Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dear My Badboy

Dear My Badboy

Linlin

5.0
Komentar
100
Penayangan
10
Bab

Niat Kanaya lewat gang setan itu biar gak telat, tapi kok makin telat?! "Astaga yaallah selamatkan umatmu ini dari keturunan luciper kayak mereka!" – Kanaya Laura Baskara. Tentang Kanaya yang tidak mau telat ke sekolah, tapi naasnya malah harus terjebak dengan dua orang laki-laki tampan tapi kurang akhlak yang membuatnya kewalahan dengan tingkah keduanya. Hidup Kanaya yang awalnya tenang dan damai berubah seketika setelah bertemu dengan dua laki-laki itu, perjalanan hidupnya pun kini berubah semenjak kehadiran keduanya. Pahit dan manisnya kehidupan seakan melebur menjadi satu, menciptakan warna baru di hidup Kanaya. Tapi, apakah warna itu abadi? Apakah warna selamanya akan tetap berwarna? Dan bagaimana kisah ketiganya, mari kita jelajahi kisah klasik remaja yang dikemas sedemikian rupa agar menarik untuk kalian!

Bab 1 Kesiangan

"Kanaya! Bangun Kak, udah siang nanti kamu telat!" teriak Devina ibu Kanaya dari luar, sudah kedua kalinya ia menghampiri kamar sang putri untuk membangunkannya tapi tak mendapatkan respon sama sekali.

Kanaya ini kalau tidur kamar pasti langsung di kunci dari dalem jadi gak ada yang bisa masuk ke kamarnya. Itulah kenapa dari tadi Devina cuma bisa gedor-gedor pintu sambil teriak-teriak.

Lelah karena terus teriak di depan kamar anak gadisnya, Devina lalu turun ke meja makan. Ia berjalan ke arah suaminya.

"Yah, kunci cadangan kamar kakak mana?" tanya Devina seraya menengadahkan tangannya ke arah sang suami.

"Lah buat apa Bun?" tanya Kelvin adik Kanaya, mereka hanya selisih satu tahun.

Aldo selaku kepala keluarga pun ikut menatap bingung ke arah istrinya, tumben sekali istrinya meminta kunci cadangan kamar milik putrinya.

"Itu loh kakak kamu sampe sekarang belum bangun, udah setengah tujuh nanti pasti telat itu kalo gak diguyur air," jelas Devina.

Aldo mengangguk paham. "Yaudah itu ambil aja di laci meja kerja Ayah."

"Ayo Bun, siram aja kakak pakek air dingin! Kalo bisa air es aja Bun!" teriak Kelvin pada sang bunda dengan penuh semangat.

Sepertinya adik laki-laki Kanaya ini amat teramat sangat bahagia jika kakaknya sengsara. Ya begitulah Kelvin, walaupun seperti itu ia tetap sangat menyayangi Kanaya dan tak akan tinggal diam jika kakak galaknya itu di sakiti seujung kuku pun oleh orang lain.

Sesuai prinsip adik pada umumnya, gak ada yang boleh ganggu kakak selain adiknya!

Devina menggeleng kecil melihat tingkah anak bungsunya. "Halah sok kamu, nanti kakak sampe sakit terus di rawat lagi kamu nangis-nangis gak mau pulang dari rumah sakit, mau nunggu kakak terus," cibir Devina pada putranya.

"Enggak ya ... enak aja, Kelvin gak nangis! Itu air matanya aja yang alay keluar terus!" elak Kelvin yang langsung mengundang gelak tawa dari kedua orang tuanya.

"Udah ah, malah ngobrol! Itu nanti kakak gak bangun-bangun terus malah telat loh Bun," sela Aldo yang kembali mengingatkan istrinya tujuan utamanya tadi.

"Oh iya! Astagfirullah, Kelvin sih ngajak Bunda ngobrol!"

Dengan segera Devina langsung pergi dari ruang makan dan menuju ruang kerja suaminya. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, wanita paruh baya tersebut berjalan ke arah kamar sang putri.

Ia membuka pintu dan mendapati sosok gadis yang masih bergelut dengan selimutnya, ia menepuk dahi frustasi, sudah dipastikan putrinya ini begadang semalaman untuk menonton drama Korea favoritnya.

Ia mendekati ranjang Kanaya lalu duduk di tepian ranjang, tangannya terulur untuk menepuk-nepuk pipi anaknya.

"Kak, bangun. Udah siang loh, bentar lagi masuk," ucap Devina dengan nada lembut.

Kanaya terlihat menggeliat pelan, ia lalu membalik badan membelakangi sang bunda.

"Lima menit lagi Bun," lirih Kanaya.

"Kak, udah jam setengah tujuh lebih loh," sambung Devina lagi yang langsung membuat Kanaya terduduk.

Kanaya langsung menatap ke arah sang bunda. "Bun, beneran setengah tujuh lebih? Kok alarm Naya gak bunyi?!" pekik Kanaya yang

Devina pun ikut menyerngit heran. "Kamu lupa gak nyalain kali, udah buruan bangun! Mandi terus sarapan kalo sempet gerbang di tutup dua puluh lima menit lagi loh," peringat Devina lalu melegang pergi meninggalkan kamar putrinya.

Dengan segera Kanaya mengambil ponselnya, ia masih tak percaya dengan perkataan bundanya jadi ia mengecek lagi jam berapa sekarang. Pasalnya dia sering ditipu, bilangnya udah jam tujuh tapi ternyata masih jam enam kurang.

Namun, sedetik kemudian matanya membelalak kala melihat angka yang tertera pada layar ponselnya, 06.36 dan sekolahnya akan dimulai pukul tujuh tepat.

Dengan gerakan kilat ia langsung melompat dari ranjang, lalu langsung masuk ke kamar mandi.

Ah sial kenapa semalam dirinya bisa lupa memasang alarm! Apalagi hari ini jam pertama ada ulangan harian fisika! Rasanya Kanaya ingin melebur menjadi debu saja.

Sedangkan diruang makan Kelvin sudah merenggut kesal karena sepuluh menit lagi masuk tapi sang kakak tidak turun-turun.

"Bun, kakak udah bangun beneran belum sih? Kelvin bisa telat ini ...," rengek Kelvin pada Devina.

Devina yang tadinya hendak menyuapkan makanannya ke dalam mulut langsung terhenti, ia menatap si bungsu dan jam tangan di pergelangannya secara bergantian.

"Tadi kakak udah bangun, masih mandi mungkin dek," jawab Devina.

"Kelvin bisa ikut telat kalo kayak gini nanti," sungut Kelvin kesal. "lagian hobi banget nonton drama sampe pagi sih tu mak lampir!"

"Kelvin ...," tegur sang Ayah. "Yaudah kalo enggak kamu berangkat duluan aja, kakak biar di anter sopir, ayah bawa mobil sendiri. Dah ayo!" sambungnya lagi yang langsung bangkit dari duduknya.

"Oke! Bun kita berangkat ya, bilangin ke kakak jangan ngebo terus nanti telat," ucap Kelvin lalu mencium punggung tangan bundanya. "assalamualaikum Bunda!"

"Ayah juga berangkat ya, assalamualaikum," kata Aldo lalu mencium kening istrinya.

"Waalaikumsalam, hati-hati. Kelvin gak usah ngebut-ngebut tangan kamu udah satu yang patah gara-gara kamu ngebut, inget!" peringat Devina yang diacungi dua jempol oleh putra bungsunya.

Devina lalu membereskan piring dan juga gelas-gelas yang tadi digunakan oleh putra dan suaminya untuk sarapan.

Saat tengah membereskan barang-barang, Devina dikejutkan dengan kedatangan Kanaya, putri sulungnya yang berlari tergesa-gesa dari lantai atas.

"Bun, Bun! Kelvin udah berangkat?" tanyanya dengan nafas yang belum teratur.

Penampilan Kanaya kini tidak bisa dikatakan rapi, karena dasi belum terpasang sempurna, almamater yang masih ada dalam genggamannya, dan juga sepatu yang masih di tenteng.

Devina lantas menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya ini. "Kak itu seragamnya dibenerin dulu dong, masa berantakan gitu?"

"Ih Bunda, biarin aja itu masalah gampang. Sekarang Kelvin udah berangkat?" tanya Kanaya lagi.

"Udah, barusan berangkat sama ayah juga," jawab Devina yang membuat Kanaya langsung lemas.

"Yah terus kakak gimana sekolahnya?!" keluh Kanaya, udah cukup kayaknya Kanaya maraton Drakor sampe pagi, kapok dia harus bangun kesiangan kayak gini.

"Makannya kalo nonton drama itu liat jam, emang kebiasaan Kakak ini! Sampe telat kan, lain kali jangan gitu lagi!" tegur Devina dengan menatap ke arah Kanaya.

Kanaya hanya menunduk karena memang ini adalah kesalahannya. "Iya Bun, maaf. Kakak gak ulangin lagi...."

"Yaudah sekarang buruan ke sekolah, pak Oja udah nunggu di depan itu, tadi ayah pakek mobil sendiri," kata Devina lagi yang langsung membuat Kanaya berbinar.

Kanaya lalu memeluk bundanya dengan erat. "Aaaa ... sayang bunda sama ayah," ucapnya.

"Yaudah buruan berangkat keburu tambah telat nanti!" suruh Devina yang langsung di angguki oleh Kanaya.

Gadis itu mencium punggung tangan sang ibu. "Kakak berangkat assalamualaikum!"

Kanaya langsung berlari keluar rumah dan menghampiri sang sopir yang sudah stay di samping mobil. "Ayo cepet berangkat pak, Naya udah telat soalnya."

"Siap non," balas sang sopir kemudian langsung masuk ke dalam mobil dan melajukannya keluar rumah.

Kanaya membenarkan seragamnya di dalam mobil, lalu ia melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Ia sedikit bernafas lega karena ia masih mempunyai waktu.

Tapi sepertinya kelegaan itu tak bertahan lama karena saat hampir dekat dengan komplek sekolah, terjadi macet yang panjang.

"Non, kayaknya macetnya bakal lama banget non."

Dengan segera Kanaya mengambil tasnya lalu melirik ke arah jam. "Yaudah pak Naya turun di sini aja, lagian udah deket kok, assalamualaikum!"

"Tapi-"

Belum sampai sang sopir menjawab Kanaya sudah terlebih dahulu keluar dari mobil dan menyebrangi jalan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku