Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Tumbal lukisan

Tumbal lukisan

nhovia

4.8
Komentar
842
Penayangan
21
Bab

Beberapa gadis secara misterius menghilang dari kota , dan kini Hani adalah gadis berikutnya untuk ditumbalkan oleh sebuah keluarga misterius yang ternyata berkaitan dengan masa lalu Hani

Bab 1 Mimpi menyeramkan di kereta

Lukisan itu berhasil menyembunyikan sosoknya. Gadis manis yang malang itu terperangkap selamanya dengan mudah untuk ditumbalkan. Bibir gadis itu mencoba berteriak namun hanya kedua matanya saja yang bisa berkedip,terhimpit diantara belasan mata milik orang lain yang juga ditumbalkan.

" Tak akan ada jalan keluar" pria itu berbisik lalu mencengkram lukisan itu dengan kedua tangan keriputnya

Gadis itu mencoba menyeruak ke permukaan lukisan,namun sia-sia

Pria itu menatapnya dengan senyum dan mengangkat kedua tangannya,tanda penyesalan

Pintu di ujung lorong terbuka perlahan seeorang wanita yang sama tua dengan usianya berdiri seperti siluet di depan pintu. Menyerukan sesuatu yang hanya bisa dimengerti pria itu saja

Pria tua itu bergegas mundur dan berbalik pergi dengan senyuman.Pintu ditutup,gerendel dipasang dan kunci diputar.

Ruangan pun kembali gelap

Flashback

Beberapa hari sebelumnya

Gadis manis itu bernama Hani,seorang perempuan muda yang sedang mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Di dalam kereta yang melaju,Hani mencoba tertidur karena rasa letih yang menjalar di sekujur tubuhnya. Seharian ini ia mengikuti tes wawancara di dua perusahaan yang berbeda namun berakhir mengecewakan. Hanya ada beberapa penumpang yang duduk berjauhan di gerbong kereta yang ditumpanginya sekarang,maklum ini adalah kereta terakhir menuju stasiun akhir di kotanya

Hani menghela nafas,menggeser tubuh,merosot hingga kepalanya mendapatkan sandaran empuk di bahu belakang bangku penumpang yang memanjang. Ia sedikit menggigil karena hawa dingin yang keluar dari embusan pendingin kereta di atas kepalanya. Ia merapatkan jaketnya dan mencoba tidur. Masih ada waktu 10 menit untuk bermimpi,guraunya pada dirinya sendiri

Ia memejamkan matanya, mimpinya mengambil alih kesadarannya. Ia jatuh terguling-guling dari anak tangga yang sangat banyak lalu bangkit secepatnya karena beberapa kepala tanpa tubuh mengejarnya. Kepala-kepala manusia itu nampak basah berdarah-darah. Gadis itu membuat gerakan menangkis dengan tangannya sebisanya dan berhasil. Kepala-kepala itu berjatuhan,menggelinding lalu menghilang di ujung anak tangga yang tak berujung.

Ia sadar ia berada di alam mimpi, ia memutuskan untuk membuka kedua matanya secepatnya namun sebuah tangan menepuk bahunya dari belakang. Ia berbalik dan menjerit melihat jari-jemari manusia yang tak utuh melayang berterbangan di wajahnya. Darah menetes di setiap tangan yang terpotong. Dikorbankan. Sepasang tangan menuju ke arahnya,ia melihat sekilas ada dua sayatan di punggung tangan-tangan itu. Terasa nyata, berwarna ungu, basah belum mengering. Tangan-tangan itu meraih lehernya. Membuat Hani ketakutan

Ia ingin mimpi yang sedang dialaminya berakhir

Tiba-tiba anak tangga yang menjadi pijakan kedua kakinya ambruk berjatuhan ke bawah. Tak mau terjatuh ia meraih puing-puing anak tangga yang hancur menjadi pijakan tangan kanannya. Ia melihat jauh ke bawah yang gelap. Hanya beberapa detik saja tubuhnya menggantung sebelum ia terjatuh ke bawah.

Kesadarannya kembali, seluruh tubuhnya bergetar. Ia membuka kedua matanya,mengakhiri mimpi buruknya dengan nafas tersengal

Mimpi yang menakutkan,mimpi sialan ,gerutunya dalam hati

Ia mengibas-ngibaskan pakaiannya dari debu lantai kereta yang menempel dengan tangan kanannya. Ia bersyukur melihat punggung tangannya yang halus tanpa ada hal menakutkan seperti mimpi yang dialaminya barusan.

Sebuah tangan keriput terjulur di hadapannya. Hani mendongakan wajahnya ke atas. Tangan itu sungguhan. Tangan milik seorang perempuan tua yang berusaha membantunya berdiri

"Terima kasih ya nek" Hani membungkukkan kepala sedikit sambil membenahi duduknya

" Mimpi buruk?" Perempuan tua itu bertanya seolah mengetahui apa yang dialami Hani

" Ya begitulah nek,mungkin lagi banyak pikiran aja" Hani berusaha tersenyum. Ia mengamati pakaian yang dikenakan perempuan tua yang duduk di sampingnya. Mantel bulu berwarna cokelat seperti milik almarhum neneknya dulu.

"Jangan ceritakan mimpi burukmu kepada siapapun" perempuan tua itu menasehatinya

"Kenapa?" Hani melirik kantong plastik hitam besar yang di letakkan di depan lututnya. Entah apa isinya

" Karena mimpi burukmu bisa menjadi kenyataan" seusai berkata demikian , perempuan itu mengambil jinjingan kantung plastik miliknya lalu berjalan ke gerbong lain di belakang menyisakan Hani sendirian disana

Mana mungkin ada kepala dan tangan melayang-layang di kehidupan nyata,ucap Hani pada dirinya sendiri

Keretapun berhenti di stasiun akhir, Hani bergegas keluar saat pintu gerbong kereta terbuka. Ia melihat sekelilingnya,bulu kuduknya meremang seketika. Ia sadar rupanya hanya ia saja penumpang kereta terakhir yang turun dan berdiri di peron sendirian sekarang.

seusai menukar tiket perjalanannya dengan uang 10 ribu di loket yang hampir tutup, ia berjalan terhuyung-huyung keluar dari stasiun . Ia mengambil dompet dari saku depan tasnya yang nampak pudar,memasukkan uang kembalian tadi ke dalamnya. Hani menarik nafas melihat isi dompetnya.

"Aku harus secepatnya dapat pekerjaan" tempurung kepalanya mendadak sakit mengingat masalah yang bertubi-tubi menghampirinya. Namanya tak semanis kehidupannya . Hutang yang diwarisi kedua orangtuanya, adik perempuan satu-satunya yang kawin lari dengan suami orang, kadang-kadang ia merasa gila namun tak pernah terlintas untuk mengakhiri hidupnya segera.

Ia memutuskan berjalan kaki sampai rumah demi menghemat uang. Kepalang pegel nih kaki, ucapnya pada diri sendiri

Jalanan nampak sepi dan remang karena banyaknya lampu jalan yang rusak. Hani berjalan di atas trotoar. Ia melirik jam tangannya, sudah pukul 11 malam rupanya

Seseorang membisikan namanya berulang-ulang dari arah belakang

Hani... Hani... Hani....Hani.....

Ia membalik tubuhnya. Tak ada siapapun di sekitarnya.

Ia bergidik ngeri, merapatkan kembali jaketnya lalu melanjutkan perjalananya pura-pura tak mendengar meski ia sendiri ketakutan . Detak jantungnya berdegup keras dalam rongga dadanya.

Lalu suara itu menghilang berubah menjadi kesunyian yang tiba-tiba.

Ia berlari tersendat-sendat, bahunya terasa berat seperti ada yang mendudukinya. Ia hampir menangis lalu terjatuh menyandung batu sebesar kepala manusia di depannya.

Ia jatuh terduduk lalu mendongak menatap satu sosok gelap di depannya, bagian tubuh atasnya tersembunyi dalam gelap. Ia memaksakan untuk melihat bagian bawah tubuh sosok di depannya dengan tangan gemetaran .

Sepasang kaki yang menapak di tanah, seperti hani ia juga seorang manusia . Ia merasa lega

Sosok itu membungkuk, menjulurkan kedua tangannya untuk membantu Hani berdiri. Hani melihat punggung tangan sosok itu sebelum ia menyambut dengan telapak tangannya sendiri. Kulit putih yang pucat dengan tonjolan alur pembuluh darah berwarna biru seakan membentuk peta aliran sungai.

Dingin itulah yang dirasakan Hani saat tangan mereka bersentuhan

"Terima kasih sudah membantu" hani melepaskan tangannya

"Ya , sama-sama" sosok itu rupanya seorang pria

"Kamu lapar?" Pria itu bertanya,menatapnya lekat-lekat

Hani merasa gelisah ia ingin segera pulang ke rumahnya

"Jangan curiga, aku hanya menawarkan daganganku saja. Lihat di seberang jalan sana. Aku baru saja buka kedai bakso seminggu yang lalu "

.🌕🌕🌕🌕

laki-laki itu tidak berbohong, sekarang Hani sedang berada di sebuah kedai bakso. tidak ada pembeli lain selain dirinya sekarang ini. bulu kuduknya meremang,bergidik di sekitar lengannya. ingatannya tak mungkin salah setiap hari ia melewati jalan ini dan belum pernah melihat ada kedai bakso

"namaku Dion, duduklah sebentar , akan kubuatkan pesanannya" laki-laki itu mengenalkan namanya

hani mengambil tempat di meja ujung dekat pintu masuk. untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu , ia akan lari secepatnya

seperti kedai bakso pada umumnya yang biasa Hani singgahi. kursi kayu panjang dan meja kayu panjang berwarna cokelat senada . Hani merasa gugup, ia mengambil minuman dari dalam tasnya

sruput....sruput....

"sudah hampir tengah malam, ko masih buka , apa enggak takut?" Hani mengajukan pertanyaan yang seharusnya pertanyaan itu lebih tepat untuk dirinya sendiri

"takut apa?" Dion bertanya

" yah ...hantu mungkin"

"ha ha ha ha ...." laki-laki itu tertawa, membuat Hani tersedak karena sedikit takut

"bagaimana kalau aku hantunya" Dion mendekatkan wajahnya persis ke depan wajah Hani

...

......

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh nhovia

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku