A Whore Mate
bibir Alana mengagetkan dua o
i di sebelahnya. Sudah tidak lagi menunggu di pinggir jalan. Sudah masuk melewati p
engus, meremas tangannya sendiri. "Kalau misal enggak boleh, nggak apa kok. Aku sama La
enatap dengan benar semua detail mereka. Hanya dari itu saja perempuan patuh baya ini ta
rnya. "Ini tadi kan Zeline janjian dari pagi. Eh ternyata baru dateng sore. Makany
rah ke Zeline. "Oh begitu ya tante. Eh iya kenalkan tante," balas Alana sambil menjulurkan
a Layla," ucap Alana sambil memperkenalkan diri. Meng
terukir jelas di bibir Layla saat
apa. Kalian ini dari daerah mana? Kayak dari luar kota ya? Mana mir
. Desa Rambugunung namanya, mau kuliah d
hnya. Mau bagaimanapun Bude Mey menyambut mereka berdu
engangguk-anggukan kepala. "Eh mari-ma
tubuh perempuan bertubuh gemuk itu dari belakang. Men
mematung di tempatnya. Menundukkan wajahnya, membiarkan tiga orang lainny
ang muka ke jalan raya, tangannya mengusap wajah, seperti tenhah menghapus air
api masih terawat semua kok. Listrik air dan semua fasilas lengkap. Kurangnya, r
kanan ringan di tangannya. Duduk dengan tenang di ruang tamu, b
panas. Tapi Bude, emm ... itu," ucap Alana ragu. Menye
ana. Sahabatnya satu itu memang sering menyusahkan. "Kalau
rategis. Dekat dengan kota, bahkan kalian juga cukup berjalan kaki kalau ingin k
rutama Layla dan Alana, yang kini berbinar-binar s
adi suami saya mengirim pesan, dan ya. Harga itu yan
uka Alana dan Layla bersamaan. Menjad
kan? Masa' dari lima juta tiba-tiba ja
rcanda soal nominal. Dan saya juga punya beberapa kenalan pemilik rum
ankah tadi sangat ramah kepada mereka? Tapi kenapa tiba-tiba jadi meng
l mereka dapatkan dalam satu tahun. Tidak mungkin ia paksakan juga. Wajah Bude Mey seriu
kut angkat suara. Membuat kaget tiga orang perempuan lainnya. Membuat mereka bertig
erdua tak usah bingung. Aku akan tanggung lima belas
nyum miring seakan tak ingin dikalahkan. Zeline tahu betul a
jadi tinggal di tempat ini. Angka dua puluh juta itu dengan mudah akan memukul mundur Alana
ya? Cek HP dulu deh mending. Kali aja harganya gan
n kehidupan di desa mengajari mereka untuk selalu hormat deng
aih tangan Zeline. Mereka berdua berjabat tangan. "Deal! Rumah ini dan semua barang di dalamnya saya sewa
ali mereka dengar. Akhirnya mereka tak harus kebingungan lagi ke mana harus menginap
sa aneh dengan Zeline. Siapa sebenarnya wanita ini? Siapa sebenarnya Z
ar adzan maghrib berkumandang. Layla dan Alana meminta
gambil motor dan koper milik Alana sekaligus
uk langit sisi barat. Sinar matahari berganti sinar lampu yang mulai menyala.
perempuan yang kini tinggal di rumahnya. Suara mobilnya menyalak, kencan
erkumpul di dalam satu kamar. Satu kamar yang mereka sepakati bersama jadi kamar tidur
mana Zel?"
timpal Layla. Mereka berdua sedang sibuk membongkar barang bawaan mere
Ambil pakaian seperti kalian," jawab Zeline sambil memasukkan ponselnya kembali k
ana mengangkat bahu bingung. Tapi sesaat kemudian sudah kembali sibuk dengan tumpukan baju yang
kepalanya. Tidak mungkin perempuan itu kalau hanya mengambil pakaian. Apalagi ini su
ne. Ada sesuatu yang perempuan i
jauh. Bergerak melewati padatnya jalanan kota. Dua roda motornya te
Mengabaikan meja resepsionis. Menuju lift yang kemudian sudah me
di sebelah pintu. Hingga membuat pint
nikmati waktu menonton TV. Kepalanya berputar, seketika mendengar pintu terbuka. T
yang terjadi? Siapa yang membuatmu sedih sayang?"
n tubuh setengah telanjang. Hanya berbalut s
ari-jarinya. "Zeline lagi sedih Om Firman. Sedih banget," ucapnya mengiba. Berm
pria itu. Melingkarkan tangannya, menghujani
am buat sewa rumah. Kan Zeline mau kuliah. Nggak mungkin dong kal
lanya ikut bergoyang mengikuti gerakan naik
tanya laki-laki itu
ngnya mau buat apa. Kok tanya lagi sih," prot
an itu maksudku sayang. Buat apa harus pinja
e kaget. Duduk dengan muka cerah penuh antusias. "Ya
tap. Melepas kaca mata tebal yang menggantu
-susah," prot
handuknya. Menariknya, membiarkan kain itu lolos dari tubuhnya. Membiarkan tubuhn
ki-laki di depannya ini. Tapi tiga malam ber
annya yang sudah bergerak ke arah pang
ambu