Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
SUAMI PILIHAN KAKAK UNTUKKU

SUAMI PILIHAN KAKAK UNTUKKU

Lucyana

4.2
Komentar
15K
Penayangan
105
Bab

Warning 21+ BUKAN BACAAN ANAK-ANAK! Nekat membaca, dosa tanggung sendiri. Viola tanpa sengaja bertemu dengan seorang pria yang pingsan dan dalam keadaan terluka di tempat pembuangan sampah. Tanpa berniat apapun, Viola membawa tubuh pria tersebut ke rumah dan merawatnya dengan baik. Andreas Kheng-- Pria yang di temukan Viola dalam keadaan pingsan dan terluka tersebut beberapa hari kemudian membalas budi Viola dengan menyelamatkan gadis itu dari penyekapan serta rencana jahat pemimpin mafia mesum. Andreas adalah musuh besarnya Henry. Tetapi kakaknya Viola itu justru memaksa Andreas menikahi adiknya. Tanpa di duga, Andreas yang tidak ingin terikat pernikahan malah menerima pernikahan yang ditawarkan Henry, dia menikahi Viola. Tentu, pernikahan di atas kertas! "Ternyata kakakku lebih mempercayai aku menikah dengan musuh besarnya yang juga merenggut nyawanya di depanku" Sikap Andreas yang dingin, kaku dan kejam membuat Viola memutuskan untuk pergi meninggalkan pria itu, namun ternyata dia dia tidak pergi sendiri karena ada janin yang berdenyut dari dalam rahimnya, keturunan Andreas. Seperti dejavu, lima tahun kemudian Andreas kembali terluka dan bersembunyi di sebuah gubuk dari sekelompok orang yang ingin membunuhnya. Pemilik gubuk yang tidak lain adalah Viola, tetap merawat Andreas dengan baik. Bagaimakah kisah Viola dan Andreas yang kejam dan masih senang bermain wanita ketika bertemu kembali dengan Viola dan putri kecilnya? Akankah dendam dalam hati Viola pada Andreas yang dia tahu adalah pembunuh kakak lelakinya bisa sirna? Ikuti terus kisahnya Viola dan Andreas hanya di aplikasi ini.

Bab 1 Pria di Tempat Sampah

Viola sudah selesai bekerja dan berganti pakaian seragam restorannya, berjalan membawa dua kantong besar berisi sampah keluar dari restoran menuju tempat pembuangan sampah yang tidak jauh dari lokasi restorannya. Dari kejauhan terdengar sirine mobil polisi yang cukup ribut dan sangat berisik. Tidak biasanya seberisik ini, tapi Viola tidak ambil peduli. Tubuhnya cukup letih, sudah bekerja dua belas jam berdiri di restoran. Rekannya Daphne tidak masuk bekerja malam ini sehingga Viola bekerja lebih banyak dan sibuk, keluar masuk area dapur ke area para tamu yang sangat ramai.

Setelah melemparkan kantong sampah ke tumpukan sampah di depannya, Viola segera berbalik. Dia ingin segera sampai di rumah dan meluruskan punggung serta menselonjorkan kakinya yang sangat pegal. Tetapi, kaki Viola tiba-tiba menendang sesuatu yang dia merunduk untuk melihat apa yang baru saja dia tendang tersebut.

“Mayat!?” pekik Viola tertahan ketika menyadari sesuatu yang tanpa sengaja dia tendang tersebut adalah kaki manusia, posisi tubuhya tertelungkup di atas tumpukan sampah-sampah kertas.

Viola sedikit takut mendekati tubuh manusia tersebut. Pandangannya mengedar ke sekeliling, tidak ada siapapun!

Suara sirine mobil polisi juga sudah tidak terdengar lagi, sangat sepi. Sudah waktunya tengah malam, suasana di kota Fortaleza akan berubah sedikit sepi jika sudah tengah malam apalagi di musim dingin seperti sekarang.

Viola menendang sedikit keras kaki manusia di bawah kakinya namun tidak ada pergerakan balasan yang terlihat. Dengan sedikit keberanian gadis itu menarik bagian belakang tubuh manusia tersebut dan membaringkannya telentang untuk melihat wajahnya. Jika berwajah seram, Viola tidak akan menolongnya, tentu saja! Kuatir nanti dia malah yang akan di sakiti. Tapi Viola mengernyitkan alisnya seakan pernah melihat wajah orang yang terbaring di bawah kakinya tersebut. Entah dimana, dia tidak ingat.

“Hei! Kamu mati apa pingsan?” Viola masih menggerakkan tubuh pria tersebut dengan kakinya, tapi tetap tidak ada respon sama sekali. Mata pria itu terpejam, di pipinya terdapat goresan, sudut bibirnya sepertinya pecah dan menyisakan darah membeku.

Viola kembali memperhatikan sekelilingnya, tidak ada siapapun selain dirinya dan pria yang tergeletak di bawah kakinya itu. Viola mencoba membuka jas yang di gunakan oleh sang pria, dan gadis itu kembali terkejut melihat bagian perut sang pria terluka, masih mengucurkan darah.

“Och kamu pingsan?” Viola mendekatkan jarinya ke bagian hidung sang pria yang masih terasa hembusan nafasnya meski sangat pelan tetapi masih terasa hangat di ujung jemarinya.

Sesaat gadis itu menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar. “Kakakku pasti akan marah jika aku membawa seorang pria pulang ke rumah,” gumam Viola lirih.

Tetapi Viola adalah gadis yang memiliki hati baik, dia tidak pernah tega melihat orang terluka apalagi sekarang kondisi pria yang dia temukan berada dalam kondisi pingsan. Sesaat Viola melihat gerobak tidak jauh dari tempat dia berjongkok di depan tubuh pria yang pingsan.

Viola mengambil gerobak yang ternyata berisi beberapa selimut tebal untuk sumbangan di musim dingin, mengeluarkan isinya dan meletakkannya di depan salah satu toko deretan restoran tempatnya bekerja. Lalu membawa gerobak tersebut ke dekat tubuh pria yang terluka, dan dengan susah payah Viola akhirnya berhasil memasukkan tubuh pria tersebut ke dalam gerobak yang dia dorong pulang ke rumahnya, berjarak sekitar dua kilometer dari lokasi restoran—tempatnya berkerja.

Kaki Viola yang pegal dan tubuhnya sangat letih tapi dia berlari mendorong gerobak yang membawa tubuh seorang pria. Pria yang dalam pikiran Viola, dia kenali tapi tidak bisa ingat pernah bertemu dimana.

Lewat tengah malam, Viola bersama gerobak berisi tubuh seorang pria yang pingsan sampai di rumahnya. Lampu rumahnya masih dalam keadaan mati yang berarti kakak laki-lakinya belum kembali atau mungkin tidak pulang lagi malam ini.

“Och kamu sangat berat! Apa yang kamu makan huh? Apakah kamu terlalu banyak dosa sehingga tubuhmu sangat berat sekali untuk ku bawa ke rumah dan memberikan bantuan padamu!” Viola menggerutu sekaligus terkekeh dengan ucapannya,

‘tubuh banyak dosa sehingga jadi berat, memangnya ada kaitannya?’

Viola pernah belajar di sekolah kedokteran sebelumnya meski dia tidak melanjutkan karena keterbatasan biaya dan dia tidak ingin merepotkan kakaknya yang menurut Viola adalah pengangguran kelas kakap, tapi terkadang kakaknya itu bisa memberikan uang banyak pada Viola namun seringnya tidak memiliki uang.

Dengan telaten Viola melepaskan pakaian sang pria yang masih pingsan tersebut, mengelap tubuhnya dengan air sehingga terlihat posisi lukanya di bagian mana saja. Bagian perut dan pundaknya terlihat bolong seperti luka tembak, darah segar masih terus mengucur keluar. Segera Viola mengambil es batu di kulkas dan kotak penyimpanan peralatannya praktek kuliah kedokteran dulu.

“Aku akan mengeluarkan peluru di dalam perutmu, peralatanku hanya ada seadanya, bertahanlah! Ku harap kamu tetap bisa hidup dan aku tidak akan meminta bayaran apapun padamu, cukup jadilah orang baik!”

Viola sudah sering melakukan operasi ilegal mengeluarkan peluru dari tubuh kakaknya dan menghentikan pendarahan sehingga dia cukup percaya diri bisa mengeluarkan peluru dari tubuh pria yang kini terbaring di lantai rumahnya tersebut. Di rumahnya juga masih ada stok cairan infus yang bisa dia berikan kepada pria yang cukup tampan setelah Viola membersihkan tubuh dan wajah pria yang dia tolong itu memperlihatkan wajah cukup tampan dan semakin terasa familiar bagi Viola.

Selama satu jam, dengan keringat bercucuran, Viola selesai mengeluarkan tiga butir peluru dari tubuh sang pria. Dua butir di bagian perut dan satu butir di pundaknya.

“Kamu cukup beruntung peluru itu tidak mengenai organ vitalmu dan juga sangat terberkati karena bertemu denganku yang baik hati ini. Jika kamu bertemu orang lain, kamu mungkin akan dibiarkan mati kehabisan darah di tempat sampah tadi,” tutur Viola sambil menjahit bekas luka operasi ilegalnya dan menutupinya dengan plester khusus luka tembak.

Pria yang di depan Viola sedikit bergerak dan mengerang lirih.

“Oke, aku mengerti! Kamu berterima kasih padaku? Aku terima ucapan terima kasihmu,” ujar Viola terkekeh, mengelap wajahnya sendiri dari keringat yang bercucuran dan tubuhnya benar-benar terasa sangat lelah sekarang.

Tanpa sadar Viola tertidur di samping sang pria, tidak sempat merapikan peralatan operasinya dan menyimpannya kembali ke tempatnya.

Andreas—nama pria yang di selamatkan Viola terbangun saat matahari masuk melalui celah jendela tepat menerangi matanya. Andreas mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, dia berbaring di lantai dan ada seorang gadis muda yang meringkuk di sebelahnya juga peralatan medis yang berantakan di sekitar seperti plastik bekas plester, tutup jarum infus, kapas dan kain kasa penuh noda darah.

Andreas menaikkan wajahnya ke atas sedikit untuk melihat ke bagian perutnya yang sudah di plester. “Kamu menyelamatkanku? Terima kasih!”

Andreas belum bisa bangkit, sepertinya dia cukup banyak kehilangan darah, infus di pergelangan tangannya juga tinggal sedikit. Jemari Andreas yang panjang dan lentik, menoel pipi Viola yang masih tertidur pulas di sebelahnya.

“Hei, kalau bantuin jangan setengah-setengah dong. Infusku sudah mau habis, cepat ganti!” ucap Andreas masih ada nada sombong di suaranya terus menoel pipi Viola.

Viola yang merasakan pipinya di toel, dia berpikir itu adalah nyamuk dan meraba wajah tanpa membuka matanya.

“Hei …hei, bangun!” panggil Andreas sedikit lebih kencang.

“Kakak! Jangan ganggu aku, aku masih sangat mengantuk!” igau Viola yang berpikir kakaknya pulang dan membangunkannya.

Andreas beringsut mendekati Viola, dengan jari jempol dan telunjuknya, dia membuka paksa mata Viola.

“Aku bukan kakakmu. Itu infusnya sudah mau habis, apakah kamu masih memiliki stok baru?”

Viola terkejut melihat wajah pria asing di depannya, bukan wajah kakaknya yang suka iseng padanya. Lalu dia membuka kedua matanya dan baru menyadari jika dirinya semalam baru saja menyelamatkan orang.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Lucyana

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku