Cinta Sedalam Doa
Tugas semakin banyak, ruangbermain semakin sedikit, pikiran dibebani dengan tugas dan tugas.
terbaik di rumahku tidak bisa dibanggakan lagi. Aku sekarang menjadisiswa biasa. Tidak lagi diidolakan o
Aku tidak berani menemui Naira langsung ke kelasnya. Jika Reno tahu aku senekat itu pasti aku akan jadi bahanomongan. Untun
ira tidak pernah sendiri, ia selalubersama teman-temannya. Jika ia bersama temannyakeberania
u pulang, aku berharap bisa bertemudengan Naira di parkiran. Tapi tidak pernah terwuj
menghilang. Kamu janjian sama gebetan ya?" Reno mengintrogasiku.
at aku mau ketemu Naira dan ternyata Naira bersama temannya aku langsung pura-pura ke perpustakaan. Membaca novel dan beberapa karya
ku. Aku simpan rasa suka dan kagumku ituserapi mungkin. Aku tidak ingin s
u berlari di lorongsekolah. Tanpa sengaja aku menabrak seorang siswi. Akuterjatuh. Tetapi siswi i
la itu ya?" Tanya siswi itu. Aku hanya diam. Aku t
ntu teman Naira itumerapikan buku-buku
u tidak apa?" Aku belum bisa merapikan d
ru-buru," kata-kata yang tidak beraturan itu k
tu?" Tanyaku bal
erdetakkencang. Naira mengagumiku. Aku belum perca
ar menjadi seberani itu. Aku tidak ingin menyia-nyiakankesem
arang aku tidak membawatelepon genggamku. Jadi aku tidak ingat nomornya," temanNiara melambai
patkannomor teleponnya Naira. Dadaku terasa mengembang. Akuberjalan dengan gagahnya menuju kelasku. A
u tidaksabar menunggu bel pulang berbunyi. Pikiranku t
Tentang hobi, warna kesukaan, makanan kesukaan, dan apa saja yang membua
uang kelas. Aku tidak sabarwaktu pulang tiba. Jam di tanganku terlihat enggan bergerak. Aku jad
ovel. Pelajaran bahasaIndonesia salah satu yang aku suka. Tapi untuk hari ini aku tidakbisa fokus. A
ekstrinsiknya. Aku mencatat tugas yang diberikan guru. Tidaklama kemudian bel pulang berbunyi. Aku melompat ke
kolah, seperti buku paket, buku catatan, pen, dan keperluan belajar lainnya. Ketua kelasmemim
o terlihat kesal. Aku menyalami guru dan langsung menuju tempat parkir. Ak
enakan arah jalan kami pulang pun berbeda. Jadi kami be
g. Teman-teman yang lain sudah pada pulang. Mereka mengambil sepeda motornya, menghidupkan, dan t
Sekolah sudah mulai sepi. Apakah teman Naira lupa denganjanjinya tadi? Pikiran yang aneh-aneh menghantuiku. Ak
aku terasa naik turun. Deg-degan tidak menentu. Keringat dingin mengalir di leherku. Aku melihat ke arah kelastidak ad
dan temannya. "Eeh, tidak. Tidak mengapa." Aku tidak karuan, sulit untukmengendalikan diri. Ada
ku. Aku benar-benar belum siap dengankenyataan ini. Aku berkhayal pertemuan
menunggu beberapa detik lalumenjabat tanganku. "Aku Naira Asqalani," senyuman Naira
ya!" ternyatatemannya Naira cerewet juga, ak
t kelasdulu," ujar Naira. Aku mengangguk. Suarak
g berkenalan dengan Naira," kalimat itu terbata-batakeluar dari mulu
. Teman Naira berdiri di sampingNaira. Menjadi saksi bisu pertemuan pertama antara
sadari. Aku begitu nekat. Nekat atautidak tahu diri. Aku benar-benar tidak tahu. Tapi aku
iara menulis nomor teleponnya di sana. Lalu ia memberikannya kepadaku. Aku men
tersenyum. Entah senyumanku itu senyuman paling termanisyang aku punya. Aku tidak tahu itu. Aku telah ber
bersiul dan bernyanyi sepanjang jalan. Hari yang indah penuh warna. Lang