Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pemilik Hati Tuan Mafia

Pemilik Hati Tuan Mafia

Jane Alxr

5.0
Komentar
952
Penayangan
66
Bab

Lahir dengan takdir yang tak beruntung, membuat Belle harus selalu menerima kenyataan pahit. Namun, semua tak berakhir begitu saja. Belle menemukan cahaya, tentang sebuah pembalasan kepada mereka yang telah berani menorehkan luka. Belle bangkit dari keterpurukannya bersama Albara. Cinta, persahabatan, keluarga, Belle tak lagi mempercayai semua itu. Hanya satu, Albara sang penyelamat hidup yang terus mendukungnya. Akahkah keduanya hidup bersama? Apa Belle bisa menerima Albara sepenuhnya? Siapa lagi yang akan memberinya luka pedih?

Bab 1 Part (1) Siksaan Ibu Tiri

Gadis itu perlahan mulai menjauh.

Tetesan darah mengalir dari kening dan lengannya.

Matanya menatap tajam pada tongkat yang baru saja membuatnya terluka, tepat pada bagian wajah itu.

Wajah yang akan selalu diingatnya, senyum tipis tersirat dalam bibir dengan goresan luka.

“Bahkan, dia bukan manusia!” pekik hatinya.

Air matanya mengalir menghujani pipi yang memang sudah basah sedari tadi.

Bahkan seluruh tubuhnya basah kuyup.

Livia menatap anak tirinya, Belle dengan tatapan tajam dan tangan yang masih memegang erat tongkat yang ujungnya telah di penuhi darah.

Lantai sudah ada jejak darah.

Namun, hatinya masih belum puas. Kekesalannya masih belum sepenuhnya terlampiaskan.

Sejenak ia berpikir, penyiksaan apa lagi yang harus dilakukannya kepada sang anak tiri.

Eleird baru saja pulang dari luar kota setelah perjalanan bisnis yang ia lakukan terselesaikan.

Di pinggir toko, ia samar melihat sosok putrinya.

Eleird membubarkan lamunannya.

Bahwa tidak mungkin, anaknya akan makan di pinggir toko dengan raut wajah ketakutan.

Eleird hendak memacu mobilnya pergi.

Gadis itu berdiri membuang bungkus roti di tempat sampah tak jauh darinya.

Eleird memperhatikan dengan seksama, itu benar putrinya.

Eleird langsung turun dari mobil dan menghampiri Belle.

“Belle!” panggilnya.

Betapa terkejutnya Eleird ketika mendapati gadis yang makan di pinggiran itu ternyata benar putrinya, dari istri pertama.

Sontak ia berlari memeluk putrinya dengan erat, seketika tangis itu pecah.

Seakan banyak hal yang telah terjadi kepadanya, Eleird mengusap air mata Belle dan membawanya masuk ke mobil.

Eleird pergi ke seberang jalan untuk membeli air minum, kemudian kembali ke mobil dan memberikannya kepada Belle.

“Apa yang terjadi, Nak!” tanyanya.

Eleird Meletakkan tangannya di kepala Belle.

Belle meminum air yang diberikan Ayahnya, “Shhkk, a-aku lapar ....”

Eleird segera menyalakan mobilnya menuju sebuah restoran.

Di sana ia membelikan beberapa makanan untuk Belle.

Eleird menatap wajah putrinya yang makan dengan lahap, seperti seseorang yang tidak makan beberapa hari.

Hatinya terkikis, ingin tahu apa yang terjadi dengan putrinya.

“Belle, ada apa?” Eleird bertanya, “kenapa makan di pinggir seperti tadi? Di rumah tidak ada makanan?”

Belle kembali menangis dengan tersedu-sedu, ia menceritakan semua yang terjadi kepadanya dan sikap Ibu tirinya.

Hanya Ayahnya yang mau mendengarkan keluh kesah dan tangisnya.

Mentalnya sangat terguncang dan rahang itu semakin terlihat jelas.

Entah berapa lama dia belum makan.

Eleird terdiam, setelah putrinya selesai makan ia membayar bill dan beranjak pulang.

Tangannya mengepal sudah siap untuk sampai ke rumah.

Sesampainya di rumah, ia malah mendapati istri-putranya Reval sedang asik makan dan tertawa.

Mereka tak memikirkan Belle sama sekali.

Eleird duduk di sofa meremas dengan erat jaket yang ada di tangannya.

Livia membelalak tak percaya ketika Belle pulang bersama Eleird.

Namun, ia tetap yakin sepenuhnya jika suaminya akan tetap menyalahkan Belle.

Terlebih lagi, Livia telah memberinya anak laki-laki yang siap menjadi penerusnya.

Belle dan Reval naik ke kamar mereka masing-masing.

Livia mendekati Eleird dan duduk di sampingnya, merangkul tubuh itu dengan lembut.

Eleird berdiri, jaket yang ia pegang juga disingkirkan.

Tangannya yang sudah panas sedari tadi, menampar pipi kanan istrinya dengan keras.

‘Plakkk’

“Dasar bodoh ... beraninya kau melakukan itu kepada anakku!” teriak Eleird kepada Livia, istrinya.

“Apa yang kau lakukan ... kau menamparku?” bentak Livia tak terima.

“Sejak awal kita sudah membuat kesepakatan bukan, dan kau juga berjanji akan merawat Belle seperti anakmu. Tapi, mulutmu hanya penuh kebohongan saja!” tegasnya. Sembari mencengkram tangan kanan Livia.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Jane Alxr

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku