Kalung Pengkhianatan, Selma Pemenangnya
sih
ampu malam terlihat seperti permata yang bertaburan. Ini adalah tempat yang selalu kuimpikan untuk merayakan pernikahan kami, atau setidaknya,
menyebut ide ini, dia tertawa dan berkata, "Aku lebih suka makan di warung sate, Sayang,ngatan yang aneh di hatiku. Mungkin dia benar-benar men
kataku, tulus. "Ini
gam tanganku erat. "Unt
buka, sebuah suara familiar terd
bang pintu restoran, wajahnya terkejut, seolah dia b
u di sini?" Zaki berta
an mata berkaca-kaca. "Aku... aku hanya ingin mencari udara seg
eolah ingin membuat Zaki merasa bers
jika masih pusing," kata Zaki, suaranya dipenuhi
eku. Ini dia lagi. Pola yan
yang licik. Lalu, dia menunduk, berpura-pura malu. "T
Kamu bisa duduk," kat
n kota di luar jendela. Rasa hampa kembali merayapi ha
ul lengannya. "Kak Kinasih tidak keberatan,
is. "Tentu saja tidak. Se
kan apakah aku benar-benar tidak keb
tiga, di mana Zaki dan Selma terus-menerus mengobrol, berbagi cerita, dan tertawa. Mereka m
api dia bilang dia tidak terlalu pandai memasak. Sekarang
buntut yang itu. Kamu membuatnya dengan resep da
lah takut aku akan salah paham. Tapi aku tidak bereaksi. Aku hanya t
nya ke pasar tradisional untuk mencari bumbu masakan, bagaimana Zaki membantu dia mendekorasi aparte
tapi karena rasa sakit yang menusuk. Rasa sakit karena menyadari bahwa Zaki, priaku
ajar. Dia tidak pernah membantuku mendekorasi apartemen kami. Dia t
tiba bertanya, suaranya terdengar khawati
rsenyum. "Tidak apa-apa. Aku han
Kamu yakin? Kamu terlihat tidak nyaman
"Tidak. Aku b
membaca pikiranku. Aku hanya tersenyum lagi, meyakinkannya
naik bianglala. Aku tidak tahu mengapa, tap
endekat ke Zaki, memeluk lengannya erat.
u di sini," Zaki me
ela. Pemandangan kota semakin indah dari ket
lu Kak Zaki juga takut ketinggian. Tapi dia berhasil mengatasinya karena aku. Aku bi
ia tidak suka ketinggian karena dia takut. Aku selalu percaya padan
njelasan. Tapi dia hanya men
Selma melanjutkan, seolah ingin menusukku lebih dalam. "Dan
tidak takut ketinggian. Dia hanya tidak mau melakukannya deng
asa cemburu. Ini adalah rasa sakit karena penghianatan. Karena menyadari bahwa semua
tapku. Matanya dipenuhi rasa
erkataannya. "Tidak apa-
i. Dia tidak akan
ung-huyung, lalu jatuh ke pelukan Zaki. "Kak Zak
kan. "Kinasih, Selma memang punya fobia ketinggian. Dulu dia pernah jatuh dari tangga sa
ak ada lagi yang bisa dia
Zaki," kataku, su
dengan reaksiku. "Tapi
diri," kataku. "Dia
ya, dia mengangguk. "Aku akan mengantarnya pulan
enyum yang tidak sampa
rjalan menjauh, Selma terus bersandar manja pada Zaki. Ak
ku tidak lagi menunggu. Aku t
lku, memanggil taksi d
agi. Zaki. Dia mengi
salah. Aku janji, aku akan menebusny
k saja? Kenapa kamu t
edung itu. Kita akan menikah di sana. Kamu ak
pon yang tidak kuangkat. Air mataku mengalir. Tapi ini bu
dak ada lagi yang bisa dia berikan padaku. Kep
dara, ponselku berdering lag
gal sendirian. Aku harus menemaninya. Kamu bisa pul
wa hampa. Dia masih saja s
. Tanganku gemetar, ta
tasmu. Bahkan, bawa dia pulang bersamamu. Kal
inya. Dan ini yang terakhir. Kita selesai. Janga
Lalu, aku mematikan ponsel