Namaku Kamilia, Tuan
adanya. Semakin kuat saat Kamilia setiap hari
etahui Kamilia saat tidak sengaja menguping pembica
impan di rumah itu, hah?" tan
an siapa pun," jawab Tu
abak belur di tanganku!
tengah berlumur dosa. Sekuat apa pun dirinya menekan kecemasannya, tak urung mukanya pucat pasi membayangkan hal yang mungki
ah tuannya puas menjungkir-balikkan tubuhnya di ranjang. Seperti m
ranya lenyap. Berganti dengan hatinya yang kini ramai berteriak. Ya, Kamil
a, Mila!" peri
," jawabn
ngatkan, jangan panggil
hanya memanggil nama. Bentakan-bentakan yang sudah mulai biasa dia terima, dihadapi dengan s
ah perutnya. Kamilia tidak tahu ada masalah apa tuannya dengan ist
irinya uang setiap hari. Ditambah dengan sisa harga kegadisannya dulu, lembaran itu semakin banyak. Ada sekitar seratus lembar. Gemetar Kamilia me
urungkan niatnya. Dia bergegas lari ke arah
terbuka. Kamilia limbung, matanya berkunang-k
nita Jalang!" Seorang per
a adalah istri Tuan Heru. Kembali tamparan harus
t panjang Kamilia. Kali ini gadis itu melawan. Tangan kanannya melindungi kepalanya, tang
kk
nghantam tembok, matan
u ke arah istrinya Tuan Heru. Rupan
tubuhnya ke arah Kamilia. Begitu mudah Kamilia menghindar, sehi
inya tidak akan dibiarkan diinjak-injak istri Tuan Heru. Namun, tiba-ti
ih terdengar oleh Kamilia suara istrinya
*
apati dirinya di kasur dalam kamarnya. Lembaran
ntak Tuan Heru. Dia sangat marah
lkan kekuatan untuk melawan Tuan Heru. Biarlah mat
ping wanita muda itu mendengar cercaan ditujukan p
kk
yangkan Kamilia berhasil
percaya. Saat itu pula Tuan Heru mengambil
kan amarah Tuan Heru. Pecutannya berhenti, saat gadis itu terk
a penghabisan berhasil membawa gadis itu ke tempat tidur. Dirin
*
. Rasa sakit di sekujur tubuh menyongsongnya. Dia mencoba bang
n yang akan membawanya ke desa kembali. Di sepanjang jalan terlihat pohon-pohon yang meranggas.
itu dengan beras kencur. Perih sekali Kamilia rasakan, namun
judi oleh bapaknya. Dengan tidak ada belas k
Kartika? Sin
Si Bedebah itu. Dia sudah menjualku seharga lima puluh j
di sasarannya, dibantingkan ke lantai. Hancur seperti hati Kamilia saat ini. "Besok
but!" teriak istrinya mem
anting lagi kursi,
bawa sakit hatinya. Entah ke mana harus membawanya
an dia mengadukannya kepada malam. Kembali kantung matanya dipenuhi air. Bulir-bulir benin
ya. Orang yang seharusnya paling depan membela. Nam
teriak. Suaranya keras seperti menembus
kaukah itu? Kami keh
r petir, mendengar suara