SAMPAI WAKTU MEMISAHKAN
a duduk di kursinya, memandang kosong ke arah piring nasi yang hampir tak tersentuh. Di luar, langit malam terlihat begitu gel
sanya begitu sulit, mereka berdua tahu bahwa keputusan ini perlu diambil. Mereka berdua harus
erlalu penting bagimu, dan aku nggak ingin memaksamu me
Dimas. Tapi aku juga nggak bisa mengecewakan orang tuaku. Mungkin kita butuh waktu, untu
ggu. Aku tidak akan pergi. Kalau memang kita ditakdir
ka butuh waktu untuk menenangkan diri, untuk meresapi apa yang telah terjadi dan apa yang akan datang
luar, ayah dan ibunya hanya memberikan senyuman biasa, seolah tidak tahu apa yang sedang terja
t pasangan yang berjalan bersama, setiap kali ia mendengar tawa teman-temannya, bayangan Dimas muncul. Ria tahu bahwa hubungan m
ka sepakat untuk berpisah sementara, Dimas mencoba untuk menenangkan dirinya deng
hanya kursi kosong di seberang meja. Setiap pesan yang masuk ke ponselnya hanya membawa rasa kesepian yang semakin dalam. Ia tahu bahwa ini b
iri berbagai acara keluarga, bertemu dengan pria-pria yang sudah dijodohkan oleh orang tuanya, dan mencoba untuk tersenyum di setiap kesempatan. Namun, hatinya tetap ko
saan yang ia rasakan, ia hanya mendapati tatapan serius dan penuh harapan dari orang tuanya yang menginginkan jalan hidup yang berb
han, namun setiap langkah yang ia ambil, setiap jalan yang ia lewati, semuanya terasa kosong tanpa kehadiran Ria. Dia merindukan tawa Ria, percakapan mereka y
duduk di bangku taman kampus, pon
lani hidup seperti yang keluargaku harapkan, tapi hatiku selalu
Sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya. Tanp
sa berhenti memikirkanmu. Aku akan tetap menunggu. Kita tid
asa ada secercah harapan. Mungkin perpisahan sementara ini memang memberi mereka r
bertemu dulu. Mata mereka bertemu, dan meskipun tidak ada kata-kata yang terucap, keduanya bi
k bisa hidup tanpa kamu. Aku mencoba mengikuti apa yang orang tuaku inginkan, tapi hatiku ter
Kita tidak bisa memaksakan apa pun, tapi satu hal yang aku tahu-aku ingin kamu bahagia, apapun keputusan y
bisa memilih antara kalian, Dimas. Aku... aku takut mengecewakan merek
keputusan sekarang, Ria. Kita akan melaluinya pelan-pelan.
. Namun, di dalam dirinya, ada sedikit ketenangan. Dimas ben
nya. Ria mencoba kembali menjalani hidup seperti yang diinginkan orang tuanya-menghadiri pertemuan keluarga, berbicara dengan pria-pria yang dijodohkan, d
lesu. Di luar, hujan mulai turun deras, seakan turut merasakan kerisauan yang ada dalam dirinya. Sesam
enapa rasanya begitu sulit? Kenapa hati i
mereka bersama, setiap momen indah yang mereka bagikan. Ria tahu bahwa keputusan untuk berpisah sementara ini bukan hanya tentang memb
ia rasakan untuk Dimas tida
dak bisa menghindari perasaan itu. Setiap malam, ia selalu memikirkan bagaimana kehidupan mereka bisa menjadi begitu sempurna jika mereka bisa mengatasi semua ha
okuskan diri pada proyek-proyek yang tertunda. Namun, setiap kali ia melihat pasangan lain berjalan bersama di kampus
ada yang lebih penting selain mendengar kabar dari Ria, meski hanya lewat pesan singkat. Dengan rasa rindu yang tak t
tidak bisa berhenti merasa ada sesuatu yang hilang setiap kali aku menc
, bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil. Tanpa berpikir panjang, ia segera memba
sulit untuk tidak memikirkanmu. Aku tahu kita harus membe
eberapa kalimat. Ria merasa seperti ada kekuatan yang menarikn
u percaya kita akan menemukan jalan kita. Kita harus saba
an. Akankah mereka benar-benar bisa melewati perbedaan ini? Bisakah cinta
n calon pria yang dijodohkan oleh keluarganya, ia tidak bisa mengabaikan perasaan canggung yang muncul. Ia mencoba berbicara dengan sopan, tetapi hatinya tidak bisa memu
apa hari terakhir telah menyisakan jejak-jejak basah di jalanan, memberikan suasana yang sunyi
ta tidak bisa terus seperti ini. Aku hanya ingin kita
ini adalah kesempatan untuk membicarakan semuanya-tentang perasaan mereka
asa ragu, Ria me
emu, Dimas. Kita perlu bi
temu. Ria menutup ponselnya dan menghela napas panjang. Hari ini, ia akan m
it yang cerah. Dimas menunggu di sebuah bangku taman, menatap ke arah Ria y
pi aku juga tidak ingin membuatmu merasa tertekan. Aku tahu keluar
ke langit yang mulai berwarna jingga. "Aku merasa terj
Aku tahu itu. Tapi apa yang kam
nya. "Aku ingin kamu, Dimas. Aku ingin kita ber
ia tunggu. Mereka tahu jalan di depan tidak akan mudah, tapi satu h
kmu, Ria. Apa pun yang terjadi,
au dengan harapan. "Aku juga, Dim
anyak pertanyaan, tetapi satu hal yang pasti-mer
ambu