Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mencari Keadilan Sebelum Menikahimu

Mencari Keadilan Sebelum Menikahimu

penulisbiasa

5.0
Komentar
13
Penayangan
6
Bab

Junot dan Pevita sudah berpacaran selama 5 tahun, tetapi hubungan mereka tidak direstui Ayah Pevita. Hal ini karena Junot adalah laki-laki biasa dan dianggap tidak setara dengan keluarga Pevita. Suatu hari, Ayah Pevita meninggal dunia akibat kecelakaan mobil. Kecelakaan tersebut dicurigai sebagai hasil dari tindakan sabotase oleh musuh sang Ayah. Yang menyabotase mobil Ayah Pevita bukanlah orang sembarangan, sehingga sangat sulit untuk menangkapnya bahkan kasusnya berhenti ditengah jalan. Meskipun Ayah Pevita sudah meninggal, tapi bukan berarti Junot bebas menikah dengan Pevita. Junot harus membantu Pevita mengungkap siapa dalang dibalik kecelakaan yang menghilangkan nyawa Ayahnya, sebagaimana yang tertuang dalam surat yang pernah ditulis Ayahnya. Bagaimana kisah selengkapnya? Ikuti terus ya!

Bab 1 Ketika Ayah Pergi untuk Selamanya

Sebuah kenyataan pahit yang dialami oleh Pevita dan ketiga adiknya, dimana mereka kehilangan sosok ayah tercinta. Betapa sedih dan hancur hati mereka ketika mengetahui ayah mereka meninggal akibat kecelakaan mengenaskan. Kecelakaan tersebut terjadi karena mesin mobilnya telah disabotase oleh orang yang tidak dikenal. Polisi tengah menyelidiki kecelakaan yang menghilangkan nyawa ayah mereka.

7 Hari berlalu, tetapi Pevita masih belum mendapatkan kabar apapun dari polisi. Sebagai anak sulung, Pevita harus tetap tegar demi adik-adiknya. Karena sepeninggal Ayah dan Ibunya, Pevita kini tak hanya berperan sebagai seorang kakak, tetapi juga sebagai orang tua bagi adik-adiknya.

Pevita memiliki tiga adik yang semuanya perempuan. Adiknya yang pertama Arumi, dia berusia 2 tahun lebih muda darinya. Adiknya yang kedua adalah Irish, dia berusia 4 tahun lebih muda darinya. Kemudian si bungsu Nabilah, dia berusia 7 tahun lebih muda darinya. Perbedaan usia yang tak terlalu jauh membuat Pevita dan Arumi sangat sering bertengkar dalam hal apapun.

Tak hanya pertengkaran, keduanya juga kerap terlibat dalam persaingan. Sebenarnya, Pevita tak pernah merasa bersaing dengan adiknya sendiri. Akan tetapi, Arumi selalu tidak ingin kalah dari Pevita. Jika Pevita bisa menyelesaikan SMA hanya dalam waktu 2 tahun, maka Arumi juga harus bisa. Dan terbukti, Arumi juga mampu menyelesaikan masa SMA hanya dalam waktu 2 tahun lewat jalur akselerasi.

Suatu hari, Pevita mengumpulkan ketiga adiknya di ruang tamu. Mereka berkumpul untuk menunggu kedatangan Pak Hendru, sahabat sekaligus pengacara orang tua mereka. Pak Hendru datang untuk menyampaikan pesan dari Ayah mereka saat masih hidup dulu.

"Kita ngapain ngumpul disini kak? Kalau cuma mau ngobrol kenapa nggak di ruang keluarga aja," ucap Irish yang kini duduk di sofa ruang tamu.

"Kita lagi nunggu Pak Hendru. Katanya beliau mau datang dan ketemu kita hari ini," ucap Pevita.

"Apa kita juga harus melibatkan anak ini?" tanya Arumi sembari menunjuk Nabilah.

"Iya dong. Nabilah kan anak Papa juga," ucap Pevita.

"Tapi dia masih kecil kak. Obrolan kita terlalu berat untuk anak usia 11 tahun," ucap Arumi.

"Kak Arumi sok tahu banget sih. Pak Hendru-nya aja belum dateng kok udah bilang kita mau ngobrolin yang berat-berat," ucap Irish pada Arumi.

"Taulah. Aku kan pinter. Emangnya kamu," ucap Arumi dengan sombongnya.

"Udah-udah. Kalian mending diem aja deh," ucap Pevita.

Tak lama setelah itu, Pevita mendekati Nabilah yang sedari tadi hanya diam dengan tatapan mata kosong. Dulu, Nabilah adalah anak yang sangat ceria dan bahagia menjalani hidupnya. Namun, semua berubah ketika ibunya meninggal dunia. 2 Tahun setelah kepergian ibunya, barulah Nabilah bisa menerima kenyataan. Sayangnya, kejadian pahit itu terulang kembali dalam hidup Nabilah. Kini giliran Ayahnya yang pergi untuk selama-lamanya.

"Sayang. Kamu kenapa?" tanya Pevita pada Nabilah tetapi ia hanya diam.

Pevita memeluk Nabilah, lalu mengatakan "Kakak tahu apa yang kamu rasakan, kakak tahu kamu sedih, dan kakak tahu kamu belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan pahit ini. Apa yang kamu rasakan, itu juga kakak rasakan. Kak Arumi dan kak Irish juga merasakan itu. Tapi kamu jangan khawatir, kita bertiga akan selalu ada untuk kamu. Jadi kamu jangan sedih lagi ya, karena kamu nggak akan sendirian."

"Iya dek. Jangan sedih lagi ya," ucap Arumi yang juga mendekati Nabilah dan duduk disampingnya. Meskipun terkesan cuek, tetapi sebenarnya Arumi juga sangat menyayangi Nabilah.

"Kalian nggak akan pernah bisa menggantikan sosok Papa dan Mama," ucap Nabilah.

"Dedeknya kakak yang cantik dan baik. Kakak sadar kita bertiga nggak akan pernah bisa menggantikan sosok Papa dan Mama di hati kamu, tapi kita yakin kita bisa menyayangi dan melindungi kamu seperti yang Papa dan Mama lakukan sama kamu. Kakak jamin kamu nggak akan kekurangan kasih sayang dari kakak-kakak kamu," ucap Pevita.

Beberapa saat kemudian, Pevita mendengar ada bunyi bel pintu. Pevita pun berdiri dan menyuruh Irish untuk duduk di sebelah Nabilah, menggantikan dirinya. Tak mau kalah, Arumi juga berdiri dan beralih tempat duduk. Arumi seolah sudah menyiapkan bahan yang akan ia bicarakan pada Pak Hendru.

Setelah itu, Pevita lalu membuka pintu dan betapa terkejutnya ia melihat siapa yang datang. Ternyata yang datang bukanlah Pak Hendru, melainkan seorang pria yang sudah tak asing baginya. Pevita pun menyuruh pria tersebut untuk masuk dan duduk di sofa bersama adik-adiknya.

"Aku turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Papa kalian. Maaf aku baru bisa datang sekarang karena kemarin-kemarin aku lagi pulang kampung," ucap pria tersebut.

"Gak apa-apa kok Jun. Yang terpenting kamu mau mendoakan Papaku," ucap Pevita.

"Papa kalian udah aku anggap seperti papaku sendiri. Jadi aku pasti akan mendoakannya," ucap pria tersebut.

"Makasih ya kak Junot," ucap Irish pada pria yang dipanggil Junot tersebut.

Jadi, pria itu adalah kekasih Pevita. Berbeda dengan Irish, Arumi tampak sangat membenci Junot. Arumi malah menuduh kekasih Pevita lah pelakunya. Herjunot atau yang juga akrab disapa Junot sudah lama berpacaran dengan Pevita. Namun, hubungan mereka tidak direstui sang Ayah karena ayahnya menganggap Junot adalah pria yang tidak punya masa depan. Ayahnya memandang rendah Junot karena ia hanya bekerja sebagai sopir taksi, yang status sosialnya tak sebanding dengan Pevita dan keluarganya.

"Gak usah sok baik deh lo. Gue tau lo kan yang bunuh Papaku!" ucap Arumi sambil menunjuk-nunjuk Junot.

"Maksud kamu apa sih Rum? Aku baru aja dateng dan kamu udah nuduh aku yang enggak-enggak," ucap Junot.

"Udahlah. Gak usah pura-pura bego! Gue yakin pasti lo kan yang udah sabotase mobil Papaku dan bikin Papaku kecelakaan!" ucap Arumi.

"Sabotase apa sih Rum? Dua minggu ini aku aja di kampung Ibuku. Jadi mana mungkin aku melakukan itu. Meskipun Papa kamu benci sama aku, tapi bukan berarti aku juga benci sama beliau. Bahkan, aku sangat menghormati beliau dan aku sama sekali nggak pernah ada niat buruk ke beliau!" ucap Junot.

"Lo pikir gue percaya? Mungkin lo bisa bohongi semua orang tapi lo gak bisa bohongi gue!" ucap Arumi yang tetep kekeuh dengan tuduhannya pada Junot.

"Arumi, cukup!" ucap Pevita.

"Kak Pevita harusnya sadar kalau dia bukan laki-laki yang baik buat kakak. Dia rela melakukan berbagai cara biar bisa mendapatkan kakak, termasuk dengan membunuh Papa kita sekalipun!" ucap Arumi pada Pevita.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi halus Arumi. Pevita sangat kecewa dan marah atas tuduhan tak berdasar yang Arumi lakukan pada Junot. Selama bertahun-tahun mengenal Junot, Pevita tak pernah melihat Junot berkata atau berperilaku kasar. Pevita tahu betul bahwa kekasihnya merupakan pria yang baik, bahkan lebih baik dari pria-pria yang pernah ia kenal sebelumnya.

"Oh. Jadi kakak masih tetep bela dia? Oke! Aku bakal buktiin kalau laki-laki nggak tahu diri ini adalah yang membunuh Papa kita!" ucap Arumi.

Beberapa saat kemudian, ada orang yang menekan bel pintu. Karena ada tamu, Pevita ingin Arumi meredam emosinya dan tidak melanjutkan pertengkaran tersebut. Sementara itu, Pevita mencoba menenangkan dirinya sendiri, kemudian duduk di sebelah Junot. Setelah merasa sedikit tenang, Pevita menyuruh Irish yang membuka pintu rumah.

"Rish, tolong kamu buka pintunya ya," ucap Pevita.

"Iya kak," jawab Arumi lalu berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku