Jika lahir dari rahimmu kau sebut sebagai hutang Bu, maka kuserahkan tubuh ini untuk menebusnya. Mungkin cacat ini akan membuat hatimu luluh, hingga ampunan terucap dari hatimu yang tulus.
"Berhenti di sana, selangkah saja kakimu keluar dari pintu jangan anggap lagi aku Ibumu dan ku haramkan ASI yang telah ku berikan padamu!" Tersentak dan kaku tubuh ini mendengar ucapan Ibu. Seperti ada badai petir dalam hati. Kembali ku langkahkan kaki memasuki rumah.
"Baik Bu, jika di lahirkan dari rahimmu kau sebut sebagai hutang, maka Gilang serahkan tubuh ini untuk menebus nya." Lirih kata yang keluar dari mulut ini. Ku tahan sesak dan bimbang dalam hati. Vina sedang kontraksi, dia sendirian di rumah. Sedangkan Ibu menahan ku di sini.
[Ya Allah, hamba pasrahkan keselamatan Istri dan Anak Hamba dalam kuasa Mu.] Batin ku merintih sakit.
"Bagus, Ibu kira kamu akan terus melawan. Ternyata kamu masih paham cara menghormati Ibu." Ketus Ibu mencerca ku.
"Gilang mohon Bu, saat ini Vina membutuhkan Gilang. Vina akan melahirkan Bu, sudah terasa kontraksi dari dua jam yang lalu. Ijinkan Gilang pergi dan membawa Vina ke Bidan . Hanya ke Bidan Bu, bukan ke klinik atau Rumah Sakit kalau menurut Ibu itu pemborosan. Gilang mohon Bu."
"Tidak! Kau tetap di sini!Telepon saja Bidannya untuk datang ke kontrakan mu!" tolak Ibu dengan tegas
"Vina juga butuh Gilang untuk mendampinginya Bu." Rintihku memelas
"Jangan membantah Gilang, Kau anak lelaki ku satu-satunya yang ku perjuangkan dari bayi sampai sebesar ini seorang diri. Surga mu ada pada ku Ibu mu. Paham kamu?!" seru Ibu tegas.
"Vina akan melahirkan cucu Ibu, darah daging Ibu. Gilang mohon, ijinkan aku pergi Bu."
"Ibu melahirkan mu juga seorang diri. Bapak mu meninggal kecelakaan saat kau masih dalam kandungan.Ibu datang sendiri ke tempat dukun bayi. Ibu juga membesarkan mu seorang diri, tapi setelah kau menikah kau tinggalkan Ibu seorang diri di sini!" ketus Ibu mengingatkanku akan jasanya dalam mengasuhku.
"Bukan begitu maksud Gilang Bu."
"Setelah menikah semua perhatian mu tercurah untuk Istrimu. Kau hanya datang sebulan sekali saat menyerahkan sebagian kecil dari gaji mu, bahkan tidak ada sepermpat nya. Semua untuk istri yatim piatu mu itu. Begini cara mu membalas Budi?" Terhenyak aku mendengar semua ucapan Ibu. Selama ini aku tak pernah sama sekali mendengar keluhan Ibu. Ku pikir semua baik-baik saja.
"Maafkan Gilang Bu, aku yang salah Bu. Gilang yang tidak peka dengan perasaan Ibu. Aku terlalu fokus pada kenyamanan untukVina tanpa sadar itu menyakitimu Bu. Ampuni Gilang Bu!" pintaku dan tangis tumpah ruah berharap Ibu kembali luluh dan memberi ijin padaku mendampingi Vina melahirkan.
"Setelah Ibu sakit dan hampir mati baru kamu bicara seperti ini. Setahun ini kemana saja kamu ? Lupa kalau masih punya Ibu ? . Bahkan setiap ke sini tak lebih dari sepuluh menit setelah menyerahkan sedikit uang langsung pergi . "
Aku betul-betul gelisah memikirkan keadaan Vina. Segera ku ambil handphone dan menelepon bidan Riyani untuk datang membantu persalinan Vina.
Tuuut
Tuuut
Tuuut.
[Assalamualaikum Bu Bidan, Ini saya Gilang Bu, suami dari Vina yang mengontrak rumah di dekat rumah Ibu. Saat ini sepertinya Vina sudah kontraksi Bu mohon bantuannya Bu, segera datang ya Bu ke rumah kami.]
[......]
[Baik Bu secepatnya ya Bu, Mohon maaf merepotkan. Ini saya baru di kota sebelah Bu . Saya Usahakan secepatnya pulang. ]
[......]
[Baik Bu. Terima kasih. Wassalamu'alaikum.]
Tut.
"Gilang sudah telpon bidan Bu. Atau Ibu mau ikut ke rumah Gilang nanti ku pesankan taxi online."
"Kamu ndak lihat Ibu baru sakit!" bentak Ibu.
"Gilang lihat Ibu sehat dan baik-baik saja. Dari tadi juga teriak memarahi aku. Ayolah Bu kita lihat cucu Ibu. Selama ini Vina USG hanya untuk melihat kondisi dan posisi bayi Bu. Jadi belum tahu jenis kelaminnya apa. Katanya biar jadi kejutan Bu. Apa Ibu Ndak penasaran dengan cucu Ibu?" tanya ku merayu berharap Ibu luluh.
"Tidak, biarkan Vina merasakan nikmatnya kesendirian . sebagai balasan untuk kesendirian Ibu selama setahun belakangan ini. Kamu tetap duduk di sini disamping Ibu. Ibu mau tidur. Kepala Ibu tiba-tiba sakit lagi." Ucap Ibu lirih dan memejamkan mata.
[Apa yang harus ku lakukan Ya Alloh.] Batin ku betul-betul bingung dengan keadaan yang ku hadapi saat ini. Mondar-mandir sambil berfikir mencari solusi.
[Lebih baik Aku telepon Bidan Riyani lagi, gimana keadaan Vina sekarang.]
TUUUT
TUUUT
TUUUT
[Hallo, Assalamualaikum Bu. Bagaimana keadaan Vina Istri saya Bu?] tanyaku tak sabar setelah tak beberapa lama panggilanku di angkat.
[ .........]
[Sudah pembukaan enam ya Bu, Baik Bu. Mohon bantuannya ya Bu. Bisa saya bicara dengan Vina Bu?]
[ ........]
[Halo Assalamualaikum Dek, gimana keadaan mu?]
[ .......]
[Iya Dek, Ibu masih sakit. Belum bisa bangun dari pembaringan. Mas juga masih Bingung ini.]
[ ....... ]
[O, begitu ya. Ya Alhamdulillah kalau begitu. Yang sabar ya Dek, yang kuat. Mas yakin kamu bisa. Maafin mas ya . Tidak bisa mendampingi Adek lahiran.]
[...........]
[Iya Dek. Alhamdulillah kalau begitu. Baik. Wassalamu'alaikum.]
[ .........]
TUT.
Kulihat Ibu melirik dari pembaringan nya. Walau sekejap langsung memejamkan mata lagi berpura-pura tidur. Ku Hela nafas kasar. Seiring doa yang terucap dalam hati untuk keselamatan Istri dan Anak ku .
******
Bersambung.
Bab 1 Luka Berdarah Ibu.
11/12/2021
Bab 2 Benarkah Vina Telah Tiada
11/12/2021
Bab 3 Kerasnya Hati Ibu.
11/12/2021
Bab 4 Kelahiran Bayi Laki-laki.
11/12/2021
Bab 5 Kepergian Gilang
11/12/2021
Bab 6 Bu Lastri Kecelakaan.
11/12/2021
Bab 7 Kaki Gilang di Amputasi
11/12/2021
Bab 8 Penyesalan Gilang
11/12/2021
Bab 9 Vina Koma.
11/12/2021
Bab 10 Gilang di Sidang Warga.
11/12/2021
Bab 11 Pergi ke Panti Asuhan.
11/12/2021
Bab 12 Bertemu dengan Bayi Gilang.
11/12/2021
Bab 13 Rahasia Bu Fatma
11/12/2021
Bab 14 Surat Perjanjian
11/12/2021
Bab 15 Akhirnya Rahasia Terungkap.
11/12/2021
Bab 16 Vina Sadar dari Koma
11/12/2021
Bab 17 Bu Lastri Jatuh Sakit.
11/12/2021
Bab 18 Dipaksa Bercerai.
11/12/2021
Bab 19 Bu Fatma Luluh Juga
11/12/2021
Bab 20 Dendam Bu Fatma Kembali Berkobar.
11/12/2021