Astaga banyak banget ini darahnya. Kamu duduk disini dulu, Mas ambil kotak obat sebentar."
Abi bergegas berlari mencari kotak obat dikabinet dapur. Senja cuma diam. Dia bahkan tidak sadar kalau telapak tangannya sudah berlumuran darah. Dibenaknya masih terngiang jelas kata-kata tamunya yang ingin segera menikahkan suaminya dengan anak perempuannya yang bernama Mega.
"Siapa gadis ini Bu?" Senja melihat seorang pemuda tampan dengan pakaian kerja formal abu-abu bertanya pada ibu mertuanya sambil menatap tajam padanya.
"Oh—eh i—ini adik bungsu Abimanyu namanya Senjahari."
Ibu mertuanya nampak gelagapan saat tiba-tiba ditanya tentang jati diri Senja. Senja yang sadar sedang ditanya, langsung merapatkan tangan kedada sambil memperkenalkan diri. Dia tidak mungkin menjabat tangan tamunya dengan tangannya yang berlumuran darah bukan?
"Kenalkan saya Senjahari Semesta Alam, a-adik bungsu Mas Abi. Maaf saya tidak bisa menjabat tangan Bapak."
Senja kembali merangkapkan kedua tangan didada. Seumur hidup dia telah diajarkan untuk selalu bersikap santun dan mampu menahan diri dalam menghadapi masalah apapun sedari kecil. Jadi walaupun saat ini badai seperti sedang memporak-porandakan hatinya, dia masih tetap bisa bersikap anggun dan sopan.
"Saya Halilintar Sabda Alam, kakak sulung Mega Mentari calon kakak ipar kamu. Kalau dipikir-pikir nama kita ada sedikit kemiripan ya Dek? Ada kata Alam dibelakangnya."
Senja hanya bisa tersenyum sopan sambil mengganggukkan kepalanya.
"Ayo siniin tangannya, biar Mas obatin. Kalau tidak dibersihkan dengan baik nanti bisa infeksi lho Nja."
Abimanyu menuangkan alkohol pada kapas dan mulai membersihkan luka Senja dengan cairan alkohol. Senja cuma diam dengan pandangan kosong, bahkan dia seolah-olah tidak merasakan perihnya alkohol yang sedang dituangkan pada luka terbukanya itu.
"Ehm! Sepertinya sudah cukup kami menyampaikan maksud kedatangan kami kesini. Kami permisi dulu ya Pak Sugeng, Ibu Riani, Abi dan Senja. Kami menunggu kabar baik dari anda sekalian untuk segera datang melamar. Kami permisi."
Setelah semua tamu-tamunya pergi, Senja segera duduk kembali keruang tamu diikuti oleh Abimanyu dan kedua mertuanya. Abi tampak begitu bingung dan salah tingkah saat harus menjelaskan mulai darimana duduk permasalahannya yang sepertinya sudah tidak mungkin untuk ditutup-tutupi lagi.
"Nja, Mas minta maaf. Mas dijebak. Kamu ingat saat dua bulan lalu Mas menghadiri acara ulang tahun perusahaan yang ke empat puluh? Dipesta itu Mas dipaksa beberapa rekan untuk minum alkohol. Dan karena Mas tidak biasa minum, Mas mabuk berat Nja. Dan keesokan harinya Mas terbangun dikamar hotel dengan Ibu Mega yang juga tertidur pulas disamping Mas. Mas sendiri juga heran saat Ibu Mega malah menuduh Mas sudah menidurinya. Mas tidak ingat sama sekali. Kemudian kemarin Bu Mega memberitahukan Mas, kalau dia hamil anak Mas. Tapi Mas yakin, Mas tidak akan pernah sanggup tidur dengan wanita lain selain kamu Nja. Karena Mas cuma mencintai kamu. Kamu harus percaya sama Mas, Nja!"
Senja cuma diam. Dia memang tidak punya keinginan untuk menanyakan apapun pada Abi. Karena dia tahu, apapun yang ditanyakannya pada suaminya itu, tidak akan bisa mengubah hal apapun, selain menambah rasa sakit hatinya saja.
"Kamu jangan diam saja dong Nja. Setidaknya kamu tanya sesuatu apa gitu sama Mas, atau menampar Mas, bahkan memukuli Mas kalau perlu, biar rasa marah dihatimu bisa terlampiaskan."
Abi sekarang bahkan sudah dalam keadaan berlutut didepan Senja sambil menggenggam kedua belah telapak tangannya yang terasa dingin.