Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
*Sebelum baca, jangan lupa subcribe dan follow ya*
__________
"Hallo, Mas. Kamu sedang berada di mana?'' tanyaku pada Mas Danu lewat sambungan telepon.
''Aku tengah meting dengan klien, Syifa. Hmm, jangan dulu menelepon ya. Sebab aku sangat sibuk,'' cecar Mas Danu.
''Tapi Mas, aku ingin berbicara sebentar. Uang yang Mas berikan kurang untuk membiayai sekolah dan kebutuhan, aku mau minta sedikit lagi,'' kataku memohon.
''Kamu ini sangat boros sekali, padahal setiap bulan aku sering memberimu uang besar. Apa tidak cukup?'' dengkus Mas Danu kesal.
''Tapi Mas, uang yang diberikan olehmu hanya satu juta untuk setiap bulannya. Sedangkan kita sudah punya anak tiga, apalagi aku harus membiayai kebutuhan rumah. Uang segitu sangat tidak cukup untukku,'' ucapku memohon. Semoga saja Mas Danu terketuk hatinya mau memberikan uang.
''Kamu itu seharusnya jadi istri mampu mengatur keuangan suami, Syifa. Masa iya setiap bulannya Mas kasih, tapi kamu tidak bisa mengatur dan malah meminta lagi,'' bentak Mas Danu. Tiba-tiba saja dia langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Dadaku begitu sesak mendengar jawaban dari mulut Mas Danu. Aku hanya minta uang sedikit karena uang pemberian dia sudah habis. Padahal Mas Danu sering bekerja lembur dan bekerja terus setiap harinya. Tapi tidak tahu kenapa dia hanya mampu untuk memberikan aku nafkah sebesar satu juga rupiah saja.
Mas Danu sebetulnya bekerja menjadi PNS, aku tidak tahu betul gaji dia sebenarnya. Setiap aku bertanya, dia selalu menjawab 'Terima saja uang ini, pokoknya harus dicukup-cukupi'. Tapi sebetulnya aku merasa sangat tidak cukup.
''Mama ... Sinta nangis di kamar,'' seru Raffa anak keduaku berteriak sembari menghampiriku.
Aku pun bergegas berlari kecil menuju kamar, terlihat Sinta yang masih berusia tiga bulan tengah menangis. Aku pun langsung membuka wadah susu formula untuk memberikannya susu. Tapi sayang, ternyata susu yang di dalam wadah telah habis tak tersisa.
Aku pun dengan gelisah mencari dan berbuat apa pun yang bisa membuat Sinta terdiam.
Pada akhirnya Sinta terdiam ketika aku menggendong dan mengajaknya ke luar kamar.
Drrttt ... Drrrtt .... Drrrttt ...
Suara deringan telepon berbunyi dari ponselku, aku pun bergegas mengambil dan menatap siapa gerangan yang menelepon.