Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mimpi Gengster Tenor

Mimpi Gengster Tenor

cristhina

5.0
Komentar
102
Penayangan
3
Bab

Siapa sangka setiap Ketua Genster harus selalu garang, berotot baja, dan lekat dengan tato di dada? Bayu, ketua Gengster paling lembut sedunia. Walau ia sangat baik dan lembut, Bayu lelaki paling segani para anak buahnya. Di usianya yang masih muda, Bayu di tunjuk sebagai ketua di satu kota untuk menjalankan sebuah club malam, dengan bisnis antek-anteknya yang haram. Satu sisi, dia sangat menghargai majikannya yang mengangkat harkat derajatnya jadi lebih mahal. Sisi lain, hati kecilnya lebih dominan untuk mewujudkan cita-cita kakeknya jadi seorang penyanyi tenor terkenal. Kebingungan terjadi saat dia harus memilik salah satunya. Karena hanya ada satu pilihan di lingkar malam itu. Masuk dan jadi kaya, atau keluar tanpa nama. Apa yang akan ia pilih untuk kehidupannya? Jangan lupa riview, rate, dan masukan kedalam rak untuk mengaktifkan notifikasinya.

Bab 1 Petaka Pak Bronz

"Iya! ya! ya! Tunggu sebentar! aku akan segera sampai!" papar Pak Bronz.

Di tengah cahaya matahari berwarna keemasan, ia mengemudikan mobil tuanya dengan santai.

Walau usia mobil itu sudah tua, tapi suara dan performa laju mobil sangat mengesankan menurutnya.

Audio di samping stir mobil pun menyala dengan sangat merdu.

Kemanapun ia pergi, suara audio itu selalu menemaninya dengan menggelagar.

Lantunan lagu lawas selalu ia dendangkan.

Terlebih dia sangat menyukai lagu-lagu yang memiliki kekuatan suara tenor untuk lelaki, dan Sopran untuk perempuan.

Karena melihat waktu yang berjalan dengan cepat, ia pun bersenandung sambil mengemudikan mobil dengan kekuatan tinggi.

"Ck, di hari libur saja aku masih harus berangkat kerja? Sekolah macam apa ini?" decak Pak Bronz pada dirinya sendiri.

Lama mendumel, ia lupa mengendalikan emosinya. Sampai-sampai konsentrasi menyetir pun tak bisa ia kendalikan.

Sebelum sampai ke tempat tujuannya, Pak Bronz berniat menyamping mencari toilet.

Namun saat ia memarkir mobil di pinggiran jalan, ia telat menginjak pedal rem pada mobilnya.

Bim! bim! Brak!

Suara mobilnya menghantam salah satu mobil mewah yang terparkir di depannya.

"Aduh! Sial! bagaimana ini?" gerutunya sambil menepak jidat.

Guru musik berambut kriting dan berbadan tinggi itu akhirnya menarik nafas panjang.

Lalu dengan santai keluar dari mobil tua itu seraya pura-pura bertingkah lurus.

Namun pertahanannya seketika menciut. Saat melihat tiga orang bertubuh besar dan kekar keluar dari mobil lawan.

Tato yang menempel di pelipis matanya menandakan mereka bukan orang baik-baik.

Pak Bronz mengubah strategi menjadi bersikap baik.

"A-ada apa ini?" tanya Pak Bronz berpura-pura polos.

Mereka menjawab dengan kompak menggunkan gerkan mata yang melotot, dan tangan bertolak pinggang.

"Kamu pikir ini murah?" sergah salah satu lelaki bertubuh kekar itu.

"Ta-tapi? Lihatlah! Mobil anda hanya tergotes kecil, lain dengan bamper mobil miliku?" elak Pak Bronz melirik bamper mobilnya yang sudah ringsek tak beraturan.

"Bos kita akan marah tentang ini!" balas lelaki bertubuh besar satunya lagi.

"Hah? Bos? mana bosmu? ya sudahlah kita berdamai saja! Aku sedang sibuk, berapa yang harus aku bayar?" cerocos Pak Bronz sambil mengeluarkan dompetnya.

"Kamu pikir kita pengangguran? hah?" sergah berandalan itu sambil meremas kerah baju Pak Bronz yang sudah dilicin dengan rapi.

Suasanapun semakin memanas.

Hal yang tak di inginkan Pak Bronz akhirnya terjadi juga, ia harus menyiapkan sebuah perlawanan untuk perlindungan dirinya.

"Ada apa ribut-ribut?" suara di balik mobil itu kini semakin jelas setelah jendela kaca mobil mewahnya turun secara otomatis.

Derap sepatu hitam pekat nan mengkilat membuat semua keributan terhenti.

Ketiga lelaki bertubuh kekar sontak berjejer rapi dan menekuk kepala untuk kedatangan majikannya.

Di kira orang di balik sepatu itu akan tinggi besar, namun malah sebaliknya.

Badan kerempeng, bercat rambut warna merah, memakai jas hitam itu adalah ketua dari gengster Elang.

Nama gengster itu sudah sangat terkenal sekali.

Hingga setiap lelaki kerempeng itu menampakan dirinya, semua orang yang melirik pasti menundukan kepala.

"Ini bos! dia tidak mau minta maaf!"

"Owh ... Ngeyel?" bibirnya tersenyum sumbing semakin mendekati Pak Bronz.

Ketika itu pun dia merasa sangat terancam. Pak Bronz berusaha menurunkan pundaknya dan merendah di hadapan lelaki yang di sebut ketua gengster itu.

Plak! Plak! Plak!

Sepatu mahalnya melewati tubuh Pak Bronz begitu saja, dan malah melihat kedalam mobil milik Pak Bronz.

Ia menyetarakan kepalanya, dan melihat kesemua arah dalam mobil dengan liar.

Ia mendengar lagu bersuara tenor di balik audio mobil itu, dan tersenyum lebar.

"Hemh ... Audionya terlalu bagus untuk mobil rongsokan seperti ini! seret mobilnya, dan beri dia uang secukupnya!" papar Bos Bayu dengan sangat tegas.

"Apa?" Pak Bronz terkejut.

"Baik laksanakan Bos!"

Semua sigap melaksanakan titah dari ketua geng dan untuk mengurangi kerusuhan, dua orang dari mereka memegangi tubuh Pak Bronz dengan kuat.

Dan salah satu di antara mereka pun melajukan mobil untuk di bawa ke suatu tempat.

"Hahahhaha!" Bos Bayu tertawa lantang melihat tontonan seperti itu.

***

Setelah waktu berselang lumayan lama, Pak Bronz sampai di tujuannya untuk mendatangi kepala sekola dengan bibir yang sudah lebam.

"Apa yang terjadi pada anda? lucu sekali melihat guru garang seperti anda bisa lebam seperti itu?" ledek Pak Kepala sekola.

"Hemmh, ini ulah berandalan itu." pekiknya jengkel.

"Sudahlah! Aku menyuruh anda datang kemari, untuk membaca data ini! Lihatlah!" pinta Kepala Sekolah.

"Hah? apa ini? data seorang murid? Ck! Ck! Ck! Sudah di tolak empat sekolah? lebih jelasnya lagi di keluarkan!" jelasnya sambil berdecak meledek sang Kepala sekolah.

"Jangan seperti itu! Dia ini anak terkaya di kota kita!"

"Kaya tidak jadi ukuran!"

"Tapi suaranya benar-benar sangat menggelegar sampai membangkitkan buli kudukku, jangankan bulu kuduk, bulu ketiak aku pun ikut berdiri mendengar suaranya,"

"Jangan berlebihan! Jadi apa urusannya denganku?"

"Aku ingin anda memberinya kelas vokal! Ini semua demi kelanjutan sekolah kita! ayolah! aku mohon!" rayu Kepala sekolah meronta-ronta terus menggoyahkan tubuh Pak Bronz.

"Sudah-sudah aku mohon hentikan!"

Selang beberapa detik, pintu kantor terbuka tanpa di ketuk terlebih dahulu.

Semua perselisihan Pak Bronz dengan Kepala sekola seketika terhenti.

Kedua pasang mata teruju pada pintu yang terbuka.

Wakil kepala sekola masuk dengan setumpuk berkas dan tugas para siswa.

Namun rasa terkejut semakin tumpang, saat Pak Bronz melihat seorang lelaki kerempeng memakai jas hitam pekat berjalan mengiringi langkah Wakil kepala sekolah dengan sombongnya.

Matanya membelalak terkejut.

Hatinya terbakar seolah ingin meluapkan kemarahannya.

"Selamat siang! senang bertemu dengan anda kembali," sapa Bayu santai tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun.

"Jadi ... Anak ini murid vokalku selanjutnya?" sergah Pak Bronz tersenyum sinis sambil mengangkat-angkat pipinya yang masih lebam.

***

Wih... Orang yang serang itu ternyata calon guru vokalnya.

Mau tau apa yang akan terjadi pada Bayu?

Baca selanjutnya

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh cristhina

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku