Kuhancurkan Harga Dirimu, Galih
Suwi
kekhawatiran yang mendalam di baliknya. "Rumahmu di Yogya, Amira. Biar kamu tidak sendiri
in. Haruskah? Haruskah aku kembali? Keraguan memenuhi benakku, seperti kabut tebal yang mengha
angnya untuk mendukung pacarnya. Tapi di kampung halaman, aku lebih dikenal sebagai cucu Nenek Suw
rcaya itu. Dulu, aku bermimpi membuat nama sendiri di dunia kuliner, bukan hanya sebagai koki, t
g seharusnya bekerja di kantor firma hukum internasional, seperti orang tuaku. T
erbakat dan fotografer fesyen yang ambisius. Kami adalah inspirasi bagi banyak orang, si
setiap pengorbanan yang kubuat, setiap kali Davina muncul di antara kami. Aku sudah lelah. L
u akan pulang." Keputusan itu terasa seperti beban berat yang terangkat dari p
atiran akhirnya terlepas. Ayah mengambil alih telepon, suaranya lebih tegas. "Bagus, Nak.
akan lagi." Kata-kata itu menghangatkan hatiku yang beku, mengingatkanku bahwa ada tempat di
mpa. Bayangan Galih, tawa kami, janji-janji yang pernah terucap,
kan erat di sebuah kafe. Caption-nya: "Terima kasih untuk selalu ada di saat aku rapuh.apan resmi?" Davina membalasnya dengan emotikon malu-malu dan hati. Mataku teras
epahitan yang kutelan selama ini. Kepala berdenyut semakin hebat. Aku
a kali ini terjadi? Terlalu sering untuk diingat. Dia selalu
ebelumnya? Mengapa aku membiarkan diriku terluka sejauh ini? Beruntung, kami belum
kertas. Aku akan mengosongkan meja kerjaku besok. Aku akan menulis s
gang amplop berisi surat pengunduran diriku. Tiba-tiba, sebuah suar
u melihatnya. Noda lipstik merah muda yang samar di kerah kemejanya. Aroma
nada suaranya terdengar jengkel. "Kenapa kamu kekanakan begitu, Mir? Dia h
ihatkan kebingungan dan kemarahan. Dia bahkan tidak tahu. Dia benar-benar tidak