Hari Ketika Aku Mati dan Bangkit Kembali

Hari Ketika Aku Mati dan Bangkit Kembali

Gavin

5.0
Komentar
1.6K
Penayangan
20
Bab

Anindita Lestari terengah-engah, dadanya sesak seperti dihimpit benda berat. Putranya yang berusia enam tahun, Leo, menatap dengan wajah pucat pasi karena ketakutan. Syok anafilaksis. Kondisinya memburuk dengan cepat. Dengan susah payah, dia menyebut nama suaminya, Bramantyo, memohon agar pria itu menelepon 112. "Bunda nggak bisa napas!" tangis Leo di telepon. Tapi Bram, yang sedang sibuk "membangun jaringan" dengan selingkuhannya, Clara, menganggapnya enteng sebagai "serangan panik" biasa. Beberapa menit kemudian, Bram menelepon kembali: ambulans yang seharusnya untuk Nindi dialihkan ke Clara, yang hanya "tersandung" dan pergelangan kakinya terkilir. Dunia Nindi hancur berkeping-keping. Leo, pahlawan kecil di hatinya, berlari keluar mencari bantuan, tapi malah tertabrak mobil. Terdengar bunyi gedebuk yang mengerikan. Dia hanya bisa menonton, seperti arwah dalam tragedinya sendiri, saat paramedis menutupi tubuh kecilnya yang hancur. Putranya telah tiada, karena Bram lebih memilih Clara. Kehancuran. Kengerian. Rasa bersalah. Bayangan Leo menghantuinya, membekas begitu dalam. Bagaimana bisa seorang ayah, seorang suami, menjadi begitu egois dan mengerikan? Penyesalan yang pahit dan tak berkesudahan menggerogoti jiwanya. Clara. Selalu Clara. Lalu, mata Nindi terbuka lebar. Dia terbaring di lantai ruang tamunya. Leo, hidup dan sehat, berlari masuk. Ini adalah kesempatan kedua yang mustahil dan menakutkan. Masa depan yang mengerikan itu tidak akan terjadi. Dia akan merebut kembali hidupnya, melindungi putranya, dan membuat mereka membayar semuanya.

Bab 1

Anindita Lestari terengah-engah, dadanya sesak seperti dihimpit benda berat.

Putranya yang berusia enam tahun, Leo, menatap dengan wajah pucat pasi karena ketakutan.

Syok anafilaksis.

Kondisinya memburuk dengan cepat.

Dengan susah payah, dia menyebut nama suaminya, Bramantyo, memohon agar pria itu menelepon 112.

"Bunda nggak bisa napas!" tangis Leo di telepon.

Tapi Bram, yang sedang sibuk "membangun jaringan" dengan selingkuhannya, Clara, menganggapnya enteng sebagai "serangan panik" biasa.

Beberapa menit kemudian, Bram menelepon kembali: ambulans yang seharusnya untuk Nindi dialihkan ke Clara, yang hanya "tersandung" dan pergelangan kakinya terkilir.

Dunia Nindi hancur berkeping-keping.

Leo, pahlawan kecil di hatinya, berlari keluar mencari bantuan, tapi malah tertabrak mobil.

Terdengar bunyi gedebuk yang mengerikan.

Dia hanya bisa menonton, seperti arwah dalam tragedinya sendiri, saat paramedis menutupi tubuh kecilnya yang hancur.

Putranya telah tiada, karena Bram lebih memilih Clara.

Kehancuran.

Kengerian.

Rasa bersalah.

Bayangan Leo menghantuinya, membekas begitu dalam.

Bagaimana bisa seorang ayah, seorang suami, menjadi begitu egois dan mengerikan?

Penyesalan yang pahit dan tak berkesudahan menggerogoti jiwanya.

Clara. Selalu Clara.

Lalu, mata Nindi terbuka lebar.

Dia terbaring di lantai ruang tamunya.

Leo, hidup dan sehat, berlari masuk.

Ini adalah kesempatan kedua yang mustahil dan menakutkan.

Masa depan yang mengerikan itu tidak akan terjadi.

Dia akan merebut kembali hidupnya, melindungi putranya, dan membuat mereka membayar semuanya.

Bab 1

Anindita Lestari megap-megap mencari udara. Dadanya menegang, seperti ada besi yang meremukkan paru-parunya.

Leo, putranya yang berusia enam tahun, menatapnya, wajah mungilnya pucat pasi karena ketakutan. "Bunda?"

Nindi meraba-raba mencari EpiPen-nya, pandangannya mulai kabur. Syok anafilaksis. Cepat sekali.

"Telepon... Bram," ucapnya terbata-bata. "Sembilan... satu... satu."

Leo, dengan hati pemberaninya, meraih ponsel ibunya. Jari-jari mungilnya kesulitan membuka layar.

Dia menekan tombol panggil untuk Bram.

"Ayah! Bunda nggak bisa napas! Kelihatannya parah banget!" tangis Leo di telepon.

Suara Bram terdengar dari seberang, jauh dan terganggu. "Mungkin Bunda cuma kena serangan panik, Leo. Kasih dia EpiPen. Ayah lagi ada acara networking sama Tante Clara. Nanti Ayah pulang."

"Bukan, Ayah! Ini serius! Bunda bilang telepon 112!"

"Oke, oke, Ayah panggilkan ambulans untuknya," kata Bram, tapi nadanya meremehkan.

Beberapa menit kemudian, saat Nindi melayang dalam kabut rasa sakit, Bram menelepon kembali. Leo menempelkan ponsel ke telinga ibunya.

"Nindi? Dengar, Clara tersandung. Pergelangan kakinya terkilir parah. Ambulans yang kupanggil untukmu, aku alihkan ke dia. Dia lebih dekat, dan dia kesakitan sekali. Kamu pakai saja EpiPen-mu, kamu akan baik-baik saja."

Dunia Nindi hancur. Clara. Selalu Clara.

Leo, mendengar ini, berteriak. "Nggak! Bunda butuh bantuan!" Dia menjatuhkan ponsel dan berlari ke pintu, mungkin mencoba memanggil Bu Ratih tetangga sebelah.

Klakson mobil meraung. Terdengar bunyi gedebuk yang mengerikan.

Nindi, di tengah kabut kesadarannya, mendengar jeritan yang berbeda, bukan jeritan Leo.

Lalu, hening.

Napasnya sendiri tercekat, sebuah helaan terakhir yang kasar. Rohnya terasa seperti tercabik, melayang ke atas.

Dia melihat Leo. Terbaring di jalan. Diam.

Tiba-tiba paramedis ada di sana, menanganinya, lalu bergegas ke arah Leo. Terlambat.

Gambaran itu membakar jiwanya: Leo, kecil dan hancur, karena Bram lebih memilih Clara.

Kehancuran. Kata yang terlalu kecil. Kengerian. Duka. Rasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkannya.

Hatinya, atau apa pun yang tersisa darinya, hancur menjadi sejuta keping.

Dia menonton, seperti arwah dalam tragedinya sendiri, saat mereka menutupi tubuh Leo dengan selembar kain.

Bram. Ini salahnya. Kelalaiannya. Keegoisannya yang mengerikan.

Clara. Wanita itu.

Jika dia punya kesempatan lagi. Jika dia bisa kembali.

Dia tidak akan pernah membiarkan Bramantyo Wicaksono masuk ke dalam hidupnya. Dia akan melindungi Leo.

Dia akan membuat mereka membayar.

Rasa sakit itu mutlak. Penyesalan yang pahit dan tak berkesudahan.

"Bram," bisik arwahnya, sebuah sumpah yang dingin dan penuh amarah, "jika ada kehidupan selanjutnya, aku tidak akan pernah mau mengenalmu."

Tiba-tiba, mata Nindi terbuka lebar.

Dia terbaring di lantai ruang tamunya. Dadanya sakit, tapi dia bisa bernapas.

Tangannya gemetar. Dia menyentuh lehernya. Tidak ada bengkak.

Leo.

Dia bergegas bangkit, jantungnya berdebar kencang. "Leo!"

Leo berlari masuk dari kamarnya, matanya terbelalak. "Bunda? Bunda nggak apa-apa? Tadi Bunda mengeluarkan suara aneh."

Nindi meraihnya, memeluknya begitu erat hingga Leo memekik. Hidup. Dia hidup.

Matanya, dia tahu, mungkin merah. Tangannya masih gemetar.

Ingatan tentang jalanan, bunyi gedebuk, kain penutup... itu terlalu nyata.

Dia melihat kalender di dinding. Tanggal hari ini. Hari yang sama.

Itu belum terjadi.

Sebuah keajaiban. Kesempatan kedua yang menakutkan.

Disorientasi berperang dengan tekad yang kuat dan protektif.

Dia tidak akan membiarkan masa depan itu terjadi.

Ponselnya di meja kopi bergetar. Sebuah notifikasi. Instagram.

Clara Wijaya.

Darah Nindi terasa dingin. Dia mengambilnya, jarinya melayang di atas aplikasi.

Dia harus tahu.

Story Clara: makan malam mewah. Bram, tersenyum di sampingnya.

Dan di tangan Clara, sebuah cincin baru yang berkilauan. Sebuah "cincin janji."

Keterangannya: "Membangun masa depan dengan seseorang yang benar-benar melihat potensiku. Sangat bersyukur atas dukungannya dalam meluncurkan merek kesehatanku! #AwalBaru #SupportSystem."

Stempel tanggal di postingan itu: tadi malam.

Rasa sakit yang baru. Kemarahan. Jijik.

Bram sudah "membangun masa depan" dengan Clara saat masih menikah dengannya, saat Leo masih hidup dan sehat.

Bagaimana bisa? Bagaimana bisa seorang pria begitu tidak memiliki kesopanan dasar?

Kunci berputar di lubang. Bram masuk, bersiul.

Dia berhenti saat melihat wajah Nindi.

"Hei, ada apa? Kamu kelihatan seperti habis lihat hantu."

Dia berbau samar parfum Clara yang memuakkan. Noda lipstik, bukan warnanya, ada di kerahnya. Dia selalu begitu ceroboh.

"Kamu berlebihan," itu kalimat favoritnya. Kalimat itu menggores sarafnya, menimbulkan penolakan fisik.

"Bram," Nindi memulai, suaranya tegang. "Kita perlu bicara."

"Kalau aku bilang aku hampir mati hari ini, Bram, dan Leo juga hampir mati, karena kamu bersama Clara, apa yang akan kamu katakan?" tanya Nindi, suaranya tenang yang berbahaya.

Bram mengerutkan kening. "Apa yang kamu bicarakan? Itu gila. Kamu baik-baik saja?"

Nindi melihat kekosongan di matanya. Sama sekali tidak ada pemahaman.

Dia tidak akan mengerti. Dia tidak akan pernah mengerti.

Kelelahan itu seperti jubah yang berat. Kepahitan, rasa yang akrab.

Dia telah menyia-nyiakan bertahun-tahun.

"Aku mau cerai, Bram," katanya, kata-kata itu terasa seperti kebebasan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

xuanhuan

5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Romantis

5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Miliarder

5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku