A Whore Mate
k bergeming. Mereka yang sebelumnya tertawa-tawa seketika ikut prihatin. Apalagi Alana yang tahu betul k
u sepeda tua pun mas
dari saku celananya. Membuka resleting tas kecil yang menggantung di bahunya. Melemparkan kunci denga
dari sini. Ya .... kampus di depan sana kan sekitar sepuluh menit. Trus kita ke timur. Ke belakang masjid ini kurang lebih dua
ligus iri berubah jadi cerah. Menatap Alana yang duduk di sebelahnya.
bagus seperti itu. Kapan lagi kuliah de
angkat sekarang deh. Mumpung masih sore kan. Kalau
il mengacungkan jempol. "Lo
t sekarang," jawabnya sambil melucuti mukenanya. Melipatnya kembali dengan
ingis memamerkan dua gigi kelinci dan lesing pipinya. Betapa
pun teman di hidupnya. Sebab tanpa Alana dan Layla tah
tanya Zeline lagi setelah dua per
r besar milikku sama dua ransel milik Lay
tas motor gue aja. Nanti biar gue yang bawa pulang sekalian ambil motor. Kalian bawa dua ta
ali bertatapan, saling kebin
kan itu juga berharga namanya," protes Layla yang kem
ninggalin motor tuh," jawab Zeline meyakinkan. Sambil menyusul mereka berdua b
dak mau mereka m
n melewati trotoar. Terlalu merepotkan juga kalau Layla harus membawa dua tasnya sekaligus. Mending men
menuruti usul perempuan itu meski
Berjalan menembus pelataran masjid yang tak terlalu luas. Hanya cukup
igus wahana bermain anak
erti anak remaja yang beranjak dewasa pada umumnya. Berjala
ffice movie hollywood yang terkenal itu. Tinggi ya
Perbedaan yang mencolok dari ketiganya terlihat di perawa
alagi yang Zeline pakai. Kemeja yang ia pakai itu saja sudah
adat tidak seramping Alana dan Zeline. Setiap hari mengayuh sepeda tua peninggalan kakeknya.
rgelimang harta, dan sangat dimanjakan oleh bapaknya. Jangan kan pergi ke sawah, menyapu lanta
engan sekilas melihatnya saja semua orang juga tahu kalau gadis itu punya hi
mereka berdua. Buktinya mata laki-laki keranjang yang kebetulan melihat mereka bertiga berjalan menyor
a wanita yang mengenakan jilbab dan pa
arnya warna hitam," tunjuk Zeli
sedikit. Bahkan jaraknya dari masjid lebih dekat daripada dari masjid ke kampus. Jika tak ada yang ganj
at jelas. Hanya beberapa langkah lagi untuk sampai. Hingga kemudi
ke arah seorang wanita yang t
t. Mengerutkan kening, menyipitkan mata. Tak menyangka
narik lengannya. Memutar bola matanya, membuat seketika Alana mengurungkan niatnya untuj menyusul Zeli
deh," bisik Layla di daun telin
rutkan kening. Heran, tak mengerti apa ya
ingin dua perempuan yang tengah berpelukan itu mendengar apa yang mer
dungnya. Halaman rumah yang masih beralas tanah, tempat mobil sedan keluaran lama parkir. Tempat dipayungi pohon mangga bes
nya, nggak rumah ini," jawab Layla. "Sumpah
lengan dengan dua telapak tangannya. "He
endiri. "Soal rumah, rumah ini lebih bagus dari rumahku sendiri.
ngah berbincang dengan budenya itu sesaat menoleh. Sebelum akhirny
au magrib tau! Kita nggak bisa cari rumah lain kecuali besok p
buruk yang akan menimpa mereka berdua. Ketakutannya bukan tanpa alas
apan dua orang perempuan t
m ke mata Zeline. Menatap perempuan itu dari atas sam
r pandangannya ke arah dua orang yang te
u datang dari kampung hari ini. Zeline ketemu mereka di masjid t
asia besar di dalam hidup Zeline. Sekaligus satu-satunya orang juga yang mau menolong p
a dengan sekali langkah saja," balas perempuan itu sambil mendengus kesal. Menyilangkan tangan di dada,
jadi ini kenapa lo mau banget pinjam rumah Bude? Iya? Ini sebabnya?" ketus peremp
e hanya bisa menggeleng. "Ak–aku ud
pun dengan nada bicara yang terbata-bata. Menahan air ma
h pinjam rumah, silakan. Lo minta Bude kasih pinjam motor, silakan. Lo minta Bude kasih maaf
itu, hah? Lo pikir Budemu ini bego? Jawab!" Perempuan yang jauh lebih tua dari Zeline
puan di depannya. Seperti tiba-tiba membalikkan posisinya. Balik menyudutkan Bude Mey yang sedari
depannya dengan tatapan tajam. Tatapan singa yang baru lepas dari panggung sirkusnya. Ta
sebenarnya bin
mbung