Senyum Itu Luka
na!" Sebuah cambukkan m
ng banyak, bu
a rasakan dari tangan seorang
engan wajah tertunduk dan
dengan kencang, sehingga sang Anak sulit mengambil napas. "Lo, i
. Tak bisa berbuat apa-apa saat anak
uat untuknya. Untung saja sang Ayah hanya melakukan penyiksaan itu
"Awas, kalau gue lihat lo lagi ma
ngguk pelan.
e butuh buat m
ak ada u
aknya. Menemukan selembar uang pecahan lima pul
"Jangan, Yah. Itu buat beli obat Ibu hari ini." Tangannya berus
gung Kamila, lalu pergi dengan m
di kursi roda karena lumpuh. Ia berusaha kuat. Menahan semu
ar dari netra Bu Lesti berubah menjadi deras. Setiap hari penyiksa
gung sudah bukan hal luar biasa. Bahk
enyentuh pucuk kepala sang Anak. "Nak, kalau kamu nggak ku
g basah karena air mata. "Aku nggak mungkin tinggalin, Ibu. Sampai kapan pun, aku bakal ada di sisi Ibu.
ka dan berjuang sendiri. Lelahnya bekerja dan belajar tidak dapat samb
"Ibu, berdoa semoga hidupmu kelak bahagia. Bisa bertemu laki-laki bai
h sendunya di pangkuan sang Ibu. Melepas jerit
. Kuliah, bekerja di minimarket sampai jam dela
n pukulan dari sang Ayah yang baru sa
ji yang berada di meja. Pasalnya, ia tidak meli
i terpaksa harus berhenti. Ia keluar kamar, mengayunkan langkah k
kata K
, tetapi ayahnya lebih dahulu menangka
ah. Sorot matanya tajam dan penuh kemarahan. "Dasar, Anak N
kepalanya membentur tembok.
Kamila. Menarik kembali lengan kiri anak gadisny
Rasanya sulit seka
Yah," ja
g Kamila ke tembok. Mengamuk tak jela
ati. Dinikmati Kamila sebagai sarapan
ar untuk menyelesaikan kegiatannya s
mandangi wajah Beliau dengan sangat lekat. "Bu, Kamila be
lam. Hati-hati
tidak seberapa. Hanya saja saat ini pekerjaan tersebut yang bisa ia
. Menapaki jalanan kampung. Ya, dia hanya gadi
r delapan menit saja. Dari sanalah ia akan menaiki ang
alan dengan tenang ke arah jalan raya. Hanya tinggal s
erlu menunggu kembali dengan sabar. Angkutan umu
ggak telat,"
netra Kamila melihat, ia mundur cepat ke belakang untuk menghindari tab
Ia berlarian menghampiri. Melihat ke
nyadarkan. Tak ada reaksi. Kamila melihar
angkutan umum yang lewat. S
a nggak sadar," kata
aja, Mbak. Saya yang
buh lelaki muda itu ke dalam angkut
Ia tak mengenal siapa lelaki ini. Namun, ras
tak mungkin meninggalkannya begitu saja. Sebab, pihak rumah sakit belum mengetahui keluar
an Unit Gawat Darurat. Sudah sadar juga
ke sini? Terima kas
uk pelan. "Iya,
ri Kamila. Wajah Kamila memikatnya pada pandangan pe