Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan

Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan

Malena Curtis

5.0
Komentar
528.6K
Penayangan
251
Bab

Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"

Bab 1 Kembalinya Mantan Pacar

Saat ini, Regina Hardian sedikit tenggelam dalam lamunannya sendiri.

Sejak siang tadi, semua yang bisa dia pikirkan hanyalah kata-kata dari dokter. "Selamat! Kamu hamil."

Tiba-tiba, Malvin Dirga mencubit lengannya dengan kuat dan menariknya kembali ke dunia nyata. Suara berat khas miliknya terdengar pada detik berikutnya. "Berhentilah melamun. Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Sebelum dia sempat menjawab, Malvin mencium Regina dengan liar setelah memegang bagian belakang kepalanya dengan penuh kasih.

Kemudian, pria itu menuju kamar mandi.

Di tempat tidur besar, Regina terbaring tak bergerak. Helaian rambutnya yang basah kini menempel di pelipis dan pipinya. Dia menatap langit-langit kamar dengan mata berkaca-kaca. Tubuhnya yang tanpa pakaian sedikit nyeri.

Setelah beberapa saat, dia mengeluarkan laporan tes kehamilan dari laci nakas.

Regina pergi ke rumah sakit karena terus-menerus mengalami rasa sakit perut yang mengganggu. Setelah menjalani tes urine, dokter menyampaikan kabar tersebut padanya. Usia kehamilannya hampir mencapai lima minggu!

Berita ini tentu sangat mengejutkannya. Dia dan Malvin selalu menggunakan pengaman setiap kali mereka melakukannya.

Setelah memutar otak, dia menelusuri ingatannya agar bisa menemukan waktu dia mulai hamil. Ternyata itu terjadi bulan lalu, setelah sebuah pesta. Malvin mengantarnya pulang dan tiba-tiba bertanya di depan pintu apakah dia dalam masa aman.

Sekarang, dia sadar bahwa waktu itu jauh dari masa aman!

Suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi. Malvin adalah suaminya. Sudah dua tahun mereka menikah secara diam-diam. Suaminya sendiri menjabat sebagai CEO Grup Dirga, yang juga merupakan atasannya di tempat kerja.

Semua ini terjadi begitu cepat. Dia baru saja bekerja di perusahaan tersebut ketika mereka secara tidak sengaja melakukannya untuk pertama kalinya setelah menghadiri pesta.

Beberapa hari kemudian, kakek Malvin jatuh sakit parah. Saat itulah Malvin menawarkan pernikahan palsu hanya untuk memenuhi keinginan kakeknya yang sekarat.

Mereka menandatangani perjanjian pranikah, setuju untuk menyembunyikan pernikahan mereka dari mata publik. Pernikahan mereka dapat diakhiri kapan saja.

Itu adalah hal yang tidak biasa untuk dilakukan. Namun, saat itu, Regina hanya menganggap dirinya beruntung.

Bahkan dalam mimpi, dia tidak pernah menyangka dia akan menikah dengan pria yang telah dia sukai selama delapan tahun. Dia menyetujuinya dengan senang hati.

Setelah pernikahan mereka, Malvin sangat sibuk. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja.

Regina berharap dia bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya di rumah. Namun, dia merasa tenang karena tidak ada rumor atau skandal apa pun tentang Malvin bersama wanita lain dalam dua tahun terakhir pernikahan mereka.

Selain sedikit ketidakpedulian yang dia tunjukkan, Malvin adalah seorang suami yang sempurna.

Perasaan Regina campur aduk saat menatap hasil tes kehamilan.

Akhirnya, dia memutuskan untuk mengungkapkan kehamilannya pada Malvin.

Untuk pertama kalinya, dia juga ingin memberitahunya bahwa dia belum mempelajari apa pun tentangnya sejak dua tahun lalu dan dia telah menyukainya selama bertahun-tahun sebelum mereka menikah.

Gemericik air di kamar mandi akhirnya berhenti.

Begitu Malvin keluar, ponselnya berdering. Dia pergi ke balkon hanya dengan handuk mandi dan menjawab panggilan tersebut.

Regina memeriksa waktu dan ternyata saat ini sudah tengah malam.

Entah kenapa, dia merasa tidak nyaman. Siapa yang akan menelepon Malvin di jam segini?

Malvin menghabiskan beberapa menit di balkon. Setelah itu, dia kembali ke kamar dan menanggalkan handuk mandinya.

Tubuhnya sungguh menarik untuk dilihat. Ada otot-otot menonjol yang menghiasi perutnya. Pinggulnya keras dan kakinya jenjang serta berotot. Sederhananya, pria ini memukau!

Ini bukan pertama kalinya Regina melihatnya tanpa pakaian. Meski begitu, dia masih tersipu dan jantungnya mulai berdebar kencang saat ini.

Malvin yang tidak menyadari tatapan mata yang tertuju padanya, mengambil kemeja dan celana jasnya dari tempat tidur. Dia mengenakannya dan kemudian mengikat dasinya dengan jari rampingnya. Garis wajah di wajah tampannya terlihat jelas, membuat Malvin tampak lebih berwibawa malam ini.

Dia sangat memanjakan mata.

"Tidak perlu menungguku pulang. Selamat malam," ucapnya.

Apa? Malvin hendak pergi? Tengah malam begini?

Cengkeraman tangan Regina pada hasil tes kehamilan semakin erat saat dia menatapnya dengan kecewa. Tanpa sadar, dia sedikit mundur. Setelah berpikir sebentar, dia berseru, "Ini sudah larut malam."

Jari-jari Malvin membeku di dasinya. Dengan senyum tipis, dia mencubit daun telinga istrinya dan bertanya, "Apakah kamu tidak ingin tidur malam ini?"

Mendengar pertanyaan ini, wajah Regina memerah seluruhnya. Jantungnya berdebar keras di dalam rongga dadanya. Dia hendak mengatakan sesuatu ketika Malvin melepaskannya dan berkata, "Jadilah gadis yang baik, oke? Ada sesuatu yang perlu kulakukan. Tidak perlu menungguku pulang."

Setelah mengucapkan itu, dia berjalan menuju ke pintu.

"Malvin."

Regina berlari dengan cepat dan berhasil mengejarnya.

Malvin berbalik dan memandangnya dengan serius.

"Ada apa?"

Ada sedikit aura dingin dalam suaranya. Awan es menyelimuti mereka saat mereka saling menatap satu sama lain.

Sedikit tertekan, Regina bertanya dengan suara pelan, "Aku ingin mengunjungi nenekku besok. Bisakah kamu menemaniku ke sana?"

Neneknya sudah tua, tubuhnya lemah dan sakit-sakitan. Dia selalu ingin bertemu dengannya. Alhasil, Regina ingin mengajak Malvin ke sana untuk meyakinkan neneknya bahwa mereka bahagia.

"Mari kita bicarakan ini besok, oke?" Tanpa menyetujui atau menolak, Malvin buru-buru pergi.

Berbagai macam pikiran terlintas di benak Regina saat dia mandi dan kembali ke tempat tidur. Dia sama sekali tidak bisa tidur.

Setelah cukup lama bolak-balik, dia bangun dari tempat tidur dan membuat segelas susu hangat untuk dirinya sendiri.

Beberapa notifikasi dari blog online masuk ke ponselnya.

Namun, dia tidak tertarik untuk memeriksanya. Ketika dia hendak menghapusnya, salah satu dari notifikasi yang masuk menarik perhatiannya. Nama yang familier itu membuatnya mengekliknya.

Berita itu berbunyi, "Hari ini, desainer terkenal, Leviana Mores terlihat di bandara bersama pacar misteriusnya."

Leviana mengenakan topi model ember. Sosok pria itu sedikit buram, tetapi bentuk tubuhnya cukup untuk menunjukkan bahwa dia tampan.

Regina memperbesar foto dalam artikel. Detik berikutnya, hatinya dipenuhi kesedihan.

Pria di foto itu tidak lain adalah Malvin!

Jadi, dia membatalkan rapat sore tadi hanya untuk menjemput mantan pacarnya dari bandara?

Regina linglung, seolah-olah ada batu besar di perutnya saat dia menyadari fakta ini.

Tangannya gemetar. Tanpa sadar, dia mencoba menelepon nomor Malvin.

Nada sambung yang terdengar di telinga menariknya kembali ke dunia nyata. Saat dia hendak menutup telepon, panggilan tersambung, dan sebuah suara datang dari ujung sana.

"Halo!"

Itu bukan suara Malvin, melainkan suara wanita yang sangat lembut.

Regina membeku sesaat lalu melempar ponselnya.

Dia tiba-tiba merasa mual di perutnya dan tenggorokannya tercekat.

Dengan tangan menutup mulutnya, dia berlari ke kamar mandi dan muntah di toilet.

Keesokan paginya, Regina berangkat kerja tepat waktu.

Malvin telah mencoba membuatnya berhenti bekerja setelah mereka menikah. Keras kepala dengan keputusannya, dia bersikeras menghasilkan uang sendiri.

Malvin tidak menentang keputusannya, tetapi dia memintanya untuk bekerja sebagai asistennya, membantunya melakukan pekerjaan sehari-hari.

Asisten utama Malvin yang bernama Musafa Jasri dibiarkan mengurus pekerjaan besar yang dimiliki Malvin.

Musafa adalah satu-satunya karyawan Grup Dirga yang mengetahui pernikahan mereka.

Sejak awal, hanya asisten pria yang bisa bekerja di kantor CEO. Regina adalah wanita pertama dan satu-satunya di sana. Penempatannya melanggar protokol yang sudah ditetapkan. Alhasil, karyawan lain bertanya-tanya apakah dia menjalin hubungan dengan Malvin.

Butuh beberapa saat sebelum mereka menyadari bahwa Malvin tidak pernah memberi perlakuan khusus pada Regina. Anehnya, hal ini membuat mereka semakin membencinya.

Lagi pula, tidak ada seorang pun yang akan bertahan lama dalam hal apa pun hanya dengan memanfaatkan penampilan mereka saja. Jadi, aneh sekali Regina mampu mempertahankan pekerjaannya selama ini.

Saat ini, salah satu rekan Regina menyerahkan sebuah dokumen dan memerintahkannya untuk membawanya ke kantor Malvin.

Semalam, Malvin tidak pulang ke rumah. Regina sangat khawatir hingga dia sama sekali tidak bisa tidur.

Yang dia pikirkan hanyalah wanita yang mengangkat panggilan teleponnya ketika dia menelepon. Apakah Malvin menghabiskan malam bersama wanita itu?

Regina sudah tahu jawabannya, tetapi dia masih berusaha menyangkal kenyataan.

Sulit baginya untuk menerima kenyataan tersebut.

Regina mencoba untuk tetap tenang sekarang. Dia beralasan bahwa apa pun yang terjadi, dia pantas mendapatkan akhir yang baik atas tahun-tahun yang dia habiskan untuk mencintai Malvin. Semua ini tidak mungkin berakhir sia-sia, kan?

Dia menekan tombol lift dengan tenang dan pergi ke kantor CEO. Sebelum dia keluar dari lift, dia merapikan rambutnya untuk memastikan dia tampil rapi.

Dia tiba di kantor, hanya untuk melihat bahwa pintunya sedikit terbuka. Suara seorang pria mencapai telinganya dan dia langsung berhenti berjalan.

"Ayolah, Bro! Sebenarnya kamu menyimpan perasaan pada Regina atau tidak?"

Suara itu milik Lugi Sanjaya, teman masa kecil Malvin.

"Apa sebenarnya maksud di balik pertanyaanmu itu?" tanya Malvin balik dengan suara dingin.

"Kamu tahu persis apa maksudku!" Lugi mendecakkan lidahnya dengan tidak sabar dan menambahkan, "Menurutku Regina adalah wanita yang baik. Benarkah dia bukan tipe yang kamu sukai?"

"Bagaimana kalau aku memperkenalkannya padamu?" tanya Malvin tanpa pikir panjang.

"Ah, sudahlah, lupakan saja!"

Tawa mengejek Lugi terasa sangat menusuk di telinga Regina.

Mereka membicarakannya seolah-olah dia adalah sebuah objek.

Regina menarik napas dalam-dalam dan mempererat cengkeramannya pada dokumen yang dia bawa.

Tidak lama kemudian, suara Lugi kembali terdengar.

"Omong-omong, aku melihat berita gosip tentang pacar misterius Leviana pagi ini. Itu adalah kamu, kan?"

"Ya, itu aku."

"Wah, wah! Kamu masih sepenuhnya berada di dalam genggaman tangan wanita itu. Kamu selalu ingin menyenangkan hatinya."

Lugi menghela napas dan terus menggoda Malvin. "Kalian berdua telah menghabiskan malam bersama. Seperti pepatah lama, perpisahan justru semakin mendekatkan hati. Katakan padaku, apakah kalian berdua ...."

Percakapan mereka seperti petir di siang bolong bagi Regina.

Wajahnya memucat dan tubuhnya sedingin es.

Leviana dan Malvin telah menghabiskan malam bersama!

Perpisahan justru semakin mendekatkan hati!

Setiap kata seolah menancapkan sebuah pisau ke dalam hatinya.

Beberapa suara bisikan memenuhi benaknya sekarang. Dia tiba-tiba merasa akan jatuh pingsan, penglihatannya menjadi kabur.

Dia memegang dinding dan mengambil satu langkah mundur. Tiba-tiba pintu kantor CEO terbuka dari dalam.

"Regina?"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku