Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Tiara tersenyum bahagia seraya memandang bayangan wajahnya pada cermin. Riasan yang cantik, dan baju pengantin yang begitu indah melekat di tubuhnya. Kebaya putih, dengan riasan bunga melati di atas sanggulnya, sekilas Tiara seperti putri keraton dari jawa, tidak ada darah Jawa mengalir ditubuhnya, Tiara memilih adat Jawa untuk hari spesialnya, karena adat pernikahan yang paling berkesan, paling indah untuk dikenang.
"Sebentar lagi aku akan menjadi istri dari Damian, maka hidupku akan bahagia. Damian pria yang tepat, aku tidak salah memilih," ucapnya tersenyum bahagia.
Namun, kebahagiaan itu sirna ketika seorang gadis datang memasuki ruangan pengantin. Tiara tidak begitu terkejut ketika seseorang membuka pintu kamarnya, karena gadis itu Karina sahabatnya sendiri.
"Karina," panggil Tiara dengan lembut bahkan gadis itu berdiri memperlihatkan baju pengantinnya yang sangat indah.
"Bagaimana ... apa aku terlihat cantik?" tanyanya yang memutar memperlihatkan kebaya putihnya yang dirancang khusus oleh desainer ternama dari Indonesia, tentu saja Damian yang membelinya. Karena pernikahan hanya satu kali jadi semua harus istimewa, dari mulai gaun, riasan dan tempat menikah saat ini, mereka memilih hotel bintang lima yang terkenal di ibukota.
"Ya, sangat cantik," jawab Karina dengan ekspresi yang tidak bahagia.
Tiara menatap heran sahabatnya itu yang duduk di atas sofa. Tiara pun melangkah maju mendekati Karina.
"Karina, kenapa kamu terlihat sedih? Dan ... kau tidak memakai gaun bridesmaid yang aku berikan."
karina mendongak. menatap Tiara yang serius menatapnya. "Tiara, aku minta maaf," ucapnya demikian
"Minta maaf? Untuk apa?"
Tiara masih bingung dengan yang Karina ucapkan. Karina berdiri memberikan selembar surat padanya. Tiara tidak tahu surat apa itu tapi Karina berkata, "Aku hamil."
Sontak perkataannya mengejutkan sang mempelai wanita. Selama ini mereka bersahabat cukup lama dari zamannya SMP. Mereka tidak pernah saling merahasiakan apa pun, termasuk tentang pacar. Karina hamil, tapi oleh siapa? Setahu Tiara gadis itu tidak memiliki kekasih.
"Karina, kau bercanda? Bagaimana bisa hamil? Siapa yang menghamilimu katakan padaku?"
"Damian."
"Apa!"
Bak disambar petir, apa itu sebuah pengakuan atau bualan, Tiara tersenyum kecil, gadis itu tidak percaya dengan pengakuan Karina. Bagaimana mungkin Damian menghamili sahabatnya, Damian itu calon suaminya dan mereka akan menikah beberapa jam lagi.
"Karina, katakan yang benar. Damian itu calon suamiku, bagaimana mungkin kalian melakukan itu."
"Tapi itu kenyataannya. Aku hamil oleh Damian."
"T-tidak itu tidak mungkin kamu berbohong, kamu prang aku, kan? Karina sudahlah jangan bercanda, sebentar lagi ijab kabul akan dilangsungkan."
"Ijab kabul tidak akan berlangsung tanpa Damian, Damian tidak akan datang hari ini aku dan Damian akan pergi, kami akan menikah ... Damian akan menikahiku."
"Kau lancang sekali Karina. Apa kau pikir pernikahanku ini mainan? Akting? Sebuah drama? Aku sudah mempersiapkannya selama setahun, Damian pun ikut menyiapkan semua itu. tamu undangan sudah hadir, 30 menit lagi pernikahanku akan berlangsung, jadi tidak mungkin Damian membatalkan pernikahannya. Aku tidak tahu apa pengakuanmu itu benar atau tidak. Tapi tolong jangan hancurkan hari spesialku."
"Aku hanya memberitahumu Tiara. Jika kamu tidak percaya, kamu boleh tunggu Damian selama 30 menit, apa dia akan datang."
Setelah mrengtakan itu Karina pergi meninggalkan Tiara yang terlihat pasrah dalam kamarnya. Sesegera mungkin Tiara menghubungi Damian tapi tidak dijawab, Tiara semakin panik dan gelisah, apa yang akan terjadi jika Damian benar-benar membatalkannya.
"Tiara," panggil Bi Nun.
Dia wanita yang paling mengerti Tiara, wanita pengganti ibunya. Semenjak ibunya meninggal ayahnya menikah lagi, hanya Bi Nun orang yang Tiara percaya, wanita yang selalu menyayanginya. Bahkan di hari istimewa ini hanya wanita itu yang peduli pada Tiara.
"Bibi!"
Tiara tidak kuasa menahan kesedihannya sendiri. Gadis itu langsung memeluk Bi Nun, pengasuhnya orang yang paling dekat dengannya selain sang ibu yang berharap, bisa memberikan jalan keluar.
"Bibi, bagaimana ini?"
"Tenang Non, jangan cemas, mungkin Damian sedikit terlambat." Bi Nun terus mengusap punggung Tiara.
Perlahan pelukan itu dilepaskan, Bi Nun menatap Tiara yang menangis, dengan lembut kedua jarinya menghapus air mata itu. "Jangan khawatir semua akan baik-baik saja."
Namun, satu jam berlalu Damian belum juga datang, penghulu sudah datang, para tamu undangan sudah sangat bosan, dan para reporter yang siap meliput sudah pegal memegang kameranya. Tiara memang mengundang para reporter untuk meliput pernikahannya. Statusnya sebagai publik figure sangat berpengaruh para penggemarnya sudah menantikan momen itu. Namun, bagaimana reputasinya jika mereka semua tahu sang mempelai pria membatalkan pernikahannya. Dan itu sudah terdengar oleh para reporter, entah siapa yang menyebarkan rumor itu.
"Damian kabur? Dia membatalkan pernikahannya."
"Bagaimana mungkin? Sedangkan semua sudah siap."
"Apa itu benar?"
"Mungkin benar, ini sudah dua jam lebih kita menunggu. Pernikahan belum juga berlangsung."
"Eh, lihatlah itu Tiara!"
Mereka semua memandang Tiara yang berdiri di balik pintu ballroom. Semua kamera ditujukan padanya, Seorang pria berlari yang melindungi dirinya dari lampu kamera, pria itu Farel, manajernya.
"Tiara kamu bodoh! Sudah aku bilang jangan keluar, biar aku yang akan bicara pada mereka. Kamu sedang tidak baik-baik saja Tiara. Lebih baik kamu kembali ke kamar."
"Tidak, ini hari pernikahanku."
"Lalu?'
"Aku akan tetap menikah."
"Dengan siapa? Damian tidak ada di sini dia kabur, dia pergi entah ke mana."
"Aku akan tetap menikah!" tegas Tiara.
"PERHATIAN SEMUANYA!"
Suara bariton dari atas podium mengalihkan pandangan mereka semua. Seorang gadis berbalut gaun indah berdiri santai di atas panggung seeraya memegang microfone di tangannya yang membuat suaranya menggelegar. Namun, untuk apa gadis itu berdiri di sana? Apa mau bernyanyi atau menyambut kedatangan Tiara. Gadis itu tersenyum penuh arti.