Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Palsu Suamiku

Cinta Palsu Suamiku

Ida Nur Khasanah

5.0
Komentar
550
Penayangan
55
Bab

Anisa dan Aldi menikah dan punya dua anak yaitu Luna dan Syailendra. Namun, pernikahan mereka selalu diusik oleh Ibu Aldi yang bernama Lastri. Aldi lebih mementingkan Ibunya dibandingkan anak dan istrinya. Bagi Anisa cinta Aldi padanya hanya cinta palsu belaka. Hingga akhirnya Anisa menggugat cerai Aldi. Bagaimana setelahnya?

Bab 1 Uang Belanja

Di dalam rumah berukuran 9x9 meter itu tinggallah satu keluarga. Aldi yang merupakan suami dari Anisa bekerja sebagai karyawan di sebuah kantor yang cukup terkenal. Selain mereka, ada dua buah hatinya Luna dan Syailendra yang biasa dipanggil Lendra. Usia Luna 9 tahun dan Lendra 3 tahun.

Terdengar suara teriakan dari kedua anak Anisa, “Ibu, makan!” teriak Luna yang sedari tadi sudah merasakan lapar karena pulang dari sekolah.

Anisa berjalan tergopoh-gopoh menuju meja makan. Luna memandang makanan yang dibawa Anisa. Dia menatap makanan itu dengan tatapan tidak suka.

“Ini makanannya, silahkan dimakan!” perintah Anisa lalu duduk dan menyuapi Lendra. Makanan yang ada di depan Luna belum disentuh sama sekali. “Makanlah Luna! Bukannya sedari tadi kamu lapar!” perintah Anisa.

Luna tidak menjawab, dia berlari menuju kamarnya. Anisa tahu mengapa putrinya tidak mau makan. Dia bosan dengan menu makanan yang disediakan Anisa. Hampir setiap hari Anisa hanya bisa memasak, tahu, tempe, telur, mie, sosis itu saja.

Mereka makan daging ayam jika dapat dari tetangga yang hajatan. Itupun sangat jarang, Luna lebih sering protes saat makan. Namun, Anisa hanya bisa menerima semuanya karena uang belanja yang diberikan Aldi tidak cukup untuk makan enak.

Setelah selesai menyuapi Lendra, Anisa membawa nasi Luna ke kamar. “Luna, bersyukurlah kita masih bisa makan meskipun hanya dengan telur dan nasi saja,” kata Anisa mendekati putrinya. Dia duduk di samping Luna, ada rasa kasihan pada Luna. Anisa hanya bisa berharap Aldi akan segera berubah.

Mungkin karena sangat lapar, akhirnya Luna mau makan. Setelah makanannya habis, dia segera tidur siang. Anisa keluar dari kamar Luna. Pandangan mata Anisa tertuju pada sepatu Luna yang ada di rak sepatu. Sepatu itu telah sobek di beberapa tempat, pantas saja kemarin Luna merengek minta beli sepatu.

**

“Mas, saya minta uang lebih minggu ini. Sepatu Luna sudah rusak. Kasihan kalau dia terus memakainya,” ucap Anisa pada Aldi yang sedang duduk membaca koran.

Belum ada jawaban, Aldi masih asyik membaca koran. Sedangkan Anisa menunggu jawaban Aldi saat ini. Merasa tidak ada jawaban, Anisa beranjak dari tempatnya. Dia tidak mau berlama-lama dekat dengan suaminya, jika ucapannya tidak pernah di dengar.

Baru beberapa langkah Anisa berjalan, Aldi berkata, “Berhematlah dalam berbelanja, belilah sepatu dari uang sisa belanja kamu tiap minggu!” perintah Aldi. Padahal dia sendiri tahu uang belanja yang dia berikan saja tidak cukup untuk biaya makan sehari-hari.

Anisa berbalik arah dan kembali ke tempatnya semula. Dia mendekati Aldi, “Mas, uang belanja aku setiap minggu hanya seratus ribu. Bagaimana bisa ada sisa?” tanya Anisa sedikit protes. “Luna saja sering mogok makan karena lauk kita selalu itu-itu saja,” kata Anisa sedih.

“Ajari Luna mensyukuri makanan. Jangan dibiasakan manja dengan makan enak,” kata Aldi. “Sebagai istri harusnya kamu juga membantu aku bekerja, bukan ongkang-ongkang kaki di rumah.” Aldi meletakkan korannya diatas meja.

Anisa diam saja, dia masuk ke dalam kamar dan menangis di samping Syailendra yang sedang tertidur pulas. Beruntung Syailendra sudah mau lepas pempres jadi mengurangi uang belanja Anisa. Terdengar deru sepeda motor Aldi tampaknya pria itu keluar rumah. Anisa melihat dari jendela Aldi telah pergi.

Anisa keluar kamar, dia mengangkat jemuran karena sudah sore. Luna keluar dari kamarnya, melihat bapaknya tidak ada di rumah dia mendekati ibunya.

“Luna dengar, Ibu tadi mau belikan Luna sepatu. Tetapi bapak tidak memberi uang, kan, Bu?” tanya Luna sedih. “Kalau Ibu harus kerja, Lendra biar Luna yang ajak main. Luna mau Ibu punya uang sendiri biar nggak mengandalkan bapak. Lihat bapak sudah tidak peduli dengan keperluan kita, Bu,” kata Luna.

“Nanti Ibu pikirkan, Luna jangan sedih. Ibu usahakan beli sepatu untuk Luna.” Anisa masuk ke dalam rumah membawa baju dari jemuran.

Ada rasa kasihan pada Lendra jika Anisa bekerja. Namun, kebutuhan menuntutnya untuk bekerja. Apalagi suaminya tidak bisa diandalkan lagi. Entah uang gajinya untuk apa selama ini. Gajinya 5 juta tetapi hanya diberikan Anisa 400ribu sampai 500ribu per bulan. Listrik dan air dibayar Aldi sendiri sedangkan untuk hal lain Anisa harus berusaha sendiri.

Anisa melipat baju sedangkan Luna mandi. Lendra sudah bangun dan mendekati Anisa. Dia duduk di dekat Anisa, Lendra sering dibilang anak kurang gizi oleh para tetangga. Badan Lendra kurus padahal dia makan tiga kali sehari sama seperti temannya.

“Anisa… dimana Aldi?” tanya ibu mertua Anisa yang bernama Bu Lastri. Dia terlihat ada keperluan penting sehingga mencari Aldi sore-sore begini.

“Mas Aldi keluar, Bu. Nisa tidak tahu kemana dia pergi,” jawab Anisa. “Ada perlu apa, Bu? Biar nanti aku sampaikan mas Aldi?” tanya Anisa penasaran.

Bukannya menjawab Lastri justru keluar rumah dan menunggu Aldi di teras. Saat Aldi pulang, Lastri langsung mendekat.

"Darimana saja kamu? Ibu sudah menunggu kamu sedari tadi." Lastri sepertinya tidak sabar dengan kedatangan Aldi.

"Habis beli kuota, Bu. Lagian ngapain Ibu kesini? Kan bisa nanti saya antar uangnya. Kalau Ibu kesini takut ketahuan Anisa, Bu." Aldi masih duduk diatas sepeda motornya.

“Di, mana uangnya?” tanya Lastri. "Ibu butuh uang itu sekarang. Biasanya kamu ngasih Ibu tanggal 5 sekarang sudah tanggal 7." Lastri protes pada Aldi. Anisa yang samar-samar mendengar pertanyaan Lastri, dia mengerutkan kening. Pasalnya mertua Anisa itu selalu meminta uang pada Aldi tanpa sepengetahuan Anisa.

Setiap habis gajian, Lastri selalu menemui Aldi. Jika tidak ada Aldi, Lastri langsung pulang tanpa mau berbicara pada Anisa. Ada rasa kesal pada Anisa karena Lastri juga sering ikut campur urusan rumah tangga Aldi.

“Sabar Bu, Aldi ambilkan,” ucap Aldi memarkir sepeda motornya lalu masuk ke dalam rumah. Aldi tidak menyapa Anisa melainkan langsung masuk ke dalam kamar. Beberapa detik kemudian Aldi keluar dengan gugup.

Lastri tampak senang melihat Aldi membawa uang yang dia minta, “Ini Bu, uangnya. Jangan sampai Anisa tahu,” kata Aldi pelan sembari memberikan uang itu pada Lastri. Belum sempat uang itu jatuh ketangan Lastri, Anisa sudah mengambilnya terlebih dahulu.

“Uang apa ini, Mas? Kenapa aku tidak boleh tahu?” tanya Anisa melotot kearah Aldi. Aldi langsung tertunduk. Begitu juga dengan Lastri yang berharap tidak ketahuan. Aldi diam saja, membuat Anisa semakin geram.

Dalam hati Lastri ingin merebut uang yang diambil Anisa. Tetapi dia takut jika Anisa menghalangi dia untuk mendapatkan uang dari Aldi. Bagi Lastri Aldi adalah tambang emasnya. Yang akan memberi dia uang setiap bulan. Lastri tidak pernah peduli, betapa kesalnya Anisa jika tahu uang hak dia dan anaknya diberikan pada mertuanya.

“Tolong kalian jelaskan, uang apa ini!” perintah Anisa. Anisa menatap Aldi lalu Lastri, tetapi semua masih diam saja mendengar pertanyaan Anisa.

“Uang belanja kamu yang aku potong,” jawab Aldi. Anisa tidak menyangka ternyata selama ini jatah uang belanja Anisa untuk keluarga dipotong tanpa dibicarakan terlebih dahulu. Anisa tidak bisa mentolerir perbuatan Aldi yang satu ini. Aldi sudah keterlaluan pada istri dan anaknya.

Anisa membawa kembali uang yang dia ambil dari Aldi. Anisa tidak akan memberikan uang itu pada Aldi lagi. Selama ini mereka berhemat bahkan makan seadanya tetapi Aldi tidak peduli.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Ida Nur Khasanah

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku