Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
91
Penayangan
17
Bab

Jomblo ngenes! Mungkin adalah istilah yang cocok untuk Rayya saat ini. Ditinggal nikah pas lagi sayang-sayangnya. Tanpa kabar pula! Tapi ternyata kisah sial di hidup Rayya nggak sampai di situ aja. Nyatanya, suatu malam ia memperburuk semuanya dengan mabuk di helidek kapal pesiar perusahaan tempat ia bekerja, dan berakhir di kamar seorang pria asing. Well, bukan benar-benar asing sebenarnya. Lelaki itu adalah CEO perusahaan mereka, Lydon Zimmerman. Lelaki sinis, bengis, perfeksionis, dan ... oh, ntah sematan apa lagi yang cocok untuknya. Intinya dia kejam! One night stand kala itu membuat Rayya terjebak dalam ikatan pernikahan tanpa cinta! GILA! Bagi Lydon, Rayya hanyalah sosok yang tepat untuk dijadikan boneka. Atau mungkin mesin pembuat anak! Pernikahan itu akan menjadi mimpi buruk bagi Rayya, apalagi hati Lydon masih terikat dengan kisah masa lalu. Parahnya lagi, wanita itu kembali hadir di tengah-tengah mereka, menggoyahkan bahtera rumah tangga yang masih seumur jagung. Mematahkan hati Rayya untuk ke sekian kalinya hingga remuk redam.  Memendam rasa yang mulai timbul di hatinya membuat Rayya menelan pil pahit dari cinta yang bertepuk sebelah tangan. Walau seluruh dunia mendeklarasikan restu, jika cinta tidak untuk Rayya, masih mukinkah mereka bersama? Atau ... haruskah Rayya memilih berpisah, dan merelakan anak yang dikandungnya menjadi milik keluarga Zimmerman? jangan lupa ikuti IG @deenushur_circle yaa ❤️

Bab 1 Kapal Pesiar

"Jahat kamu! Jahat ..." Rayya berbisik lemah di antara isak tangis. Bisikan yang bahkan tidak mungkin terdengar oleh siapa pun, karena suaranya langsung tersapu oleh angin laut.

Tsurayya Abhimana, biasa dipanggil Rayya, sedang menikmati sapuan angin malam di helideck kapal pesiar yang sedang ditumpanginya.

Ia mengesap anggur yang diraihnya dari salah seorang pelayan yang melintas di depannya tadi. Bukannya meraih sebuah gelas, ia malah menarik sebuah botol dan menegaknya langsung dari sana.

Sebenarnya, Rayya bahkan tidak sadar bahwa botol yang ia raih itu adalah minuman beralkohol. Gadis itu tidak pernah melihatnya sebelum ini. Lagi pula, ia terlalu kalut untuk memperhatikannya.

Rayya hanya merasa tenggorokannya kering dan haus, lalu asal tarik saja ketika melihat botol minuman mewah melintas di hadapannya.

Di lantai dasar, semua karyawan The Crown, perusahaan tempat Rayya bekerja, sedang merayakan kesuksesan hasil kerja mereka pada tahun ini. Keuntungan yang melebihi ekspektasi yang direncanakan membuat pemilik perusaha memberikan reward liburan ke Bali dengan menggunakan kapal pesiar mewah yang di booking khusus.

Rayya sendiri tidak terlalu bersemangat untuk bergabung bersama mereka. Ia ikut dalam pelayaran ini juga karena desakan kedua sahabatnya, Ratna dan Ayumi.

"Gue benar-benar nggak mood untuk ikut. Serius. Kalian aja deh, ya?" ujar Rayya beberapa hari yang lalu pada kedua sahabatnya yang datang membujuk wanita itu untuk ikut berlayar.

Bukannya Rayya tidak tertarik. Siapa sih yang tidak mau naik kapal pesiar?

Gratis pula!

Namun, berita pernikahan Rendra masih menghancurkannya. Lelaki yang sudah menjalin hubungan dengannya selama setahun belakangan itu diam-diam menikah. Tanpa pemberitahuan apapun.

Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja badai itu menghantamnya kuat!

Padahal mereka tidak sedang terlibat masalah apa-apa. Semua baik-baik saja. Berita itu begitu mendadak dan memukulnya dengan begitu telak. Hatinya hancur.

Rendra yang sejak dulu mengejarnya, terus meyakinkan betapa lelaki itu mencintainya, kini malah mengkhianati kepercayaan Rayya.

Saat dirinya luluh dan mulai mencintai lelaki itu semakin dalam, tiba-tiba saja ketulusan perasaan Rayya dihancurkan dengan begitu kejam.

Sikap Rendra sendiri bahkan masih sangat romantis padanya. Ia tahu tentang pernikahan itu setelah satu minggu lelaki itu sah menjadi suami wanita lain.

Kejam! Tega sekali dia!

Jika saja video itu tidak dikirimkan ke ponselnya oleh sebuah nomor asing, Rayya mungkin masih menjalani hubungan dengan Rendra. Hubungan terlarang yang membuat Rayya menjadi sosok selingkuhan! Hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Bahkan, sampai kemarin pun, mantan kekasihnya itu masih saja menghubungi, menelpon dan mengirimkan puluhan pesan yang tidak lagi ia balas.

Akhirnya Rayya memutuskan untuk mengganti nomor ponsel demi menghindari Rendra.

Hatinya sakit. Siapa sih yang nggak sakit diperlakukan seperti itu?

Rasanya susah sekali mengakhiri hubungan yang sudah membuat dirinya nyaman. Menyangka bahwa ia dan Rendra memang diciptakan untuk terus bersama.

Bahkan Ratna dan Ayumi pun tidak percaya. Mereka melihat sendiri bagaimana selama ini Rendra memperlakukan Rayya dengan begitu manis dan romantis. Rayya dan Rendra adalah double R yang dinobatkan sebagai couple goal dan berhasil membuat orang-orang yang melihat menjadi iri.

"Ayo dong, Rayya. Pokoknya lo harus ikut! Gak pantas banget lo meratapi lelaki pengecut kaya Rendra!" sergah Ayumi dengan wajah kesal.

"Ayumi benar, Rayya. Rendra nggak pantas menerima kekecewaan lo yang kaya gini. Lo harus ngebuktiin sama Rendra bahwa lo bisa banget bahagia walau nggak sama dia." tambah Ratna lagi. Tegas dan menggebu-gebu. Mereka juga ikut panas dan sakit hati melihat Rendra mempermainkan perasaan Tsurayya.

"Dan sayang banget nggak sih kalu kita sampi melewati liburan kali ini. Kapan lagi kita bisa naik kapal pesiar mewah secara gratis?" sambung Ayumi kemudian dengan nada mengompori.

Rayya menghela napasnya dengan berat. Kedua sahabatnya itu benar. Rendra memang tidak pantas diratapi. Dan begitulah, akhirnya ia setuju untuk ikut.

Wanita cantik dengan hidung bangir dan kulit kuning langsat itu mulai merasakan kepalanya berkunang. Efek minuman keras yang ia minum dari tadi mulai menunjukkan hasil. Membuat tubuhnya seperti melayang.

Pandangannya bahkan mulai buram dan bergoyang. Rasanya, air laut yang dingin itu memanggil-manggilnya untuk melompat. Membenamkan diri ke dalamnya hingga Rayya dapat melupakan semua rasa sakit.

"Aaaaaaaa!" Rayya berteriak kencang ke arah laut lepas. Setidaknya ia bisa membuang semua gumpalan sakit di dalam dadanya. Berharap, setelah ini ia dapat merasa lebih baik, membuang Renda dan semua kenangan yang diberikan lelaki itu padanya jauh ke di tengah samudra.

Angin laut menyapu wajah dan tubuhnya dengan kencang. Dingin malam menusuk hingga ke dalam sumsum tulang, namun sama sekali tidak dapat mengalihkan sakit yang ia rasakan di dalam dada.

Dress tanpa lengan sebatas lutut membuat roknya yang kembang melambai dan menyingkap. Rayya bahkan tidak sempat memperdulikan itu semua. Paha mulus yang sesekali mengintip di baliknya pun dibiarkan begitu saja. Plus kain merah segitiga kecil yang menjadi penutup bagian tubuhnya yang paling rahasia.

Lagi pula siapa sih yang akan melihat? Semua orang sedang bersenang-senang di bawah. Hanya dirinya saja yang sedang merutuki nasib di sini.

Pandangannya semakin nanar, entah karena air mata atau karena kesadaran yang mulai hilang.

"Renda sialan! Bajingan kamu. BRENGSEEEKKKK! Apa kamu pikir cuma kamu satu-satunya cowok di muka bumi ini? Hah? Masih banyak lelaki lain yang jauh lebih baik dari kamu!" teriak wanita itu sambil terhuyung-huyung di pinggir pagar pembatas.

"AAAAGGGRRHHHH!!" teriaknya lagi sekuat tenaga.

Rayya menangis kencang. Membiarkan segala emosinya lepas, agar hatinya lega. Walau sudah lebih satu jam ia di sana, rasa lega itu tak kunjung datang.

Gadis itu sama sekali tidak menyadari sepasang mata biru laut menatapnya tajam tidak jauh dari sana. Alis mata yang lebat dan hitam itu tampak mengernyit kesal. Merasa terganggu dengan keriuhan yang diciptakannya.

***

Lydon Zimmermann, CEO perusahaan The Crown yang sedang mengadakan pesta tersebut, naik ke helideck untuk menghindari keriuhan yang sedang terjadi di bawah sana. Hingar-bingar musik dan suara tawa yang saling bersahutan membuat kepalanya seakan mau pecah. Berisik!

Belum lagi sosok-sosok yang mengekorinya kemana-mana, berusaha menjilat dan mengambil simpati, membuat lelaki itu gerah dan muak.

Ini adalah sebuah liburan, maka seperti itu lah ia ingin merasakannya. Sebuah liburan!

Lydon sama sekali tidak menyangka bahwa naik kemari juga tidak membuat dirinya dapat menyendiri dengan tenang. Dia malah diganggu oleh kehadiran seorang wanita sinting yang saat ini sedang berteriak ke arah laut lepas itu.

"Sial." gerutu lelaki yang saat ini juga sedang berada di ambang batas kesadaran karena teralu banyak meneguk minuman keras itu.

Lydon menatap bawahan dress selutut yang dikenakan wanita itu, melambai-lambai tertiup angin dan membentuk tubuhnya yang ramping. Sesekali kain merah kecil berbentuk segitu juga mengintip dari sana. Mampu membuat darah para lelaki normal mana pun berdesir hebat.

"Ck! Kenapa wanita sialan itu harus ada di sini?" gerutu Lydon kesal. Dan semakin kesal dengan reaksi tubuhnya pada pemandangan yang dilihatnya di sana.

Dirinya adalah lelaki normal. Wajar saja tubuhnya memberikan reaksi seperti itu.

'Dasar perempuan. Berkoar-koar ingin kaum Adam menjaga pikiran dari hal-hal kotor, tapi malah menyajikan pemandangan seperti itu.' sinis Lydon di dalam hati.

Tiba-tiba ... Lydon melihat tubuh wanita itu terhuyung dan hampir terjatuh melewati pagar pembatas. Reflek, ia langsung bangkit dan berlari menghampiri wanita gila itu. Untung saja ia berhasil meraih pinggangnya agar tidak tercebur ke dalam laut lepas.

Syukurlah, ia tiba tepat pada waktunya.

"Apa kau gila? Hah?!" teriak Lydon dengan suara kasar sembari memutar tubuh mungil itu menghadap ke arahnya.

Namun wanita itu malah menatapnya tidak mengerti.

"Aah? Siapa kamu?" lirihnya dengan suara lemah setengah teler.

Namun, belum sempat Lydon menjawab, wanita itu malah terkulai lemas di dalam pelukannya. Ia pingsan.

"What?!" desis Lydon dengan mata terbelalak karena rasa terkejut. Ia menggerutu kesal, namun tetap memegang kuat tubuh mungil yang kini tidak sadarkan diri itu.

"Sial, tubuhnya dingin sekali!" gumam Lydon lagi saat menyadari tubuh wanita di dalam dekapannya itu hampir membeku karena kedinginan.

'Wanita ini bisa mati kedinginan jika terus berada di luar sini.' pikir Lydon sambil menghentakkan tubuh Rayya dan membenarkan posisinya di dalam pelukannya. Setidaknya, itu mungkin dapat memberikan sedikit rasa hangat.

Sambil terus menggerutu kesal karena terjebak dalam situasi itu, Lydon juga merasa kebingungan.

Kemana ia harus membawa tubuh wanita ini? Dia pingsan dan tidak ada siapa pun di sekitar mereka.

Sambil kembali mendengus kesal, Lydon memutuskan untuk membawa wanita itu masuk, lalu menyusuri lorong-lorong kapal pesiar tersebut dengan langkah terhuyung.

Entah karena efek minuman keras, atau karena gelombang ombak di luar yang cukup besar.

"Di mana kamarnya?" gumam Lydon sambil menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Ia berusaha menemukan seseorang.

"Hei, kau bisa mendengarku?" tanya Lydon kasar sambil mengehtakkan sedikit tubuh mungil dalam dekapannya itu. Namun, tentu saja tidak ada reaksi apa-apa dari wanita itu.

"Di mana sih para pelayan itu?" gerutunya lagi bertambah kesal. kepalanya sudah cukup sakit tanpa harus ditambah mengurus seorang wanita yang tidak dikenal.

Namun, sayangnya ia tidak menemukan siapa pun di sana. Sepertinya mereka semua sedang menikmati pesta.

Kepala Lydon terasa semakin berdenyut dan berdentam bagai dihantam palu raksasa. Ia sangat ingin membenamkan diri di atas tempat tidurnya yang empuk.

Tanpa berpikir panjang dan lebih lama lagi, ia pun segera membawa tubuh ringan dan langsing itu menuju ke kamarnya.

Lydon tidak pernah melihatnya sebelum ini. Mungkin anak baru, atau malah mahasiswa yang sedang magang di perusahannya? Entahlah, ia tidak peduli.

Wanita ini terlihat sangat muda. Mungkin sekitar awal 20an. Atau malah masih belasan tahun?

Ya Tuhan! Ia bisa terkena skandal jika ada yang melihat mereka!

Tiba di dalam kamarnya, Lydon membaringkan tubuh yang di luar dugaannya seringan kapas itu di atas ranjang berukuran besar miliknya. Lalu ia pun bergerak menjauh.

Namun, belum sempurna Lydon berdiri tegak, kedua tangan wanita itu kembali merengkuh lehernya dan menarik tubuhnya mendekat, sehingga membuat Lydon kehilangan keseimbangan dan terjatuh tepat di atas tubuhnya yang mungil.

Lalu sedetik kemudian, tanpa mampu mengelak ia merasakan bibir wanita itu menyentuh bibirnya. Bergerak dan melumat bibir Lydon dengan liar. Seakan dirinya memang sudah mahir melakukannya.

Lydon terkejut, namun sama sekali tidak berusaha menolak. Bagaimana bisa? Ia merasakan darahnya berdesir dan keperkasaan yang menjadi bukti kelelakiannya kini mendesak ketat di balik celana. Mulai menunjukkan reaksi alami dari tubuhnya yang juga berada di ambang kesadaran.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku