Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Pagi itu jalanan kota ramai dengan lalu lalang manusia dengan kesibukannya masing-masing. Bersama dengan pejalan kaki lainnya, Yuna seorang gadis yang sedang menuju SMA tingkat pertamanya menunggu lampu penyebrangan berwana hijau bersama dengan pejalan kaki lainnya. Masih ada dua puluh detik lagi, kendaraan di jalanan itu melaju dengan stabil dan rapi. Polisi lalu lintas bersiaga mengatur kota untuk tertib. Lampu lalu lintas untuk penyebrang sudah berwarna hijau dengan batas waktu selama seratus detik.
“Hei lihat bukankah itu tas edisi terbatas yang harganya sangat mahal? Wah hebat, kurasa yang memakainya itu seorang model. Dia cantik sekali," bisik seorang gadis SMA pada teman di sebelahnya mengenai seorang wanita yang tengah memakai tas bermerek yang kini ramai menjadi perbincangan.
“Irinya! Melihat penampilannya saja kita tahu pasti ia telah melakukan hal baik di kehidupan sebelumnya," sahut temannya yang hingga pandangannya masih lekat ke arah wanita yang mereka bicarakan.
Seorang wanita dengan pakaian kasual kantoran di samping Yuna buru-buru meletakkan cushion miliknya di dalam tas. Tak jauh dari sana toko-toko di pinggir jalan mulai membuka folding gate mereka. Sebuah toko bunga menyusun jajaran dagangannya hingga terlihat seperti taman bunga kecil penuh warna dengan seorang pemilik toko yang tampan. Di sampingnya sebuah toko fashion menampilkan etalasenya yang penuh dengan fashion yang stylish. Merapikan jajaran manekin yang berbaris bak model fashion yang menawan.
Sekolah tampak di depan mata. Eden High School, bangunan dengan dinding keabu-abuan ala eropa klasik menjulang tinggi. Siswa-siswi berpenampilan rapi untuk belajar atau mungkin hanya sekedar kewajiban. Bersama dengan para siswa baru lainnya, Yuna menuju papan pengumuman untuk melihat kelasnya. Satu-A, begitu informasi yang terpampang menujukkan dimana ia akan belajar. Ia menuju ke sana. Masuk ke dalam, sejenak mengamati keadaan di dalam dan mencari kursi yang nyaman untuknya duduk selama dua semester ini.
“Halo semuanya,selamat datang di kelas baru kalian!” Datang seorang wanita dengan kaca mata tebal yang tersenyum lebar menyapa. “Saya Aline yang akan menjadi wali kelas kalian tahun ini. Nah, semoga kalian bisa menikmati tahun belajar kalian di sekolah ini.” Mengedipkan sebelah mata dengan polahnya yang ceria. Para siswa dipersilakan mengenalkan diri masing-masing tak terkecuali Yuna. Dengan antusias mereka menyebut nama saling mengakrabkan diri. Namun tidak dengan Yuna ia hanya memperkenalkan diri dengan sekedarnya saja. Bukan, bukan ia tak ingin menjadi akrab akan tetapi ia tak berani untuk bersikap lebih atraktif ia pikir itu mungkin akan aneh untuk dirinya.
Gadis bermata bulat yang manis begitulah sering orang memandangnya, namun Yuna berkepribadian tertutup dan tak tahu bagaimana ia harus bersikap untuk mendapat teman. Dalam pikirannya ia sering terjebak jikalau ia melakukan kesalahan saat ia berinteraksi dan seseorang akan marah padanya. Ia masih bisa tersenyum saat seseorang mengajaknya bicara dan menjawabnya dengan sopan dan lirih, namun akan diam seakan patung saat berkumpul dengan sekelompok orang. Beberapa orang menganggapnya menyedihkan, mengasihani bahkan melirik yang entah apa artinya.
Setelah waktu istirahat berakhir para murid menuju aula utama sekolah dengan kursi yang telah tersusun rapi, mereka menyebutnya sambutan untuk para siswa baru. Pembawa acara mulai membuka acara yang dilanjutkan dengan sambutan oleh beberapa pihak yang ditentukan hingga beberapa kata dari seorang pria tua bijak yang merupakan kepala sekolah Eden. Beberapa masih antusias mendengarkan, beberapa mengantuk dan ada yang bosan ingin segera berakhir namun tetap dengan sikap diam yang menghormati.
Hingga bagian terakhir berdiri seorang siswa perwakilan dari para siswa baru untuk melakukan sambutan. Mata para gadis di sana terbelalak terkagum dengan ketampanan sosok yang berdiri di hadapan mereka. Rambut coklat keemasan dengan bola mata berwarna amber. Ia Daven, pria dengan tubuh dan wajah yang sempurna. Dalam kata-kata yang disampaikan tercermin seseorang yang cerdas dan aura berwibawa pada dirinya. Di akhir sambutannya ia membungkuk memberi tanda hormat dan beranjak meninggalkan panggung, langkahnya pun mengagumkan dan para gadis belum melepaskan pandangan mereka.
Di bagian akhir para murid diarahkan menuju stand klub yang ada di sekolah itu, samping kanan kiri penuh riak tenda-tenda stand berdiri dengan brosurnya yang menarik. Seorang pria boncel berlari terburu-buru membawa kardus dengan setumpuk barang di tangannya. Karena tubuhnya yang terbilang mini untuk anak seusianya pandangannya sedikit terhalang barang yang ia bawa sehingga tak sengaja menabrak Yuna yang sedang berjalan.
Bruk!
“Aw! Ah maafkan aku, aku tak melihatmu. Huwaa semuanya berantakan ketua akan memarahiku,” ceroceh pria boncel tersebut yang bernama Axel sambil membereskan barang yang ia bawa.
“Maaf," lirih Yuna yang masih terdengar oleh Axel.
“It’s ok, it’s ok ini juga salahku.” Tawanya ceria, ia akan segera pergi ketika semua bawaannya sudah kembali terkumpul. Namun Yuna menahannya dengan agak ragu. “Bo-boleh kubantu?” lirihnya.
Axel tertawa menunjukkan barisan giginya yang rapi. “Boleh.”
Yuna mengambil sedikit barang bawaan dari Axel dan mereka bersama berjalan menuju suatu stand dengan beberapa orang yang berpakaian cosplay tokoh anime. Axel berterima kasih kepada Yuna karena ia telah membantunya. Seorang pria berpenampilan seakan tokoh Usagi Tsukino dari Sailor moon muncul, menatap lekat ke arah wajah Yuna yang kikuk dibuatnya.
“Waaa, hebat matamu bulat sekali. Apa kau mau memakai kostum yang kusiapkan? Kau akan cocok jika memakai kostum maid dengan telinga kelinci. Kyaaa membayangkannya saja sudah begitu manis.” Menangkupkan tangan memohon dengan gemulai, matanya berbinar penuh harap.
“Hei, Kei sudahlah jangan menakutinya. Maafkan anggota kami. Kami rainbow club, silakan jika tertarik ini brosurnya," ucap ramah seorang gadis manis berpenampilan layaknya tokoh Rimuru Tempest.
“Terima kasih aku akan memikirkannya.” Yuna menerima brosur tersebut, namun belum berpikiran untuk masuk dalam klub tersebut karena memang belum menarik minatnya. Selain itu semua orang di klub itu begitu membuatnya gugup.
“Dah, kunjungi kami lagi ya!” teriak Kei yang masih berharap Yuna mau bergabung. Sambil berjalan Yuna mengamati satu persatu stand yang mungkin akan menarik minatnya.
Satu jam kemudian .…
Belum menemukan klub yang ingin ia masuki, ia duduk di sebuah kedai takoyaki dan memesan seporsi. Lima buah takoyaki yang masih mengepul dengan saus dan beberapa taburan di atasnya begitu menggugah selera. Ia menikmati makanannya sambil masih berkutat dengan klub mana ia harus bergabung. Sekolah Eden mewajibkan seluruh muridnya untuk mengikuti setidaknya satu klub di sekolah itu terlebih bagi seorang murid beasiswa prestasi seperti Yuna. Ia pun membuka selebaran yang diberikan kepada setiap murid baru untuk daftar klub yang ada di sekolah itu. Mengamati satu persatu daftar di dalamnya. Matanya berhenti di sebuah klub bernama klub bahasa inggris. Nampaknya ia telah memutuskan.
“Sepertinya ini saja.” Begitulah yang ia pikirkan. Setelah menghabiskan lima takoyakinya Yuna beranjak menuju stand klub bahasa inggris untuk mendaftar. Stand-stand klub masih ramai pengunjung, tampaknya para murid baru lainnya juga sama bimbang untuk memilih.
“English Club. Learning to Have Fun.” Terpampang papan bertuliskan kata-kata itu di depan stand yang Yuna datangi, ia melihat sejenak dan seorang gadis senior satu tahun di atasnya menghampiri dengan senyum ramah.