/0/28850/coverbig.jpg?v=c044d87a36f3978e83e8fae57c8c527a&imageMogr2/format/webp)
Erik, tiga tahun setelah pernikahannya, hampir tidak pernah menatap Stephanie. Dia menyimpan harapan untuk menghidupkan kembali cinta mereka, tetapi niat Erik semakin gelap terhadap hidupnya. Stephanie, yang terjebak dalam kerumitan cinta, merasakan keinginannya untuk cinta semakin pudar. Ketika Erik secara tak terduga bertemu kembali dengan Stephanie, dia tidak siap menemukan bahwa dia telah berubah menjadi wanita terkaya di dunia, seperti menemukan berlian di lumpur. "Mbak Gilbert, bagaimana Anda mencapai kesuksesan sebesar ini di usia muda?" seseorang bertanya. Jawabannya tajam. "Jangan dekat-dekat dengan pria; mereka cuma bikin repot." Keesokan harinya, paparazzi yang mengikuti Stephanie terkejut melihat Erik Palmer, yang terkenal karena sifatnya yang dingin, dengan antusias bergabung dengan kerumunan mereka. "Mbak Gilbert, saya punya tawaran untuk Anda," Erik menyatakan. "Apa yang ada dalam pikiranmu?" tanya Stephanie, penasaran. "Bagaimana kalau kita mempertimbangkan untuk menikah lagi?" sarannya.
Aroma makan malam yang lezat tercium di udara, tetapi suasana hati di rumah tangga Palmer sama sekali tidak menyenangkan. Stephanie Gilbert, sang tuan rumah, baru saja selesai menata meja ketika sebuah pemandangan membuat perutnya mual-suaminya, Erik Palmer, berjalan masuk sambil menggendong Vivian Howard, kekasihnya.
Tiga tahun menikah, cinta Stephanie terhadap Erik terasa seperti bunga yang layu, terabaikan dan haus dalam bayang-bayang ketidakpeduliannya.
Pesan-pesan provokatif Vivian kepada Stephanie, termasuk foto-foto intimnya dengan Erik, dirancang untuk menusukkan pisau ke hati Stephanie yang sudah terluka.
Seperti bunga layu yang berjuang untuk mendapatkan sinar matahari, pernikahan Stephanie nyaris tak bertahan selama tiga tahun ini, membuatnya terkuras dan patah hati.
Sambil bersandar pada Erik seperti tanaman merambat yang menempel pada teralis, Vivian berbisik, "Stephanie, maafkan aku karena mengacaukan pesta makan malammu! Apakah kamu yang memasak semuanya? Anda cukup terampil di dapur! Tidak seperti saya, saya selalu berjuang dengan kesehatan saya. "Itulah sebabnya Erik sangat memperhatikanku dan tidak pernah membiarkanku memasak."
Bibir Stephanie yang mengerucut menunjukkan adanya badai yang sedang terjadi di dalam. Kehadiran Vivian saja sudah menjadi pengingat nyata akan hilangnya cinta, kekosongan yang terukir di tempat yang seharusnya mendapat kasih sayang Erik.
"Jadi, bolehkah seorang simpanan masuk begitu saja ke rumahku sekarang? "Ini benar-benar tidak masuk akal."
"Stephanie, jangan langsung mengambil kesimpulan!" Vivian cemberut, ada nada pura-pura terluka dalam suaranya. "Erik dan aku tidak lebih dari sekedar teman. Dokter saya menyarankan diet ketat karena kesehatan saya yang lemah. Jadi, saat aku mengetahui keterampilan memasakmu yang luar biasa, aku langsung memohon pada Erik untuk mengajakku ke sini. Tentunya, Anda tidak akan menolak orang miskin untuk menikmati makanan sehat yang dimasak di rumah, bukan?
Stephanie mengepalkan tinjunya. "Tunggu sebentar, Nona Howard. Kita hampir tidak mengenal satu sama lain, jadi jangan berbicara seolah-olah kita teman. Makanan ini untuk suamiku, bukan untuk tamu tak diundang."
"Ayo! Apa dramanya? Anda seharusnya bersikap ramah! Itu hanya makanan. Santai."
"Jujur saja, lupakan saja dirimu sendiri. Itu hanya makan malam. Kau telah menampung kami sejak kau menikah dengan saudaraku. Jangan bersikap seolah-olah kehadiran Vivian adalah tragedi besar!" Lacey Palmer dengan tidak sabar menimpali sambil menuruni tangga.
"Dan sejujurnya, Vivian mungkin akan menikah dengan saudaraku jika kamu tidak ada," kata Lacey sambil duduk di meja makan, memberi isyarat agar Vivian bergabung dengannya.
Mereka duduk dalam keheningan yang menegangkan, celoteh Lacey dan Vivian sangat kontras dengan suasana tegang antara Stephanie dan Erik. Tatapan mata mereka yang saling menjauh dan postur tubuh mereka yang tegang menunjukkan banyak hal, menggambarkan gambaran nyata dari sebuah pernikahan yang retak.
Telepon berdering.
Erik buru-buru menjawabnya, bertukar beberapa kata sebelum tiba-tiba menutup telepon.
"Saya punya beberapa urusan bisnis yang harus diselesaikan di perusahaan. Stephanie, tolong urus semuanya di sini. "Saya tidak akan kembali malam ini," Erik mengumumkan dengan tergesa-gesa sebelum pergi.
Sambil menyingkirkan piringnya yang belum tersentuh, Stephanie menatap tajam ke arah wanita-wanita yang tersisa. "Saya sudah selesai di sini. Selamat makan."
Setelah itu, dia berdiri dan menaiki tangga.
"Apa yang telah aku lakukan? Apakah Stephanie kesal karena aku di sini? Vivian mengedipkan bulu matanya, berpura-pura khawatir.
"Biarkan dia, Vivian. "Coba ini..."
Sambil tenggelam dalam pikirannya, Stephanie menelusuri pola selimut itu, kenangan tiga tahun berputar-putar dalam benaknya.
Tak pernah dalam mimpinya yang terliar dia mengira akan terkesima oleh seseorang saat berpidato di kampus. Namun, di sanalah dia, benar-benar terpikat oleh setiap kata dan gerakan Erik.
Sejak saat itu, menikahinya bukan hanya sekadar keinginan, melainkan sebuah prasasti yang terukir di jiwanya.
Akan tetapi, Tuan Sempurnanya ternyata adalah Tuan yang Tidak-Begitu-Benar, dan mimpinya hancur bagaikan film komedi romantis yang kacau.
Dia memang memiliki kelembutan yang dibayangkannya, tetapi kelembutan itu tidak ditujukan kepadanya.
Dia memiliki kekuatan dan pengaruh yang diyakininya, tetapi dia terbukti tidak bersedia melindunginya.
Terjebak dalam sangkar emas, dia menahan kebutuhannya sendiri, melayani keluarga Palmer dengan hati yang penuh dendam dan harapan akan cinta yang tampaknya memudar dengan setiap pengorbanan.
Meskipun ada rintangan yang diberikan ibu dan saudara perempuan Erik, dia menanggung semuanya tanpa menimbulkan masalah apa pun baginya.
Dengan harapan rapuh yang melekat di hatinya, Stephanie bersumpah untuk bertahan, berharap harapan itu akhirnya akan membuka mata pria itu terhadap cintanya yang tulus padanya.
Undangan itu merupakan tamparan di wajahnya, pengabaian terang-terangan terhadap perasaannya saat Vivian, sumber rasa tidak amannya, masuk ke rumah mereka.
Apakah langkah selanjutnya adalah membuatnya menyerahkan tempatnya kepada Vivian?
Tok tok!
Terdengar ketukan di pintu.
Stephanie membukanya dan mendapati Vivian tampak menyesal. "Stephanie, maafkan aku. Aku tidak sadar hari ini adalah ulang tahun pernikahanmu yang ketiga dengan Erik. "Saya tidak bermaksud mengganggu."
"Erik tidak ada di sini. "Kamu bisa berhenti berpura-pura," jawab Stephanie terus terang, karena tidak berminat mengobrol dengan Vivian.
Bab 1 Peringatan Pahit
22/10/2025
Bab 2 Tuduhan
22/10/2025
Bab 3 Stephanie Menghilang
22/10/2025
Bab 4 Perjanjian Perceraian
22/10/2025
Bab 5 Tidak Perlu Kompensasi
22/10/2025
Bab 6 Sang Pewaris
22/10/2025
Bab 7 Pers Negatif
22/10/2025
Bab 8 Serangan Balik
22/10/2025
Bab 9 Skandal Twitter
22/10/2025
Bab 10 Kemarahan Stephanie
22/10/2025
Bab 11 Bukti Terungkap
22/10/2025
Bab 12 Pintu Masuk Tak Terduga
22/10/2025
Bab 13 Putri Nyonya
22/10/2025
Bab 14 Persona yang Berubah
22/10/2025
Bab 15 Rasa Kebebasan
22/10/2025
Bab 16 Menyelesaikan Skor
22/10/2025
Bab 17 Rencana yang Gagal
22/10/2025
Bab 18 Gejolak Emosional
22/10/2025
Bab 19 Calon Mertua
22/10/2025
Bab 20 Kerabat yang Tidak Kompeten
22/10/2025
Bab 21 Wade Foster
22/10/2025
Bab 22 Sebuah Peringatan
22/10/2025
Bab 23 Annie
22/10/2025
Bab 24 Situasi Mengerikan
22/10/2025
Bab 25 Pesona Vivian
22/10/2025
Bab 26 Perilaku Misterius
22/10/2025
Bab 27 Terlalu Bergantung
22/10/2025
Bab 28 Hati-hati
22/10/2025
Bab 29 Teguran
22/10/2025
Bab 30 Pertengkaran Saudara Kandung
22/10/2025
Bab 31 Kedatangan Tak Terduga
22/10/2025
Bab 32 Bar
22/10/2025
Bab 33 Kebetulan Tak Terduga
22/10/2025
Bab 34 Kesalahpahaman
22/10/2025
Bab 35 Kekacauan di Bar
22/10/2025
Bab 36 Langkah Strategis
22/10/2025
Bab 37 Realisasi yang Menakutkan
22/10/2025
Bab 38 Dukungan yang Tak Tergoyahkan
22/10/2025
Bab 39 Upaya yang Tidak Dihargai
22/10/2025
Bab 40 Penyesalan
22/10/2025