NIKAH DADAKAN DENGAN DOSEN BRENGSEK
ali ke kelas, beberapa or
merek sampo clear, tapi itu pemberian dari emak dan bapakk
a, apalagi dengan cowok-cowok kampus. Bukannya sok eksklusif, tapi aku memang lebih suka menjaga
" ujar salah satu dari me
angkat alis. Jangan sampai aku disuruh ikut-ikutan membully o
uat ngerjain tugas. Nanti kita kasih kamu uang yang luma
belum ada pekerjaan lain. Lumayanlah, uangnya bisa aku pakai buat jajan dan bantu emak di rumah, meskipun cuma
ngguk. Kalau begini,
l seolah beban mereka terangkat. Dalam hati aku bergumam, Lumayanlah, cuma jadi 'tameng' doan
teng malah, tapi mulutnya lebih tajam daripada samurai bahkan
kenal "maut" itu. Bersama beberapa kakak senior yang terlihat lebih tegang dariku. Jangan tanya kenapa
ng terbuka, dan yang muncul adalah sosok yang paling aku be
an juga, ya? Bukannya baru tingkat d
kakaknya dingin seperti pangeran es, bocah ini ma
r bocah nggak tahu malu, dia malah cengar
Aku hanya mendelik tajam ke arahnya, berharap tatapan mataku cukup bikin dia diam
mengikuti langkah senior-senior lain ya
dan bertemu P
ohok ke arahku. Bahkan sebelum ia membuka mulut, aku
ini?" tanyanya taj
jawabku pelan, berusaha sopan meski dalam hati aku
lian bisa bimbingan dengan tenang. Dan
ati dag-dig-dug, yakin kali in
gkat, tegas, dan nyebelin. Lah ini rumah
rti bikin masalah lagi, dan dosen ma
tapi malah bingung sendiri. Baru saja aku mau f
tanyanya lagi-lagi den
ekop, mungkin sudah aku timbun ini bocah. Dia m
khirnya sambil terkikik. Aku langsung mele
Aris-hitam, pahit, nggak kental, tapi juga nggak bening. Pernah dia sebutkan sendiri di kelas. Aku ber
ng bimbingan. "Ini, Pak," ujarku sambil mel
tanpa melihatku. Dingin
seolah-olah memohon agar aku tidak meninggalkan mereka sendirian. Dengan terpaksa, aku dud
a, aku merasa ada seseorang yang dia
jasaku dengan dua lembar uang merah sesuai kesepakatan. Lumayan, p
niat pulang dan berpamitan. "Pak,
e luar jendela sebentar.
aku melang
AR
angit yang tadinya cuma mendung la
ah. Di luar sudah mulai gelap.Dan
ambu