/0/16778/coverorgin.jpg?v=d263286d0088975b3cbdee6a62f23d5f&imageMogr2/format/webp)
Anakku baru saja terlelap di ranjang kecilnya setelah lelah menangisi ibunya yang telah pergi. Kasihan sekali kembaranku sewaktu aku balita ini. Baru umur dua taun tetapi sudah mengerti arti kasih seorang ibu, Dia begitu menginginkan ibunya, bagi dia ibu merupakan segalanya.
Tiga hari ini sungguh sangat berat dan sulit kulewati. Bukan hanya karena Rafael atau urusan tetek bengek rumah tangga saja, tapi hatiku yang hancur terluka dan amarahku yang masih meletup-letup.
Harus kuakui bahwa aku memang terlalu sibuk dan kurang memperhatikan kebutuhan biologis istriku. Berkali-kali aku dapatkan sinyal itu darinya baik secara verbal atau dari tingkah laku.
Biasanya dia menjadi sensitif kalau libidonya tak terlampiaskan. Selama ini aku tidak menganggap hal itu serius, maka tidak kuambil tindakan.
Aku pikir seharusnya Diana memahami kesibukanku sebagai eksekutif muda yang sedang mengejar karir demi masa depan kami.
Kupandangi telapak tangan kananku.
Inilah bagian tubuhku yang terakhir menyentuh pipi Diana. Bukan menyentuh sebetulnya menyakitinya. Masih kuingat betapa merah pipinya yang mulus setelah kusakiti. Apa boleh buat aku memang murka sekali saat itu.
'Maafkan aku sayang,' gumamku sambil kukecup gaun tidur milik istriku hadiah ulang taun dariku.
Tercium aroma tubuhnya di sana, teringat begitu halus kulitnya yang putih, kontras dengan warna ungu gaunnya. Terbayang lekukan tubuhnya yang sempurna namun jarang kusentuh.
Terkenang pula saat-saat dia membuka bungkusan hadiahku dan sinar bahagia terpancar di matanya ketika mendapati sepotong gaun tidur itu.
Dia memakai hadiahku di malam ulang taunnya dan malam itu kami bercinta sepanjang malam, dan itu sudah lama sekali.
Tiga malam yang lalu,
Sepulang kerja, hampir merupakan rutinitas aku masuk kamar menyusul istriku yang tengah berbaring di ranjang. Aku cium pipinya dan kukatakan ai love you, lalu tertidur di sampingnya.
Tidak biasanya, di tengah malam aku terbangun oleh gemuruh hujan yang sepertinya sangat deras.
Diana tidak di sisiku mungkin di kamar Rafael, pikirku.
Aku keluar untuk memeriksa. Di kamar Rafael, kudapati hanya ada anakku sedang tidur dengan nyamannya. Kucari istriku dan diantara gemuruh hujan terdengar suara sayup-sayup mencurigakan yang berasal dari garasi mobil.
'Dengan siapa istriku berbicara ditelpon malam-malam begini, mana hujan lagi?' tanyaku dalam hati.
Firasat buruk mulai datang karena suaranya semakin mencurigakan. Akhirnya aku menguping, walau tidak jelas, tapi bisa aku dengar suara Diana menjerit-jerit dalam kenikmatan sambil meneriakkan kepuasannya, mengalahkan suara hujan yang semakin bergemuruh walau tanpa badai.
Seketika itu juga sekujur tubuhku menjadi lemas. Aku tak berani menebak apa yang sedang dia lakukan di sana, apalagi untuk memergoki dia bermain cinta dengan lelaki lain.
Lebih baik aku tidak menangkap basah siapapun yang sedang berselingkuh. Pernah aku pergoki ibuku bercinta di dapur dengan tukang sayur yang sudah tua. Bayangan itu tak pernah hilang dari ingatanku sampai sekarang.
Jantungku berdebar, bagaimana mungkin istriku berselingkuh? Tak mungkin rasanya Diana berbuat serong, dia istri yang setia dan sangat baik.
Tak berapa lama, suara yang samar-samar itu telah reda, lalu pintu garasi terbuka dan dari sana keluar Diana menggenggam handphonenya. Kutangkap keterkejutannya, dan wajahnya pucat pasi mendapati aku berdiri di depannya.
Apa yang barusan kamu lakukan Diana? Langsung aku interogasi dengan suara gemetar.
Istriku tidak berusaha untuk mengelak dan kelihatan pasrah menerima tuduhanku. Dia bahkan mengakui kalau selama ini ada pria lain dan bahwa dia baru saja bercinta online bersama pria itu via telepon untuk memuaskan dirinya.
Tak ayal lagi tanganku melayang dan mendarat di pipinya dengan sangat keras. Paginya sebelum aku dan Rafael bangun, Diana telah pergi entah kemana.
Kini aku biarkan air mataku menetes satu per satu tanpa menodai gaun malam Diana di genggamanku. Aku sangat menyesali kegagalanku memberikan kebahagiaan kepada wanita yang sudah lima taun aku nikahi ini.
Kemarin aku masih belum tenang dan marah-marah tapi sekarang aku sudah mampu berpikir dengan jernih.
Seharusnya aku ketaui lebih dini kalau Diana sesungguhnya sudah cukup lama menderita dan kesepian. Andai saja tak kubiarkan dia kesepian, dan andai saja dia bahagia bersamaku, tak akan mungkin dia menjalin hubungan dengan lelaki lain.
Apa yang terjadi adalah murni kesalahanku.
Kemana gerangan istriku pergi, ke rumah laki-laki itukah?
Diana memang sering bilang lebih baik hidup sederhana asal bahagia.
Apakah dia menemukan kebahagiaan bersama laki-laki itu?
Cintakah lelaki itu pada Diana?
Tentu saja, apa susahnya mencintai seorang Diana. Dia wanita cantik yang lembut dan cerdas. Aku mencintainya setengah mati karena kecantikan, kelembutan dan kecerdasannya itu.
Kini aku benar-benar menyadari, hanya bersama Diana hidupku menjadi lebih bermakna, dan jika dia pulang, aku akan melakukan segalanya untuk istriku.
Sudah waktunya aku memberi tanpa menuntut dalam hal-hal yang lebih bermakna. Bilamana ada acara kumpul-kumpul dengan keluarga besarnya, aku akan ikut serta dengan raut wajah yang ceria. Karena aku tahu dengan cara ini aku akan membuatnya senang.
Selama ini aku memilih untuk tidak berada di tengah-tengah mereka, itu semata-mata karena aku merasa keluarga besar Diana bukanlah levelku. Mereka orang kampung yang terlalu sederhana untuk bisa duduk sejajar denganku, apalagi keluargaku.
Kini aku membayangkan kembali betapa intens dan bergairahnya Diana di garasi beberapa malam yang lalu. Dia bercinta online entah dengan siapa. Desahan dan jerit kenikmatannya bahkan hingga membangunkan tidurku.
Hatiku benar-benar tersayat, tak pernah dia sebegitu bergairahnya saat bercinta denganku, dan aku sangat cemburu.
Pernahkah lelaki online itu menjamah istriku secara langsung dan memberinya kepuasan yang selama ini tidak dapat kuberikan?
/0/25610/coverorgin.jpg?v=be804ca94527adba217aa6371371afd3&imageMogr2/format/webp)
/0/10233/coverorgin.jpg?v=cd233853460167106ac51c664dee3b77&imageMogr2/format/webp)
/0/3381/coverorgin.jpg?v=01b0b6fc594ef490c49a0aad968a6776&imageMogr2/format/webp)
/0/4876/coverorgin.jpg?v=8bb2f8db10760b6b61aee1a9e90b505f&imageMogr2/format/webp)
/0/24425/coverorgin.jpg?v=5ad03cadca02a9d55f0ca466352ed9e0&imageMogr2/format/webp)
/0/3058/coverorgin.jpg?v=501a380751715c5bad8393c43ad5509a&imageMogr2/format/webp)
/0/4281/coverorgin.jpg?v=573c4bb3004e5090eb933fcd51559117&imageMogr2/format/webp)
/0/7283/coverorgin.jpg?v=29d30265eeb9a6e81817e68ef00eefd9&imageMogr2/format/webp)