Gadis 100 juta (fatamorgana)
ulai lemas di samping kanan-kiri badanku. Sedang wajahku sudah menyatu dengan wajahnya. Mataku masih terpejam halus. Tapi bibirku, entah kapan sudah merasakan sesapan
lepaskan bibirnya dari bibirku. Dengan masih terpejam di seka bibirku yang basah dengan
alu dilihat anak buahku. Kalau
ata-kata itu. Seketika aku buka mataku. Lak
an nan teduh itu, seakan mengkoyak-koyak hatiku sampai-sampai mau robek, saking aku terpe
jah itu kembali menj
Aku menundukkan wajahku. Kembali t
membuat ku merinding. Diraihnya daguku, dan ditengge
k tersengal nafasku menerima ciuman panasnya. Kali ini dia yang begitu agresif, diraihnya tubuh kecilku, di dekapnya erat hingga benar-benar
tiap malam mencari mangsanya. Tiba-tiba aku merasa
it dan perih. Hisapan dan sesapan bahkan gigita
beringsut mundur. Tanpa aku sadari gerakan cepatnya
tidak mau jadi budak 100 jutanya. Bagaim
tak aku berusaha mel
dariku?" Suara tenornya terdeng
yang begitu terang, bulan purnama. Ada sosok bayanganku dan bayangannya, juga ke dua anak
keberanian dari mana aku bis
ku tajam, kuberanikan menatap matanya. Sebelum
tu! Jadi kamu nggak punya hak lagi mengungkit apalagi menjadikan uang 100 juta itu untuk memanfaatkan
limatku yang panjangnya seperti rel kereta api itu. Bahkan aku tidak
Kulihat pria itu hanya diam termangu. Padahal aku su
tapi aku modal nekat biar nggak diinjak-injak lagi sama dia. Memang malam itu aku nekad menggada
masuk ke keperangkap laki-laki hidung belang seperti dia. Seandainya saja dia nggak
lenggang saja masuk ke dalam rumah meninggalka
**
ame, di jam-jam istirahat siang.
erumur. Sebenarnya nggak tua-tua amat sich, sekitar 30-35 tahun. Tapi bagiku pria segitu
h kurang punya tanggung jawab menurutku. Pengennya bebas tanpa batas. Tanpa aturan, tanpa larang
makanan ringan. Seperti biasa pula, aku tidak pernah melihat tamu-tamu yang datang ke cafe
angi aku. Aku whatever aja. Memang ku akui hari ini aku agak feminim. Pakai rok diatas dengkul
a tiba-tiba aku pengen banget berp
naruh makanan ringan itu tepat di hadapan laki-laki yang ak
il menaruh makanan yang terakhi
eh seseorang yang sedari tadi menatap dan memperhatik
alah satu temannya bertanya dengan keb
an berusaha melepaskannya. Alangkah kagetnya aku ketika me
ia?" gumsmk
ahkan cekalan itu semakin di eratkan. Sudah
itahnya yang tidak
rseok-seok aku mengikuti langkahnya yang begitu cepat. Tepat di sebelah taman
berpakaian begini?" tany
kaianku? Toh masih dibatas kesopanan. Kenapa dia yang posesif, ya
anya di dalam hati. Nggak mungkinkan aku teriak-teriak
buh aduhai! Atau mau tebar pesona sama setiap laki-
t, kayak nggak pernah di sekolah
sih dicekal dia untuk menampar mulutnya. T
t Aku. Apa yang Aku katakan itu
itu. Itu sudah jelaskan kenapa aku berbuat be
t perempuan seperti itu, maka
ak melanggar batas kesopanan, tidak t
nak-enaknya mengatur Aku ha
sambil mendekatkan wajahnya padaku. Kembal
an pernah melepask
egitu menakutkan. Kenapa aku harus berurusan
ek semua isi mulutku. Di hisapnya dalam-dalam lidahku, sampai rasanya
ut bibirnya. Aku bilang. Laki-
**
SAM