Namaku Kamilia, Tuan
nnya. Ada dua lembaran merah yang
meriksa isi lemari yang berisi ba
embantu seperti dirinya
akanan yang bisa dia makan. Diambilnya sepotong roti serta segelas air. Kamilia
. Kamilia membersihkan diri kemudian berserah kepada sang pemilik untuk nasibnya kali
ngi seperti tumpah di badannya, harum s
akai baju yang kusedia
erkata, kalau baju itu tidak cocok dengan dirinya. Kamilia malu mema
Lelaki itu menyeret gadis itu ke kamar. Memi
ati rasa marahnya bangkit. N
Kamilia seperti tidak mengenali wajahnya sendiri. Tuan Her
idak sia-sia aku membelimu seharg
tanya Kam
h menjualmu
masih teringat Tuhan dalam hatinya. Gadis itu limbung
pil. Entahlah pil apa, Kamilia tidak tahu. Dia hanya perl
*
kali. Dia hanya mampu menangis tanpa suara. Rasa sakit itu mengisi seti
emamerkan auratnya yang penuh bulu dan menjijikkan. Pria itu sudah tumpu
jalkan penderitaan dalam hidupnya. Dia malu saat lembah dan gunung mil
kamu benar-benar masih asli."
berada di atas mukanya. Memeluk dirinya dengan erat, seperti tak ingin terpisah. Ingin ra
am yang menggeliat menambah beringas sang tuan mengagahi ha
lari tubuhnya. Seumpama singa Tuan Heru mencabi
itu di telinga Tuan Heru. Namun bibirnya kel
an setitik noda pada sprei putih tanpa corak. Napasnya mendengkus s
zan subuh, barulah siksaan
sesaat setelah menghamburkan lembara
upah untuk malam
atin Kamilia. Ternyata dia tidak
sering menyayatnya saat bertelanjang kaki ke
. Hatinya kecewa, "Mengapa Tuhan meninggalkanku? Mengapa Tuhan ti
uhnya tersimpan, mengambil kain sembahyang. Menyimpannya jauh ke dasar tas. Gadis it
*
diguyur air. Berbaur dengan air yang berlomba turun dari ma
ntur tak berbekas. Dia tak ingin dosa-dosa itu masih tercium aromanya. Lel
teringat kembali muka pucat ibunya. Celotehan adiknya dengan air liur y
sudah menjua
a. Kamilia bukanlah wanita lemah. Dia bert
gat Saiful. Dia tidak mungkin lagi mampu memanda
ongkongannya terasa kering
urkan kepalanya ke dinding, meraung seperti orang gila. Menggos
n memaafkan ka
nya. Kamilia memandang nanar ke arahnya. Ketukan itu
, Kam
t menangis pun dia datang mengusik. Kamilia bangkit, menyeka air matanya.
an, kau mengganggu
as. Melangkah dengan rambut basah melewati
bali syahwatnya yang sudah mereda. Tuan tampan itu membur
nnya pula. Kamilia ingin mengeluhkan, tak mau lagi beradu peluh. Namun, diriny
ut saat Tuan Heru menuntut extra, sesuatu yang tak pernah diketahu
harus te