RAHASIA DI BALIK CINTA
drian duduk dengan tenang sambil membaca koran, sesekali menyesap kopi hitam favoritnya. Di depannya, Maya tengah sibuk menyiapkan sarap
g?" tanya Maya sambil tersenyum hanga
a. "Apa saja yang kamu buat selalu enak," jawabnya, te
an yang akan pergi ke kantor lebih awal untuk rapat penting, dan Maya yang akan menghadiri pertemuan
Maya mencuri pandang ke arah Adrian dari balik bahunya, matanya menyiratkan sesuatu yang tak teru
mbatasi keintiman di antara mereka. Maya, yang dulu selalu menikmati obrolan pagi dengan suaminya, kini lebih serin
g eksekutif sukses dengan keluarga yang bahagia. Namun, di dalam dirinya, ada sesuatu yang hilang. Rasa
mengecup kening Maya. "Aku berangkat dul
embalas, "Hati-hati, ya." Namun, saat p
kan. Hatinya berdesir, merasakan kekosongan yang tak bisa ia definisikan. Dulu, setiap perpisahan pagi
bai pada Adrian yang hendak pergi. "Pagi, P
tan-sempurna, tak bercela. Tak ada yang tahu, di balik senyuman ramah itu, Adrian merasa seolah hidupnya hanya berjala
ah dingin. Mata kosongnya memandang ke arah luar jendela. "Kapan semuanya berubah?" pikirnya d
ng-layang ke masa lalu. Dulu, saat mereka baru menikah, setiap pagi seperti ini penuh canda dan tawa. Adrian selalu punya cara membuatnya ter
enti di depan salah satu foto besar di sudut ruangan, saat mereka berdua tertawa bahagia di hari pernikahan mereka, memotong kue pernikahan bersama. Gamba
pampang di sana. Jantungnya berdebar tak beraturan, dan rasa bersalah menyelinap ke dalberbicara ham
perasaan yang berbeda dalam hatinya. Bukan rasa nyaman seperti yang pernah dia
mencoba terdengar tegas, tetapi ada kelembutan da
pun perasaan bersalah menghantamnya dengan keras. Mereka memang jarang bertemu, hanya beberapa kali sepulang kerja, tap
rti ini," kata Maya dengan nada h
"Tapi apa kamu benar-benar masih mencintai dia? Setiap
k kapan perasaan itu memudar? Setiap kali bersama Raka, dia merasa terlepas dari
a berkata, suaranya terdengar gembut. "Aku di sini kal
bahwa apapun yang sedang dia jalani dengan Raka tidak benar, tetapi dia tidak bisa mengabaikan bahwa dalam
ah lama berada di ambang kehancuran. Dia menoleh ke arah jam dinding. Waktu terus berjalan, dan dia harus bersiap untuk pertemuan dengan teman-tem
in. Dia memikirkan Siska, wanita yang akhir-akhir ini menjadi pusat pikirannya. Hubungan mereka dimulai secara tidak sengaja-sebuah godaan kecil
nya merasa diinginkan, sesuatu yang telah hilang dari pernikahannya dengan Maya sejak lama. Maya dulu adalah segalanya baginya, tapi sekarang, dia merasa seper
lama, semakin sulit baginya untuk menemukan alasan. Dia dan Maya adalah pasangan sempurna di mata semu
rinya di kaca spion. "Sampai kapan kita bisa terus berpura-pura?" pikirnya dalam hati. Satu pertanyaan
ambu