Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Suamiku Duda Muda

Suamiku Duda Muda

Rien Rini

5.0
Komentar
5.5K
Penayangan
23
Bab

"Apa!" Lisa melebarkan matanya. "Aku harus mau nikah sama dia, si duda itu, haruskah?" Siang itu tanpa badai, Lisa harus menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah sekaligus menjadi istri kedua dari seorang pemuda yang baru saja berpisah dari istrinya, namanya Gionino. Hanya berbekal hubungan baik keluarga yang tercipta diantara kedua orang tua mereka, urutan bisnis memang nomor satu. Ancamannya kalau dia tidak mau, perusahaan ayahnya yang sudah mulai goyang itu akan jatuh, tak akan bisa bangun lagi. Tapi, kenapa harus dengan anak terakhir mereka, bukan yang pertama, bahkan belum menikah. "Ica!" "Lisa, namaku Lisa!" dia pasti jahat pada mantan istrinya sampai digugat begitu. Lisa yakin. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka? Apa Lisa bisa menerima dan tahu alasan rahasia suaminya menjadi duda diusia muda?

Bab 1 Praduga di Kepala Lisa

"Huh!"

Oseng, oseng, oseng.

Suara alat dapur yang tengah sibuk mengikuti irama dan kemauan dari pemiliknya, setiap pagi sudah menjadi kewajiban Lisa membuat sarapan dan bekal, pemuda itu, maksudnya sang suami tidak mau makan selain dari apa yang dia buatkan.

Kenalkan dia, Lisa Tunggal Dewi, dia anak tunggal dari keluarga sederhana yang menggantungkan kehidupan dari usaha percetakan kecil di satu kampung. Lulusannya sebagai sarjana awalnya begitu didedikasikan, tapi setelah perintah menikah kala itu, siang tanpa badai, mengubah semuanya.

Dia harus menikah demi menyelamatkan nasib usaha kecil ayahnya yang hampir terlindas jaman, usaha itu mimpi ayahnya, walau dia bisa berjanji bekerja dengan penghasilan yang besar, tetap saja usaha percetakan itu ingin terus ayahnya kembangkan, bila usaha itu lenyap, lebih baik ayahnya mati saja.

Duar,

Mau tidak mau dia harus menikah dengan pemuda bernama Gionino ini, memang dia masih muda, terpaut dua tahun dari Lisa, hanya saja dia sudah menjadi duda setelah menikah selama satu bulan.

Gugatan sang mantan istri melayang begitu saja, semua dibuat gempar, dan di sini Lisa menjadi poros nama baik, mengembalikan nama baik Gio sekaligus usaha keluarga itu, termasuk usaha ayahnya yang ternyata kerja sama di sana.

"Ica!" seru Gio, dia baru bangun tidur, entah lidahnya mengulat atau apa, memanggil Lisa begitu sulit, yang ada Gio selalu memanggil Ica dan Ica. "Ica!"

"Iya, aku di dapur, cuci piring, Gi!" balas Lisa berteriak, suara gemericik air akan menjadi alasan telinga Gio tak mendengarnya, pasti akan mengomel kalau Lisa tak membalasnya. "Aku di sini!" berteriak sekali lagi sampai Gio mengintip ke dapur.

Ica, Ica ... sebal kalau namanya diganti.

Gio berjalan mendekat, rambutnya masih acak dan wajahnya bentuk bantal, mengambil duduk langganan biasanya, menyendok nasi yang sudah Lisa siapkan.

"Kenapa tidak mandi dulu, hem? Kan enak kalau sudah mandi, kamu jadi bisa langsung kerja, Gi." mengeringkan tangannya, dia sudah mandi, berharap bisa berangkat lebih awal. Duda satu ini susah sekali diatur, selalu membuatnya hampir telat berulang kali. "Enak?" bertanya lagi meskipun yang tadi belum dijawab.

Gio mengangguk, dia selalu menyenangkan kalau makan, tak pernah menolak atau bahkan mengkritik rasa masakan Lisa, sejak mereka menikah itu yang menjadi pertimbangan Lisa, secara fisik suaminya itu sempurna, sikapnya juga hanya menyebalkan sedikit, tapi entah kenapa satu bulan sudah mendapatkan surat gugatan dari istrinya, kisah yang dikenal penuh akan cinta, padahal suaminya itu bukan yang suka KDRT juga.

Sampai detik ini belum Lisa temukan jawabannya, dia sempat menduga masalah ranjang, mungkin Gio meminta lebih hingga mantan istrinya jengah, tapi tidak. Gio memperlakukannya dengan lembut di malam pertama itu meskipun belum ada cinta nyata sampai sekarang diantara keduanya, maksudnya tidak ada yang mau mengaku secara terang-terangan, Lisa sering menganggap pernikahan dan rumah tangga ini hanya permainan Gio dan keluarganya saja.

Namun, lagi-lagi perkiraannya dipatahkan, keluarga itu baik kepadanya.

"Mau sampai kapan bengong?" Gio sudah selesai. "Makan cepat, Ica. Aku antar ke kantor!" ini, tiba-tiba suka memutuskan segala hal.

"Iya, aku makan cepat." Lisa mendengus, sekali saja suaminya itu memanggil nama aslinya, hanya saat dia menikah, setelah itu jangan harap, dia hanya akan mendengarkan Ica dan Ica.

"Ica!"

"Iya, ini baru selesai. Tunggu sebentar tinggal kucir rambut!" herannya walau tanpa cinta yang mendasar, pertengkaran mereka sangat minim, Lisa yang sudah dewasa dalam pemikiran bisa menerima sikap Gio, sedang Gio yang tak pernah salah memutuskan sesuatu, jadi tak ada yang mengundang sakit hati, hanya sebuah rasa penasaran yang belum bisa Lisa mengerti sampai hampir satu tahun menikah dengan Gio.

"Terima kasih sudah diantar, nanti aku naik ojek saja. Aku kabari kalau pulang, Gi. Hati-hati ya!"

Gio mengangguk, seperti biasanya tak menjawab hanya anggukan saja. Mobil biru itu melaju mengikuti angin, Gio tersenyum simpul dan samar setelah menjauh, melirik ekspresi Lisa dari spionnya, wanita itu, istrinya yang kedua, pemilik dunianya.

***

"Lis, tumben sekali datang lagi, apa dunia baik-baik saja?" tawa mengudara dari teman satu ruangannya, Renata.

Lisa bergeleng sambil memejamkan mata, kebiasaan kalau sudah mendapatkan keuntungan hari ini, itu jelas tak akan gratis dari suaminya yang penuh dendam, dendam-dendam menyebalkan sebenarnya, tidak melibatkam emosi yang bagaimana juga.

"Gio minta apa lagi?" Renata meledek, dia yang paling tahu kegundahan sebelum pernikahan itu berlangsung. "Dia tidak mengantarmu, kan?"

Brak!

Yang ada di ruangan itu sama kagetnya, Lisa menjatuhkan kepalanya sendiri ke meja, setiap pagi akan selalu ada drama di rumahnya, Gio yang minta ini dan itu, Gio yang mendadak diam, terkadang juga sebal tanpa alasan, walau itu tidak membuat sakit hati yang berlebih, setidaknya selama kurang lebih satu tahun ini pagi Lisa tak pernah tenang seperti jaman masih perawan.

"Kakakku juga berkencan dengan pria yang lebih mudah, lebih darimu malah, dia terpaut enam tahun. Kemarin, dia tanya masalah itu, emmm ... itu-"

"Ranjang?" potong Lisa menebak, selalu itu yang ditanyakan kalau menikah dengan yang lebih muda. "Jangan ditanya, maksudku setiap orang berbeda dalam hal itu, belum tentu masih muda atau lebih tua menjadi patokan, merek-"

Renata hentikan, "Aku sedang bertanya soal suamimu, kenalan kakakku itu kurang lebih sama dengan Gio, kalau Gio bagaimana? Apalagi dia kan duda, pasti dia lebih hot ya?" kedua alis Renata naik-turun bergantian.

Ahahahahah,

Lisa garuk tengkuknya, mendadak panas dan gatal saja seolah Gio ada di ruangan itu. Dia hanya menjawab dengan gedikan bahu, Renata mungkin membayangkan benar kalau Gio itu hot, walaupun tak bisa Lisa elak juga, yang pasti suami istri pasti punya cara sendiri untuk melakukannya, termasuk waktu dan berapa kalinya.

Pertanyaan Renata membuat Lisa kembali ingat pada moment malam pertama mereka setelah satu hari penuh bertemu keluarga selepas menikah.

Bukan hanya Lisa yang kikuk, tapi Gio juga. Dengan label duda yang disandangnya, tak membuat Gio terlihat begitu pengalaman, mencium Lisa saja terasa kaku, walau Lisa belum pernah berciuman, setidaknya dia bisa membayangkan selihai apa para aktor drama itu, Gio tak seperti itu sampai dia berfikir suaminya digugat karena kurang memuaskan, padahal beberapa menit kemudian Lisa merasa puas.

"Kan jadi malu kalau ingat itu!" Lisa rutuki dirinya sendiri.

Suara Gio kembali terdengar, dia masih ingat setelah selesai Gio membisikan apa kepadanya.

"Terima kasih, Ica. Biarkan hanya aku saja yang melakukan ini denganmu."

Seperti ada sayatan luka di suara itu dan jadilah banyak praduga di kepala Lisa setelahnya tentang kondisi sang suami. Namun, kebisuan Gio tak membuatnya mudah mendapatkan jawaban, terlebih lagi mereka satu keluarga putus hubungan dengan mantan istri Gio, sepertinya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rien Rini

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku