Luka Seorang Istri
tapi lain kali enggak usah," katanya seraya berjalan meninggalkanku sendiri di dapur. Sungguh bagaimana bisa dia bicara seperti itu padaku, kenapa menghadapi wanita serumit ini, aku hanya berniat
u ke mana, apa saja yang dia lakukan dari tadi
ini. Dion juga tadi rewel, kasiha
i piring be
h tumpah soalnya Dion enggak bi
Bapa kamu cuci piring kami, haram hu
kan aku yang cuci bukan Ibu, jangan
ati susah, na
nah Ibu sudah
ibu
salat
gaimana menyuruh keluargaku untuk ibadah. Ibuku sudah tak lagi muda tapi seolah dia akan hidup selamanya. Tidak pernah ingat akhirat juga enggan di i
ni tangga. Wajahnya tampak masam. Sedang dari atas tampak Dilra masih berdiri di ambang pintu kamar kami. Begitu aku men
ibu ke sini
ilang jang
ab, tapi sudah kutebak pasti Ibu menegurnya kare
kamu
, berhenti bikin hidupku
istriku. Dion juga anakku,
sah ya enggak usah
mu apa Mas, serba
kami. Andai Dion tak ada. Entah apa jadinya kamar ini. Tak ayalnya macam area pemakaman, sepi dan sunyi. Sudah lama sekali kami tak terlibat dalam obrolan santai, nada bicara Dilra yang makin hari makin ac
ya dengan alasan lain. Mengocok arisannya memang sebentar tapi bergosip
n." Kuputuskan kembali ke kamar, tiba-tiba saj
ya
sendiri eng
ak ap
ya nant
ulai tak suka, salah lagi, niat hati ingin berbaikan
at balkon rumah kami masih gelap, mungkin Dilra lupa menyalakan. Begitu mendekat ke skalar lampu, tampak bayangan hitam di ujung tembok, seperti orang yang tengah mengintip. Aku mendekat dengan mengendap-endap, da
reka sampai terdengar ke atas sini, tapi kenapa dengan Dilra yang justru terisak. Apa lagi Ibu, bisa kudengar tawanya paling keras di antara yang lain. Sementara itu, Dilra justru mak
" tanyaku, dengan cepat Dilra
ih terlihat gelagapan, mungkin tak
abung?" Dilra mala
striku. Saat sendiri dia terlihat begitu rapuh, tapi saat kudekati dia bagai bunga mawar yang berduri. Nyatanya
kali ini, bukankah hampir semua perempuan memang suka kelembutan, kuraih
lenganku, lalu setelahnya pergi begitu saja. Bisakah dia sopan sedikit. Ak
Aku tak peduli. Dilra sudah lebih dulu masuk kamar, rupanya dia menungguku. Terbukti saat masuk kamar dia sudah berdiri bers
bu. Barangnya enggak dapat, yang ada malah
boleh enggak menghormati
ya atau enggak, itu sam
di belakangku. Aku lupa belum sempat menutup pintu jadi ibu leluasa ma
menjauh. Di tengah kebingungan ini, kulirik istriku dia terlihat santai, justru setelahn
urgamu ada di