Penghinaan Saudari Tiri, Dusta Kekasih

Penghinaan Saudari Tiri, Dusta Kekasih

Gavin

5.0
Komentar
519
Penayangan
18
Bab

Di acara gala Konservatorium Musik Cipta Kencana yang megah, aku, Anindya Larasati, seorang pemain biola penerima beasiswa, akhirnya merasa memiliki tempat. Terlebih lagi, di sisiku ada Bima Wiratama, kekasihku yang tampan dan berkuasa, salah satu anggota dewan wali amanat termuda. Namun kemudian, layar raksasa yang seharusnya menampilkan nama-nama donatur, tiba-tiba menyala. Menayangkan sebuah video yang sangat pribadi-sebuah adegan di kamar tidur-untuk disaksikan oleh seluruh elite Jakarta. Momen paling memalukanku dibajak untuk konsumsi publik. Saat pekikan kaget berubah menjadi bisikan kejam dan tawa mengejek, duniaku hancur berkeping-keping. Bima, yang seharusnya menjadi sandaranku, lenyap tanpa jejak. Beberapa saat kemudian, aku menemukannya, sedang tertawa puas bersama Safira, kakak tiriku. Dia mengakui bahwa seluruh hubungan kami hanyalah "permainan kecil yang lucu" untuk merancang kehancuranku. Dikhianati oleh pria yang kucintai, digiring seperti binatang, aku kemudian diseret ke sebuah gang gelap oleh teman-temannya. Aku mengalami siksaan yang tak terbayangkan: air cabai membakar tenggorokanku, kilatan kamera mengabadikan ketakutanku, dan sebuah besi panas membekaskan luka di bahuku. Semua demi hiburan publik, atas restu Bima yang kemudian, dengan dingin, memerintahkan para penculik untuk "membereskanku". Mengapa dia, pria yang pernah membelaku, merancang kekejaman yang begitu mengerikan? Meninggalkanku hancur dan ditandai, bahkan menginginkan aku musnah. Rahasia kelam apa yang mendorong pembalasan dendam yang bengis ini, dan bisakah aku lolos dari obsesinya yang menakutkan? Pengkhianatan yang brutal dan menyakitkan ini mengubahku. Aku tidak akan hanya bertahan hidup. Aku akan menghilang dari dunianya, dengan caraku sendiri. Membalikkan punggung dari kehancuran yang dia ciptakan untuk menempa masa depan di mana aku, Anindya, akhirnya akan bebas.

Bab 1

Di acara gala Konservatorium Musik Cipta Kencana yang megah, aku, Anindya Larasati, seorang pemain biola penerima beasiswa, akhirnya merasa memiliki tempat. Terlebih lagi, di sisiku ada Bima Wiratama, kekasihku yang tampan dan berkuasa, salah satu anggota dewan wali amanat termuda.

Namun kemudian, layar raksasa yang seharusnya menampilkan nama-nama donatur, tiba-tiba menyala. Menayangkan sebuah video yang sangat pribadi-sebuah adegan di kamar tidur-untuk disaksikan oleh seluruh elite Jakarta. Momen paling memalukanku dibajak untuk konsumsi publik.

Saat pekikan kaget berubah menjadi bisikan kejam dan tawa mengejek, duniaku hancur berkeping-keping. Bima, yang seharusnya menjadi sandaranku, lenyap tanpa jejak. Beberapa saat kemudian, aku menemukannya, sedang tertawa puas bersama Safira, kakak tiriku. Dia mengakui bahwa seluruh hubungan kami hanyalah "permainan kecil yang lucu" untuk merancang kehancuranku.

Dikhianati oleh pria yang kucintai, digiring seperti binatang, aku kemudian diseret ke sebuah gang gelap oleh teman-temannya. Aku mengalami siksaan yang tak terbayangkan: air cabai membakar tenggorokanku, kilatan kamera mengabadikan ketakutanku, dan sebuah besi panas membekaskan luka di bahuku. Semua demi hiburan publik, atas restu Bima yang kemudian, dengan dingin, memerintahkan para penculik untuk "membereskanku".

Mengapa dia, pria yang pernah membelaku, merancang kekejaman yang begitu mengerikan? Meninggalkanku hancur dan ditandai, bahkan menginginkan aku musnah. Rahasia kelam apa yang mendorong pembalasan dendam yang bengis ini, dan bisakah aku lolos dari obsesinya yang menakutkan?

Pengkhianatan yang brutal dan menyakitkan ini mengubahku. Aku tidak akan hanya bertahan hidup. Aku akan menghilang dari dunianya, dengan caraku sendiri. Membalikkan punggung dari kehancuran yang dia ciptakan untuk menempa masa depan di mana aku, Anindya, akhirnya akan bebas.

Bab 1

Udara di aula megah Konservatorium Musik Cipta Kencana terasa pekat, campuran antara parfum mahal, alunan samar orkestra yang sedang bersiap, dan gumaman pelan para elite Jakarta.

Anindya Larasati memeluk erat kotak biolanya, kulitnya yang usang tampak kontras dengan gaun-gaun berkilauan dan tuksedo tajam di sekelilingnya.

Ini adalah malam penggalangan dana tahunan, sebuah malam yang seharusnya merayakan musik, tetapi bagi Anindya, malam ini lebih banyak merayakan uang dan koneksi yang tidak ia miliki.

Statusnya sebagai mahasiswi beasiswa terasa seperti sebuah cap yang membuatnya berbeda.

Namun, Bima Wiratama adalah sandarannya. Dia berdiri di sampingnya, tangannya bersandar ringan di punggungnya, sebuah gestur kepemilikan yang terasa begitu wajar.

Dia adalah anggota dewan wali amanat, muda, berkuasa, dari keluarga yang namanya terukir di gedung-gedung. Dan entah bagaimana, dia adalah miliknya. Setidaknya, begitu yang ia yakini.

"Tenang saja," bisik Bima, suaranya selembut sampanye yang mengalir bebas. "Tempatmu memang di sini, Anya."

Anindya tersenyum kecil, ingin sekali memercayainya. Tapi kemudian ia melihat kakak tirinya, Safira Adiwangsa, melenggang di antara kerumunan.

Safira, seorang pianis yang bakatnya hanya bisa disaingi oleh popularitas dan kebenciannya pada Anindya. Mata mereka bertemu, dan bibir Safira sedikit melengkung sebelum ia berpaling, sebuah penolakan tanpa kata yang terasa menyakitkan.

Ayah tiri Anindya, Ardi Adiwangsa, ayah Safira, tersenyum bangga pada putrinya, tidak menyadari atau tidak peduli pada ketegangan itu. Dia selalu memprioritaskan citra sempurna keluarga.

Tiba-tiba, lampu meredup. Suasana menjadi hening. Layar raksasa di atas panggung, yang seharusnya menampilkan ucapan terima kasih kepada donatur, berkedip lalu menyala.

Bukan dengan nama, tetapi dengan video pribadi yang buram.

Napas Anindya tercekat. Itu dirinya. Momen intim, adegan di kamar tidur. Audionya samar, tetapi visualnya tidak dapat disangkal. Dan pria itu, meskipun hanya siluet tapi postur tubuhnya familier, jelas dimaksudkan sebagai Bima.

Pekikan kaget serentak menggema di seluruh aula. Layar ponsel menyala, merekam layar besar itu, merekam wajah Anindya yang pucat pasi. Kotak biolanya terlepas dari jari-jarinya yang kaku, berdebam di lantai marmer yang mengilap. Suara itu memekakkan telinga di tengah keheningan yang tiba-tiba mencekam.

Lalu bisikan-bisikan itu dimulai, licik dan kejam.

"Itu... Anindya Larasati, kan?"

"Gadis beasiswa itu?"

"Dengan Bima Wiratama? Skandal besar!"

Tawa, tajam dan mengejek, meledak dari sudut tempat teman-teman Bima, Chandra dan Bayu, berdiri. Wajah mereka bersinar dengan kegembiraan yang jahat.

Video itu terus diputar, mengulang-ulang penghinaan terbesarnya.

Anindya merasa terpaku di tempat, tubuhnya gemetar, rasa malu membakarnya dari dalam. Ia ingin lantai menelannya. Di mana Bima? Tadi dia ada di sampingnya. Ia memindai kerumunan dengan putus asa. Dia sudah pergi.

Ia harus menemukannya. Dia pasti tahu apa yang harus dilakukan. Dia akan memperbaiki ini. Dia selalu memperbaiki segalanya.

Ia terhuyung-huyung melewati kerumunan, wajah-wajah menjadi kabur, suara-suara menjadi hiruk pikuk penghakiman.

"Tidak tahu malu."

"Pasti pakai badan buat naik jabatan."

"Sama seperti ibunya, kudengar."

Penyebutan ibunya, yang kariernya sendiri hancur karena skandal, adalah tusukan rasa sakit yang baru.

Anindya mendorong pintu kayu ek yang berat, mencari perlindungan, mencari Bima.

Ia menemukan dirinya di koridor yang tidak terlalu ramai menuju lounge pribadi para donatur. Ia butuh waktu sejenak, hanya sejenak untuk bernapas, untuk berpikir. Tangannya merogoh-rogoh tas kecilnya mencari syal yang sedang ia rajut untuk Bima, yang baru setengah jadi.

Sebuah hadiah konyol yang tulus. Gerakan jarum yang berulang-ulang biasanya menenangkannya.

Ia duduk di bangku beludru di sebuah ceruk remang-remang, jari-jarinya bekerja secara otomatis. Lalu ia mendengar suara-suara dari lounge sebelah, pintunya sedikit terbuka. Suara Bima. Dan Chandra, serta Bayu.

"...eksekusi yang sempurna, Bung," kata Chandra, nadanya sombong. "Dia kelihatan seperti baru melihat hantu."

"Kau lihat dia menjatuhkan biolanya?" Bayu terkekeh. "Tak ternilai harganya."

Bima tertawa, suara rendah dan dingin yang sama sekali tidak mirip dengan tawa hangat yang Anindya kenal. "Dia perlu diberi pelajaran. Mencuri posisi solois dari Safira dua tahun lalu... Safira tidak pernah bisa melupakannya. Ini hanya sedikit balasan."

Jarum rajut Anindya berhenti. Darahnya terasa membeku. Posisi solois? Balasan? Untuk Safira?

"Jadi, semua ini, pacaran dengannya, bermain jadi pahlawan... semua cuma akting?" tanya Chandra, ada nada kekaguman dalam suaranya.

"Selingan yang cukup menghibur," jawab Bima, suaranya meneteskan penghinaan. "Safira ingin dia dipermalukan, dan aku selalu menjaga Safira. Lagipula, gadis itu terlalu mudah percaya. Hampir terlalu mudah."

"Bagaimana dengan videonya? Siapa yang sebenarnya membocorkannya?" desak Bayu.

"Anggap saja ini hasil kerja sama," kata Bima dengan lancar. "Intinya, pesan sudah tersampaikan."

Hasil kerja sama. Kata-katanya bergema di keheningan yang tiba-tiba menderu di benak Anindya. Pria yang ia cintai, pria yang ia percayai, telah merancang kehancuran publiknya. Untuk Safira. Karena sebuah kompetisi dua tahun lalu yang bahkan hampir tidak ia ingat pernah ia menangkan.

Pintu lounge terbuka lebih lebar, dan Bima melangkah keluar, teman-temannya mengikuti di belakang. Dia berhenti mendadak saat melihat Anindya. Matanya, yang beberapa saat lalu dingin dan penuh perhitungan, melebar karena pura-pura terkejut, lalu melembut dengan prihatin.

"Anya! Di sini kau rupanya! Aku mencarimu ke mana-mana. Kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi di sana tadi benar-benar keterlaluan!"

Dia bergegas ke sisinya, lengannya melingkari bahunya dengan protektif. Chandra dan Bayu menyeringai di belakangnya.

"Jangan dengarkan mereka, Anya," kata Bima, suaranya menenangkan, suara yang selalu ia percayai. Dia menatap tajam beberapa penonton yang masih berlama-lama, yang dengan cepat mengalihkan pandangan mereka. "Aku akan menangani ini. Aku akan cari tahu siapa yang melakukan ini padamu."

Sentuhannya terasa seperti es di kulitnya. Kata-katanya adalah parodi kenyamanan yang mengerikan.

Pikirannya melayang kembali. Enam bulan lalu, ketika seorang profesor yang terkenal sulit mencoba menggagalkannya karena masalah teknis, mengancam beasiswanya.

Bima datang, seorang dermawan yang menawan, seorang wali amanat yang berkuasa, dan "menyelesaikannya".

Dia mengajaknya makan malam setelah itu, mengatakan padanya bahwa dia terlalu berbakat untuk dihalangi oleh politik akademis yang picik.

Dia membuatnya merasa aman, dilihat, dihargai. Dia adalah pahlawannya.

Ia ingat berpikir saat itu, dia seperti burung yang menemukan sarang untukku, tempat yang aman.

Sekarang, sarang itu terungkap sebagai perangkap yang dibangun dengan cermat.

Kehangatan lengannya di sekelilingnya adalah kebohongan. Tatapan prihatinnya adalah kebohongan. Semuanya adalah kebohongan.

Ia terjebak. Benar-benar terjebak oleh pria yang kini menuntunnya melewati para penonton yang tertegun, suaranya berbisik protektif di dekat rambutnya, sebuah pertunjukan publik dari cinta yang tidak lain adalah permainan kejam yang diperhitungkan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Romantis

5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

xuanhuan

5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Buku serupa

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Amoorra
4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku