LUKA DI ANTARA KITA
i buruk tentang Dina dan Raka. Kecurigaan yang sebelumnya hanya berupa bisikan samar di benaknya kini telah beru
dapur. Ada dorongan kuat di dalam dirinya, keinginan untuk mengetahui lebih banyak, untuk mengungkap apa yang benar-benar terjadi antara Raka
r saat ia mengambil ponsel itu dan membuka kuncinya dengan kode yang sudah ia hafal sejak lama. Perasaan bersalah mulaserangkaian pesan yang membuat darahnya seolah berhenti mengalir. Pesan-pesan mesra antara R
r ketemu kamu l
nggak tahan kalau harus terus
. Aku nggak mau Alya curiga. Dia ter
nnya, membacanya berulang kali, seolah-olah otaknya tidak bisa memproses kenyataan pahit yang tertulis di sana.
mana semua ini bisa terjadi. Ia menemukan lebih banyak pesan, semuanya penuh dengan keintiman yang seharusnya hapersahabatannya. Dunia Alya runtuh saat itu juga, di ruang tamu rumahnya yang biasanya terasa ama
kukan sekarang? Haruskah ia langsung menghadapi Raka dan meminta penjelasan? Atau, harusk
ngkan dirinya. Ia tidak ingin bertindak gegabah atau dalam keadaan emosi. Ia p
inya yang masih terguncang. Pikirannya terus berputar, mencoba memahami bagaimana suaminya, pria yang dulu ia cintai tanpa syarat, bisa begitu tega melakukan hlayar yang menyala, melihat nama Dina tertera di sana. Ada pesa
ti mikirin kamu. Kapan
sa seperti racun yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia tahu, tidak ada lagi yang bisa disangkal. Semua ini nyat
diam saja. Ia tidak akan membiarkan Raka dan Dina menghancurkan hidupnya tanpa perlawanan. Alya
dari kursinya, mengambil ponselny
lu bicara
g akan mengubah segalanya. Tapi satu hal yang pasti-
nggu respons dari Raka dengan perasaan campur aduk antara takut, marah, dan sedih. Setelah be
pa, sa
lya. Ia tahu, saat Raka pulang nanti, segalanya akan berubah. Tidak ada lagi kehan
gkan pikirannya. Namun, semakin ia mencoba, semakin kacau perasaannya. Setiap kali ia m
jah yang masih terlihat tenang, seolah-olah tidak ada apa pun yang
serius," ucap Raka, melet
banyak perasaan yang ingin ia ungkapkan. Tapi semua itu terasa terhenti di tenggorokannya. Dengan tangya, suaranya b
nselnya, kebing
ucap Alya dengan suara yang lebih
h pucat. Tangannya mulai bergerak gugup, dan ia meraih ponselnya dengan cemas. Saat membuka layar dan mel
Raka dengan suara pelan, se
jelaskan? Kamu pikir aku bodoh, Raka? Kamu pikir aku n
eperti yang kamu pikir. Dina... dia cuma teman, Alya. Kami nggak pernah me
pikir aku nggak bisa baca? Kamu bilang kangen sama dia, kamu
annya dari situasi ini. Tapi Alya tahu, tidak ada penjelasa
kepedihan. "Aku sudah curiga sejak lama, tapi aku selalu menolak percaya. Aku percaya kamu, Ra
aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf. Ini k
Nggak bermaksud? Tapi kamu tetap melakukannya, kan? Kamu tetap
ta lagi untuk membela dirinya. Ia tahu, apa pun yang dikatak
ak tahu harus gimana sekarang, Raka. Kamu dan Dina... kalian dua ora
l, tapi Alya tahu penyesalan saja tidak cukup. Luka di
nya Alya tiba-tiba, pertanyaa
ak, aku nggak cinta sama Dina. Aku cuma... aku
ucap Alya dengan getir. "Itu yang paling menyakitk
akhir dari segalanya. Meski ia belum tahu bagaimana masa depan
ambu