My Absurd Ning
5.0
Komentar
2.3K
Penayangan
21
Bab

"Turun Zora!". Tegas Emir sambil menatap sepupu perempuannya itu yang kini sedang nangkring di atas genteng. " Gak mau, Zora lebih tenang disini". Balas Zora acuh. " Zora Alifia!... Turun atau saya nikahi!". _______________ Zora Alifia. Seorang gadis pecicilan yang suka sekali membuat masalah di pesantren tempatnya mondok. Sampai-sampai membuat sepupunya yang juga seorang Gus di pesantren itu kesal lantaran sudah puluhan kali Ia menegur dan memperingati prilaku Zora tapi Zora tak mau nurut dengan nya. keduanya saling perang dingin. Zora tak menyukai Emir lantaran dia selalu mengatur-atur hidupnya. Begitu pula dengan Emir yang juga merasa kesal dengan Zora yang tak pernah nurut dengan perintahnya. Seiring berjalannya waktu sikap Zora semakin membaik. Ia sedikit-sedikit mulai rajin menghafal. mulai rajin ikut pengajian dan kegiatan lainnya yang sebelum-sebelumnya Ia enggan untuk ikuti. Memang Emir yang membuatnya seperti itu. Ada satu ancaman yang Emir lontarkan setiap kali gadis itu akan membantah perintahnya.

Bab 1 Prolog

Seorang gadis berhijab putih yang di sampirkan ke pundaknya, nampak sedang makan dengan sebelah kakinya di angkat naik ke kursi.

Seorang laki-laki setengah baya datang sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan putrinya itu. Ia mendekati anak gadisnya sambil geleng-geleng kepala.

"Astaghfirullah Zora. Anak perempuan gak boleh gitu kakinya." Tegur sang Papah.

"Enak tau Pah pas makan kaki di angkat satu kaya gini. Lagian Zora kan udah terbiasa." Acuhnya.

Pria itu merasa kesal dengan perilaku putrinya yang nampak tak mau mendengarkan nasehatnya sama sekali. Mata pria itu terarah pada ujung hijab gadis itu yang kini di sampirkan ke pundak.

Ia pun menarik ujung hijab itu dan merapihkannya hingga pada posisi yang benar.

"Cara kamu berjilbab salah Zora. Kamu jangan ikut-ikutan trend anak jaman sekarang, yang harus kamu ikuti dalam berpakaian adalah ajaran Rasulullah. Rasullullah memerintahkan bagi seorang wanita untuk melebarkan jilbabnya agar menutup seluruh tubuh mereka. Bukan menjadikan jilbab kamu ini, hanya kain yang kamu kira untuk penutupi kepala saja." Gadis bernama Zora itu terdiam menunduk.

"Maaf Pah." Balasnya merasa bersalah.

"Ilmu agama adek tuh kurang Pah, pondokin ajalah." Seorang laki-laki tampan berperawakan tinggi datang sambil merapihkan almamater kampusnya.

"Apaan si Bang Aldan ih." Kesal Zora dengan Abang nya itu.

"Kelakuan kamu makin hari makin absurd tau gak. Jangan pikir kalo Abang gak tau kalo kemarennya kamu pulang di anterin cowok." Celetuk Aldan. Sontak Zora langsung melotot terkejut mendengar pernyataan abangnya itu. Tau dari mana dia?

Mendengar itu Respati sang Papah pun melotot terkejut. Apa iya Putri nya sampai nekad melanggar larangannya sampai ke hal yang selama ini paling di larangnya?

"Benar itu Zora?" Respati pun terbangun dengan hati dongkol. Matanya menatap tajam ke arah sang putri dengan serius.

"Enggak Pah." Sangkal Zora namun, di matanya masih bisa terlihat dengan jelas kebohongan yang Ia sembunyikan.

"Jawab jujur!" Sentak Respati membuat Zora kaget dan memejamkan mata.

Isak tangis terdengar dari mulutnya. Badannya bergetar ketakutan melihat Papahnya semarah itu. Makanan yang awalnya sedang Zora nikmati pun menjadi tak nafsu lagi rasanya.

"Pah udah pah." Almi sang Mamah pun datang dan mengelus pundak sang suami mencoba meredam amarahnya.

"Gimana Papah gak marah Mah? Zora pulang di anterin cowok loh. Papah kecolongan ini!"

Suasana menjadi panas dan menegangkan. Amarah Respati semakin memuncak dengan tatapan mengarah ke Zora yang kini sedang menunduk ketakutan.

"Jawab jujur Zora! Papah gak pernah mengajarkan kamu untuk berbohong, kan?" Jantung Zora semakin terpacu mendengar sentakan Papah nya.

"I__iya Pah." Akui Zora akhirnya, walaupun gemetaran.

"Siapa dia?". Tanya Respati dengan nada rendah dan dingin.

Zora terdiam sesaat hingga akhirnya Ia pun mengumpulkan keberanian untuk menjawab.

"Rayan." Balas Zora.

"Dia siapa kamu?"

"Pacar."

Prang....

Mendengar ucapan yang keluar dari mulut putrinya, semakin membuat emosi Respati tak stabil. Ia sampai refleks tak sadar membanting piring.

Semuanya memekik terkejut dengan tindakan Respati barusan. Terutama Zora yang sudah terisak-isak.

Sedangkan Aldan sang Abang hanya terdiam dengan rasa bersalah. Ia pikir ucapannya tadi tak akan membuat masalah sebesar ini, Ia fikir Papahnya hanya akan memarahi Zora ringan dan menasehatinya saja. Tapi siapa sangka masalahnya malah menjadi serumit dan sepanas ini.

Ia pun awalnya menduga bahwa laki-laki yang bersama Zora hanyalah teman sekelasnya saja. Tapi Aldan benar-benar terkejut dengan pengakuan Zora barusan yang menyatakan bahwa laki-laki itu adalah pacarnya.

"Pah, istighfar turunkan emosi Papah. Kita bisa bicarakan ini baik-baik." Nasehat Almi merasa tak tega melihat sang suami yang terpuruk dan sang Putri yang nampak ketakutan

"Astaghfirullah hal'adzim." Respati mengusap dadanya pelan sambil melafadzkan istrigfar beberapa kali.

Tiba-tiba saja terdengar isakan dari mulut Respati hingga membuat semuanya terdiam.

"Papah minta Maaf mah. Papah gagal dalam prihal mendidik Zora, Papah kecolongan. Papah minta Maaf." Respati menunduk dengan rasa bersalah. Melihat hal itu, Almi semakin merasa tak tega dengan suaminya.

Ia tau bagaimana hancurnya hati suaminya itu saat larangan yang selama ini selalu di wanti-wanti nya untuk tidak di lakukan kedua anaknya, kini di langgar oleh putrinya.

Sedari dulu Ia dan Respati selalu mewanti-wanti kedua anaknya untuk tidak berdekatan dengan lawan jenis secara berlebihan apalagi sampai menjalani hubungan haram semacam pacaran. Sedangkan kini tanpa sepengetahuan mereka, Zora melanggar larangan itu. Pantas saja, kan mereka marah dan kecewa?

Kini Almi yang mulai menatap Zora tajam. Tatapannya sangat mengintimidasi hingga membuat Zora kembali gemetaran.

"Mamah gak mau tau, putuskan pacar kamu sekarang! Dan mulai sekarang tidak boleh ada penolakan lagi untuk mamah dan Papah tempatkan kamu di pesantrennya Om Razka." Sontak mendengar itu Zora langsung menangis dan menghampiri Almi.

"Mah jangan dong Mah, Zora gak mau di pesantren... Zora mau di rumah aja." Zora menatap sang Mamah dengan tatapan memohon.

Almi memalingkan wajahnya tak mau termakan rasa kasihan lagi. Kali ini Ia harus tega demi kebaikan putrinya.

"Nurut atau Mamah nikahkan kamu dengan Emir." Ancam Almi.

"Kan Kak Emir sodara Zora Mah mana bisa?" Almi menatap ke arah Zora dengan ketus.

"Siapa bilang gak bisa? Dia bukan mahram kamu, lagian kalian juga sepupu jauh. Jadi sah-sah saja kalo Papah kamu nikahin kamu sama dia." Balas Almi santai.

"Mah jangan dong Mah." Mohon Zora sambil memegangi tangan Mamah nya mencoba membuatnya iba.

Almi dengan kesal langsung menarik tangannya membuat Zora terkejut dan mengerjap.

"Pokoknya kalo kamu gak mau putusin pacar kamu dan kamu gak mau masuk pondok, mau gak mau Papah akan menikahkan kamu dengan Emir. Biarkan dia yang memberikan pemahaman untuk kamu." Kini Respati kembali berbicara dengan tegas.

"Pah jangan dong Pah, Zora kan masih sekolah masa mau di nikahin." Zora kini berpindah memegang tangan Papah nya.

"Pilihan kamu hanya dua, masuk pesantren atau menikah dengan Emir." Zora berdecak malas dengan pilihan itu. Pilihan yang sama-sama tak Ia harapkan.

"Kalo kamu diam Papah anggap kamu memilih menikah. Okeh besok Papah ke rumah Om Razka dan meminta putranya untuk kamu." Sontak mendengar hal itu Zora langsung melotot.

"Papah.... Jangan dong Pah Zora gak mau nikah sama Kak Emir, Zora masih sekolah Pah. Lagian Zora juga gak cinta sama dia." Rengek Zora.

"Jadi kamu mau masuk pesantren?" Tanya Respati lagi. Dengan berat hati akhirnya Zora pun mengangguk saja.

"Putuskan pacar mu" kata Almi kali ini terdengar lembut.

"I__iya Mah"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku