Cacat Sebagai Penebus Jasa

Cacat Sebagai Penebus Jasa

Qorin Fatchi

5.0
Komentar
200
Penayangan
20
Bab

Jika lahir dari rahimmu kau sebut sebagai hutang Bu, maka kuserahkan tubuh ini untuk menebusnya. Mungkin cacat ini akan membuat hatimu luluh, hingga ampunan terucap dari hatimu yang tulus.

Bab 1 Luka Berdarah Ibu.

"Berhenti di sana, selangkah saja kakimu keluar dari pintu jangan anggap lagi aku Ibumu dan ku haramkan ASI yang telah ku berikan padamu!" Tersentak dan kaku tubuh ini mendengar ucapan Ibu. Seperti ada badai petir dalam hati. Kembali ku langkahkan kaki memasuki rumah.

"Baik Bu, jika di lahirkan dari rahimmu kau sebut sebagai hutang, maka Gilang serahkan tubuh ini untuk menebus nya." Lirih kata yang keluar dari mulut ini. Ku tahan sesak dan bimbang dalam hati. Vina sedang kontraksi, dia sendirian di rumah. Sedangkan Ibu menahan ku di sini.

[Ya Allah, hamba pasrahkan keselamatan Istri dan Anak Hamba dalam kuasa Mu.] Batin ku merintih sakit.

"Bagus, Ibu kira kamu akan terus melawan. Ternyata kamu masih paham cara menghormati Ibu." Ketus Ibu mencerca ku.

"Gilang mohon Bu, saat ini Vina membutuhkan Gilang. Vina akan melahirkan Bu, sudah terasa kontraksi dari dua jam yang lalu. Ijinkan Gilang pergi dan membawa Vina ke Bidan . Hanya ke Bidan Bu, bukan ke klinik atau Rumah Sakit kalau menurut Ibu itu pemborosan. Gilang mohon Bu."

"Tidak! Kau tetap di sini!Telepon saja Bidannya untuk datang ke kontrakan mu!" tolak Ibu dengan tegas

"Vina juga butuh Gilang untuk mendampinginya Bu." Rintihku memelas

"Jangan membantah Gilang, Kau anak lelaki ku satu-satunya yang ku perjuangkan dari bayi sampai sebesar ini seorang diri. Surga mu ada pada ku Ibu mu. Paham kamu?!" seru Ibu tegas.

"Vina akan melahirkan cucu Ibu, darah daging Ibu. Gilang mohon, ijinkan aku pergi Bu."

"Ibu melahirkan mu juga seorang diri. Bapak mu meninggal kecelakaan saat kau masih dalam kandungan.Ibu datang sendiri ke tempat dukun bayi. Ibu juga membesarkan mu seorang diri, tapi setelah kau menikah kau tinggalkan Ibu seorang diri di sini!" ketus Ibu mengingatkanku akan jasanya dalam mengasuhku.

"Bukan begitu maksud Gilang Bu."

"Setelah menikah semua perhatian mu tercurah untuk Istrimu. Kau hanya datang sebulan sekali saat menyerahkan sebagian kecil dari gaji mu, bahkan tidak ada sepermpat nya. Semua untuk istri yatim piatu mu itu. Begini cara mu membalas Budi?" Terhenyak aku mendengar semua ucapan Ibu. Selama ini aku tak pernah sama sekali mendengar keluhan Ibu. Ku pikir semua baik-baik saja.

"Maafkan Gilang Bu, aku yang salah Bu. Gilang yang tidak peka dengan perasaan Ibu. Aku terlalu fokus pada kenyamanan untukVina tanpa sadar itu menyakitimu Bu. Ampuni Gilang Bu!" pintaku dan tangis tumpah ruah berharap Ibu kembali luluh dan memberi ijin padaku mendampingi Vina melahirkan.

"Setelah Ibu sakit dan hampir mati baru kamu bicara seperti ini. Setahun ini kemana saja kamu ? Lupa kalau masih punya Ibu ? . Bahkan setiap ke sini tak lebih dari sepuluh menit setelah menyerahkan sedikit uang langsung pergi . "

Aku betul-betul gelisah memikirkan keadaan Vina. Segera ku ambil handphone dan menelepon bidan Riyani untuk datang membantu persalinan Vina.

Tuuut

Tuuut

Tuuut.

[Assalamualaikum Bu Bidan, Ini saya Gilang Bu, suami dari Vina yang mengontrak rumah di dekat rumah Ibu. Saat ini sepertinya Vina sudah kontraksi Bu mohon bantuannya Bu, segera datang ya Bu ke rumah kami.]

[......]

[Baik Bu secepatnya ya Bu, Mohon maaf merepotkan. Ini saya baru di kota sebelah Bu . Saya Usahakan secepatnya pulang. ]

[......]

[Baik Bu. Terima kasih. Wassalamu'alaikum.]

Tut.

"Gilang sudah telpon bidan Bu. Atau Ibu mau ikut ke rumah Gilang nanti ku pesankan taxi online."

"Kamu ndak lihat Ibu baru sakit!" bentak Ibu.

"Gilang lihat Ibu sehat dan baik-baik saja. Dari tadi juga teriak memarahi aku. Ayolah Bu kita lihat cucu Ibu. Selama ini Vina USG hanya untuk melihat kondisi dan posisi bayi Bu. Jadi belum tahu jenis kelaminnya apa. Katanya biar jadi kejutan Bu. Apa Ibu Ndak penasaran dengan cucu Ibu?" tanya ku merayu berharap Ibu luluh.

"Tidak, biarkan Vina merasakan nikmatnya kesendirian . sebagai balasan untuk kesendirian Ibu selama setahun belakangan ini. Kamu tetap duduk di sini disamping Ibu. Ibu mau tidur. Kepala Ibu tiba-tiba sakit lagi." Ucap Ibu lirih dan memejamkan mata.

[Apa yang harus ku lakukan Ya Alloh.] Batin ku betul-betul bingung dengan keadaan yang ku hadapi saat ini. Mondar-mandir sambil berfikir mencari solusi.

[Lebih baik Aku telepon Bidan Riyani lagi, gimana keadaan Vina sekarang.]

TUUUT

TUUUT

TUUUT

[Hallo, Assalamualaikum Bu. Bagaimana keadaan Vina Istri saya Bu?] tanyaku tak sabar setelah tak beberapa lama panggilanku di angkat.

[ .........]

[Sudah pembukaan enam ya Bu, Baik Bu. Mohon bantuannya ya Bu. Bisa saya bicara dengan Vina Bu?]

[ ........]

[Halo Assalamualaikum Dek, gimana keadaan mu?]

[ .......]

[Iya Dek, Ibu masih sakit. Belum bisa bangun dari pembaringan. Mas juga masih Bingung ini.]

[ ....... ]

[O, begitu ya. Ya Alhamdulillah kalau begitu. Yang sabar ya Dek, yang kuat. Mas yakin kamu bisa. Maafin mas ya . Tidak bisa mendampingi Adek lahiran.]

[...........]

[Iya Dek. Alhamdulillah kalau begitu. Baik. Wassalamu'alaikum.]

[ .........]

TUT.

Kulihat Ibu melirik dari pembaringan nya. Walau sekejap langsung memejamkan mata lagi berpura-pura tidur. Ku Hela nafas kasar. Seiring doa yang terucap dalam hati untuk keselamatan Istri dan Anak ku .

******

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku