Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Hari ini kamu mau kemana, Ay?" tanya Viki.
"Aku mau dateng ke pertandingan bola anak-anak. Mereka kan ada pertandingan persahabatan
sama bank sebelah," jawab Arum membenarkan letak ponselnya.
"Jam berapa emang?" tanya Viki lagi.
"Ya nanti sore sih. Rencana berangkat jam tiga,” jawab Arum lagi melirik jam di tangannya.
"Ya udah aku anter. Telat dikit tapi ya. Tunggu aku selesai anter Jay ke tukang servis laptop,"
jelas Viki.
"Emang gak ngrepotin? Aku bisa berangkat sendiri kok," Arum meyakinkan diri.
"Udah, gak pake acara nolak-nolak segala ya," Viki bicara lagi dengan sangat lembut.
"Iya udah iya iya., terserah kamu aja!" jawab Arum memilih mengiyakan karena tak ingin
berdebat lebih panjang melalui panggilan video dengan kekasih brondongnya, Viki.
Arum alias Chintya Aprilia Kusumaningrum, janda tanpa anak berusia 30 tahun yang bekerja
sebagai staf HR di sebuah bank swasta di Malang. Wajah manis dengan rambut lurus sebahu.
Tubuh ideal dengan pipi chubby. Sedikit tomboy, supel, aktif, mandiri, dan pekerja keras. Sudah
dua bulan ini pacaran dengan rekan kerjanya di kantor, Viki alias Viki Narendra Gautama.
Seorang perjaka tingting berusia 25 tahun yang bekerja sebagai customer service. Manis dengan
kulit sawo matang. Baik, pekerja keras, dan ya sesekali masih suka genit sama nasabah.
Setidaknya itulah yang Arum tahu untuk saat ini.
Sesuai janji, sampai juga Viki didepan rumah Arum sore hari itu. Rumah orang tua Arum lebih
tepatnya. Dia tinggal di sana hanya bersama ibunya yang sudah berusia senja. Sedangkan sang
ayah sudah lebih dulu meninggalkan mereka tiga tahun lalu. Arum keluar rumah dengan celana
jins kesayangan dan hem kotak bewarna biru. Tak lupa tas ransel mini nya dengan make up tipis dan rambut yang dibiarkan tergerai. Ciri khas penampilannya sehari-hari yang nyaman dan
sederhana. Segera menyambar helm yang sudah disiapkan sang kekasih.
"Dimana ini tempatnya?" tanya Viki.
"Di sebelah Mall Bahari," jawab Arum singkat.
“Ok pegangan, kita meluncur!”
Tidak banyak yang mereka bicarakan selama di jalan. Hanya basa-basi saja seperti biasa.
Perjalanan 15 menit pun mereka sampai lokasi. Arum langsung turun saja dan masuk ke dalam
lapangan futsal beriringan dengan Viki. Bergandengan tangan? Tentu tidak. Arum bukan tipe
wanita yang suka bermanja-manja dengan prianya. Itu sangat menggelikan baginya. Itu juga
kenapa sulit untuk rekan kerja mereka yang lain untuk menebak apa hubungan Arum dengan
Viki sebenarnya. Keduanya tidak ingin memberi klarifikasi bak selebriti. Biarkan semuanya
mengalir seperti air. Toh cepat atau lambat teman-teman mereka akan mengetahuinya.
Pertandingan sedang berlangsung. Arum mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ada
beberapa sosok yang tak dikenalnya di sisi kiri ruangan yang kemungkinan besar adalah mereka
dari bank lawan. Salah satunya memandang Arum dan melempar senyum saat mata mereka tak
sengaja bertemu. Tentu sebagai bentuk sopan santun Arum balas tersenyum walau dengan
sedikit kerut di dahinya.Arum beralih melihat beberapa rekannya yang sedang bertanding. Di
pinggir lapangan sisi kanan ada beberapa sosok yang dikenalnya. Agus dari IT, Bari dari
security, Jimi dari akunting, Juki dari marketing, dan Ojin yang juga CS sama seperti Viki. Tak
begitu akrab memang tapi Arum tentu saja mudah membaur. Sedangkan Viki sudah mulai
menyulut rokoknya bersama Ojin yang kebetulan memang cukup akrab dengannya.
Kedatangan mereka berdua tentu mengundang bisikan penasaran segera termasuk Ojin.
"Kalian tuh pacaran?" tanya Ojin ke Viki.
"Emang kalo dateng bareng gini harus pacaran?" Viki malah balik tanya.
"Hm, ya gak juga sih. Ya kali aja. Kalian sok misterius banget berdua," jawab Ojin enteng.
"Ato lu yang kepo?" respon Viki enteng.
"Ya emang sih kamu mau pacaran sama siapa juga bukan urusan aku. Cuman pesen aja aku tuh, jangan suka mainin cewek. Kasian dia. Setau aku, dia baru cerai kan sama suaminya?" Ojin
mencoba peruntungan.
"Gak usah sok suci deh! Mending kamu urusin tuh duo teller yang kamu PHPin terus itu. Mereka
masih enggak berhenti ngejar-ngejar kamu kan?" ejek Viki balik yang membuat Ojin meringis
memilih untuk melanjutkan kegiatan menghisap rokoknya.
Beda lagi dengan Arum yang juga diinterogasi oleh Agus yang memang cukup terkenal di bank
karena paling update mengenai gosip-gosip terhangat masa kini. Jangan heran, mulut laki-laki di
tempat Arum bekerja bahkan lebih licin dari perempuan. Agus mungkin bahkan tahu rahasia
terkecil apapun yang terjadi di bank saat ini.
"Udah terang-terangan sekarang bawa Viki?" godanya.
"Ya ngapain juga gelap-gelapan, Gus. Ada-ada aja!" timpal Arum.
"Ya pokoknya kalo ada kabar bahagia tuh dibagi-bagi gitu. Kan biar kita juga ikut seneng."
pancing Agus.
"Hahaha. Kita? Ya kamu aja kali, Gus. Lumayan dapat bahan ghibah baru kan?" serang Arum
karena memang dia yakin besok di bank, acara keluarnya dengan Viki hari ini akan menjadi
berita panas.
Agus ataupun rekan lainnya sebenarnya penasaran. Tapi tak pernah bertanya secara blak-blakan
karena Arum dan Viki sendiri nampaknya tidak terlalu ingin hubungannya dibahas. Makanya
mereka selalu memberi jawaban yang ambigu dan berputar-putar tiap ditanya.