Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
SILUMAN HARIMAU
5.0
Komentar
2.4K
Penayangan
69
Bab

#Cover from pixabay.com. Zola tidak menyadari kalau darah yang mengalir dalam tubuhnya adalah darah siluman. Semua itu bermula ketika kakeknya dulu bersekutu dengan siluman harimau di pedalaman Kalimantan barat. Zola baru menyadari semua itu setelah ia melanggar pantangan, yaitu berhubungan intim dengan lelaki lain. Dalam perjanjian dengan siluman harimau, kakek serta keturunannya hanya boleh berhubungan dengan pasangan sedarah. Bisakah Zola dan Arman kekasihnya membatalkan perjanjian tersebut agar bisa menjalani kehidupan normal layaknya orang lain.

Bab 1 MALAM JAHANAM

Awan hitam bergulung gulung berarak dari barat menuju timur memayungi desa Air Durian. Sesekali kilat menyambar nyambar bagai cambuk api membelah cakrawala dan memancarkan pijar sesaat.

Zola mempercepat langkahnya menuju rumah dinas mantri Arman. Andai saja belum jauh dari rumah, tentu Zola kembali pulang mengurungkan niatnya mengantarkan makanan atas suruhan nenek.

Apa yang dikhawatirkan akhirnya terjadi, hujan deras turun tiba tiba disertai angin tepat saat Zola memasuki halaman rumah dinas mantri Arman.

Mantri Arman panik begitu membukakan pintu dan melihat Zola basah kuyup.

"Ayo masuk, masuk. Kenapa tau mau hujan gini nekat kemari," gerutu Arman.

"Disuruh nenek," jawab Zola seraya menggigil kedinginan.

"Buruan mandi, aku siapkan gantinya."

Zola berjingkat jingkat kekamar mandi sementara Arman mengambil sarung dan kaosnya karena ia tidak punya pakaian wanita.

Usai mandi Zola duduk di kursi mengangkat kedua kakinya sambil menyeka perut dan telapak kaki dengan teh panas yang baru saja disedu Arman.

"Ini apa lagi?" tanya Arman seraya membuka rantang plastik yang dibawa Zola dari neneknya.

"Rendang daging rusa. Minggu kemarin paman Nusui berburu dapat rusa dan babi. Nenek beli tiga kilo daging rusa."

"Babinya?"

"Dijual paman Nusui

ke kampung."

"Kirain dipotong disini juga."

Arman mengambil piring dan gelas kosong untuk mereka berdua.

"Ayo, kebetulan aku belum makan juga," kata Arman sambil menyodorkan piring untuk Zola.

"Belum makan atau tidak ada yang dimakan?" tanya Zola.

Ia tau hari hari Arman sering makan mie instan kadang ikan kaleng.

Arman bermaksud mencubit pipi Zola, namun urung. Ia menahan nafas, menelan ludah demi melihat tonjolan di dada Zola yang menyembul. Arman baru menyadari kalau Zola tidak mengenakan bra, sementara kaos Ilham yang dipakainya tipis transparan.

Setelah makan berdua, Arman melanjutkan menulis laporan dengan laptop, sedangkan Zola duduk bersedengku disampingnya.

"Bilang nenek, nggak usah sering sering kirim makanan, nggak enak diliat orang."

"Jangan pedulikan orang mas, lagian siapa yang berani menegur mas Arman kalau mereka tau itu dari nenek."

Arman terdiam. Sejak ia ditugaskan didesa terpencil tersebut enam bulan lalu sebagai tenaga medis, Ia sudah mengalami banyak kejanggalan. Seperti kasus yang dialami neneknya Zola.

Nenek Zola yang sakit saat itu hanya ditangani dukun lokal dengan pengobatan tradisional yang melibatkan unsur mistis. Menurut keterangan sang dukun, nenek Zola terkena wisa, atau barang kiriman yang sudah dibuang oleh pengirimnya.

Setelah dipaksa Nusui agar nenek berobat pada mantri Arman, penyakit yang diderita nenek berangsur angsur sembuh, setidaknya setelah minum obat dari Arman, nyeri dilambungnya berkurang. Ternyata nenek hanya mengalami mag, hingga asam lambungnya sering naik.

Sejak saat itu nenek merasa berhutang budi pada mantri Arman, padahal itu memang kewajiban ditugaskan disitu. Sebagai tanda terimakasihnya nenek sering mengirim makanan mau pun buah buahan untuk Arman.

Karena seringnya nenek menyuruh Zola mengirim makanan untuk Arman, tanpa disadari tumbuh benih benih cinta antara Arman dan Zola.

Arman hampir melupakan kalau dirinya seorang mantri kesehatan sedangkan Zola hanya gadis dusun di pedalaman Kalimantan yang hanya tamatan sekolah dasar. Tapi karena benih cinta sudah terlanjur ditabur, status pendidikan itu pun terabaikan.

Arman terkejut, Zola hampir terjatuh dari kursi karena mengantuk.

"Tidur di kamar sana, nanti kalau hujan sudah reda aku bangunkan,"kata Arman.

Zola berjalan gontai masuk kamar. Arman kembali melanjutkan menulis laporannya sedikit lagi. Sesekali ia melirik jam dinding, sudah jam enam, namun hujan belum juga reda.

Selesai menulis laporan dan langsung dikirim ke dinas kesehatan Ketapang via email, ia bangkit. Berjalan kearah pintu, menyibakkan korden jendela melihat halaman.

Halaman nyaris tergenang air akibat lebatnya hujan. Sesekali masih terdengar petir menggelegar menggetarkan kaca jendela. Konon bila hujan disertai petir sampai menyambar nyambar

hingga ketanah, pertanda kalau di bawah tanah tersebut mengandung mineral sejenis biji besi dan sejenisnya.

Arman mulai gelisah manakala hari mulai senja, namun hujan belum juga reda. Tentu nenek dirumah mengkhawatirkan Zola. Tapi bagaimana musti mengantarnya pulang sedangkan Ilham tidak punya payung atau mantel hujan. Memaksanya pulang dalam keadaan seperti ini tidak mungkin sementara pakaiannya sudah basah dan ia hanya mengenakan kain sarung serta kaos tipis miliknya.

Arman mondar mandir diruang tamu berharap hujan segera reda. Diluar hari sudah gelap. Ia melihat dari ventilasi kamar lampu belum dinyalakan. Rupanya Zola benar benar tertidur pulas.

Sekitar pukul sembilan Arman mengantuk, ia masuk kamar langsung menyalakan lampu. Begitu melihat posisi tidur Zola yang berantakan, darah Arman berdesir hingga keubun ubun. Kain sarung yang dikenakan Zola tersingkap hingga diatas perut, sedangkan ia tidak mengenakan celana dalam hanya sarung dan kaos.

Jantung Arman berdebar debar seketika. Nafas memburu tak beraturan, dengan tangan gemetar ia menarik selimut untuk menutupi tubuh Zola yang membangkitkan hasrat. Namun Ilham masih dapat mengendalikan diri mengingat siapa dirinya disitu dan untuk apa pemerintah daerah mengirimnya kesitu.

Ketika Arman menarik selimut untuk menutupi tubuh Zola, ia terkejut Zola reflek menangkap tangannya dan menarik Arman hingga jatuh tersungkur menindih Zola, wajah mereka nyaris beradu.

Zola menahan bahu Arman saat ia hendak bangkit, selanjutnya ia pasrah dengan memejamkan mata. Kali ini pertahanan Arman rontok seiring bergejolaknya hasrat jiwa yang menggelegak.

Arman melumat bibir Zola, leher dan kedua puting yang masih putih. Tidak puas sampai disitu, lidahnya terus mengembara hingga menemukan lembah nun jauh disana dan mengacaunya membuat Zola menggelinjang seraya mendesah panjang.

Saat Arman membenamkan kejantanannya dan mulai mengayun pinggulnya maju mundur, Zola mengerang menikmati kejantanan Arman yang luar biasa.

Sementara diluar hujan mulai reda. Rintik hujan yang menimpa genteng seng rumah dinas menimbulkan suara laksana simponi yang mengiringi kebersamaan mereka. Suara itu makin sempurna ditimpal desah nafas dan rintihan birahi Zola. Arman sudah tidak kuasa lagi mengendalikan diri, ia semakin bergairah mendengar desah dan rintihan Zola.

Ketika Zola merasa diambang klimak, ia mendorong tubuh Arman untuk bertukar posisi. Beberapa saat berselang Zola menggelinjang mendapatkan klimaknya,bersamaan dengan itu sedikit demi sedikit tubuhnya berubah menjadi wujud harimau.

Arman lemas lunglai tak berdaya. Keringat dingin membanjiri sekujur tubuh. Ia memejamkan mata rapat rapat saat sosok harimau tersebut membuka mulut lebar lebar, sepasang gigi taringnya yang runcing menyembul siap merobek robek tubuh Ilham.

Arman bangkit, duduk bersedengku disudut ranjang dengan gemetar ketika harimau tersebut meninggalkannya keluar kamar menuju pintu belakang. Mulut Arman kelu tak kuasa berkata apa apa. Jangankan berteriak minta tolong, membuka mulut saja tidak bisa.

Dari belakang terdengar suara ayam panik, kemudian senyap. Arman yang mulai tenang tiba tiba terkejut, gemetaran begitu Zola kembali ke kamar dalam keadaan telanjang bulat dengan wujud aslinya. Dari sudut bibirnya masih tersisa darah dan bulu bulu ayam.

"Maaf mas, saya bisa jelaskan ini," kata Zola sambil meraih kain sarung dan mengenakannya kembali bersama kaos Arman.

Arman diam tak bergeming, tubuhnya masih gemetar. Zola menuangkan air putih untuk Arman kemudian duduk dibibir ranjang. Tertunduk sedih.

"Apa yang terjadi dengan dirimu, kenapa semua ini bisa terjadi?" tanya Arman memberanikan diri melihat Zola menunduk sedih memikirkan nasib dirinya.

"Semua ini gara gara kakek. Aku ikut menanggung akibatnya," kata Zola mulai terisak.

"Kenapa dengan kakek, apa yang ia lakukan sehingga kamu begini."

Zola bercerita bahwa dulu kakeknya adalah seorang tumenggung di kerajaan Manis Mata, namanya tumenggung Wira. Saat kerajaan Manis Mata diserang oleh laskar kyai Gede dari Kotawaringin, kakek dan Mirah adiknya melarikan diri ke hutan.

Dalam pelariannya kakek dan Mirah bertemu dengan Datuk Poleng penguasa hutan. Mereka bertempur, namun kakek kalah. Sebagai hukuman atas kekalahannya kakek diminta menikahi Serunai anak Datuk Poleng.

Kakek hidup tenang bersama Serunai dan Mirah di tengah hutan, namun dalam pandangan kakek dan Mirah, mereka hidup disebuah rumah mewah.

Suatu malam tanpa sengaja Mirah memergoki Wira dan Serunai tengah berhubungan intim di kamarnya, kebetulan kama Wira tidak terkunci dan sedikit terbuka.

Mirah gemetar, nafas terputus putus, jantung berdebar debar. Reaksi Mirah bukan karena melihat adegan panas yang dilakukan mereka berdua, tapi karena Wira kakaknya bersetubuh dengan harimau.

Beberapa hari berselang Mirah baru tau kalau ternyata kyai Poleng dan Serunai adalah siluman harimau.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Didit suryadi

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku