Persona
ng. Melepas helmnya dan meletakkannya di atas spion. Men
masuki sekolah yang sepi. Berjalan gontai menuju kelas, se
n pekerjaan rumah seperti siswa lain. Dia memang senang datang sebelum sekolah terla
sekolah di SMA Tunas Bangsa. Dan seja
yang sedang piket. Dia baru meletakkan tas di bangkuny
sapa gadis itu,
angnya, "eh,
isan kuota. Ini penting banget buat tugas. Bentar aja, nanti gue balikin," terang gadi
andphone dari dalam tasnya dan
dengan tersenyu
kemudian dia berj
itu terheran. "E
"gue mau ke luar bent
one lo
gue ke luar
udah." Risa m
langkahnya ke luar
engan Gilang dan agar Gilang tidak curiga padanya kalau dia diam-diam menaruh hati pada lelaki itu bahkan sejak aw
as Bangsa, dia dikenal baik dan ramah pada semua orang, senang membantu, supel, tidak pilih-pilih dalam berteman. Dia aktif dalam berbagai organ
ang senang terhadapnya. Termasuk para guru. Teman-temannya pun senang terhadapnya, terutama kalangan perempuan. Apa lagi jika dia memiliki fi
*
an Evan baru saja datang tatkala para siswa di
a di sana. Evan juga duduk di bangkunya send
katan Safira dan Evan yang terlihat seperti orang pacaran. Safira yang mendengar itu hanya memutar bola mata m
swi lain menoleh ke arah Safira yang baru duduk di
at PR lo, do
," jawab S
o belum ngerj
mm
a gue." Andra tak percaya. Safira menghela napas. Akhirnya dia membuka resel
afira. Safira tak heran lagi, Andra memang senang mencontek pekerjaan rumahnya. Tak hanya pekerjaan rumah, tugas s
idnya yang sangat cerdas, namun, nyatanya
rumor yang beredar katanya Andra menyukai Safira, tapi Safira tak mempercayai it
seantero sekolah. Para siswa yang tadin
ngembalikan
ni---masuk ke kelas dan meminta ketua kelas untuk mem
u pulang tiba. Para siswa berkeluaran dari set
ka pulang pun Safira diant
ung kosannya. Di balik helm fullface-nya yang kacanya tak dibuka, Evan mengangguk, s
tup rapat, sesekali dia tersenyum tipis pada seorang gadis yang lebih tua dariny
urnya dulu sebelum bepergian. Lantai ubin yang tampak mengkilat karena sering di pel dengan pewangi lantai. Isi-is
a mendapati kamarnya berantakan. Kamar adalah satu-satunya tempat dia mengistirahat
ika ponselnya berbunyi. Telepon dari ibun
afira seraya duduk
ja, kan?" Suara ibu di seberang terdengar
aman, kok, Bu," jawab Safira dalam kebi
tv, katanya salah satu SMA di Jakarta, muridnya ada yang terlibat kasu
sekolah Safira. Sekolah Sa
an sampai kamu terlibat atau bergaul sam
i, kok dan nggak akan terlibat kasus apa pun. Ib
baik-baik. Ibu selalu do'akan kamu. Sem
. Makas
up dulu teleponnya.
Safira sebelum akhirnya
ia meletakkan ponselnya di tempat tidur lalu mengganti seragamnya secepat mungkin karena set
endidikan yang lebih baik. Dan di sini dia hanya mengekos karena tak ada sanak keluarga ya
at. Dia ingin bersekolah di SMA yang bagus yang tak mungkin dia dapatkan di Kalimantan. Dia ingin kuli
sama-sama di Jakarta. Pasalnya lelaki itu juga memiliki tujuan yang sama. Ibu Safira yang sudah percaya de
as berkualitas baik yang mampu menunjang masa depannya kelak. Meski pun dia tahu, Jakarta kota yang kejam d
*
r ke kafe tempat tongkrongannya yang biasa dia dan teman-temannya singgahi. Ada j
ak?" tanya Fajar sambil bertos
empatin ke sini," jelas Evan setelah meletakkan bokongnya di kurs
Tino yang sedang menghadap belakang, mendatangi barista. Saat me
Tino berbalik badan, berjalan ke arahnya dengan sege
pada Tino yang kini
tua dari Evan hanya bekerja di bengkel. Evan mengenal mereka di sebuah acara ulang tahun teman sekelasnya waktu lalu. Dan entah bagaimana caranya mereka bertiga akhirnya jadi teman akrab. Mungkin karena kesamaan
kan ponselnya, menyalakan kamera, mulai merekam akti
yang mengisap rokoknya, lalu dia merekam wajahnya sendiri. Mereka tertaw
*
ambil memainkan sosial media. Gadis itu terpaku kala melihat foto yang pertama kali muncul di berandanya adalah foto dari
Dia membaca caption itu pelan, "selalu sayang kamu ... Tina." Safira me
*