Jangan Benci Cintaku, Ustadz
sana rumah terasa semakin menyesakkan. Kepastian bahwa dia akan segera dikirim ke pesantren
mutuskan untuk kabur sejenak dari tekanan rumah. Dia meraih ponselnya,
ini, clu
otifikasi masuk. Temannya setuju, dan
ik yang keras, lampu yang berkilauan, dan aroma minuman keras langsung menyergap
ih dulu berada di sana. Mereka memberikan gelas berisi minuman, dan tanpa pikir panj
mpan rasa padanya. Dia tidak sengaja melihat Alina di sudut ruangan, duduk dengan tatapan kosong dan gelas di tangan. Radit tahu
ngajak Alina berbicara. "A
fokus pada wajah Radit yang samar-samar dikenalnya. "Radit? Apa y
i dia tahu itu bohong. Dia sering datang ke tempat ini hanya untuk me
bahagia. "Kamu terlalu peduli, Radit. Aku baik-baik saja.
ngan Alina sebelum dia sempat meneguknya lagi. "Su
ukup minum, Radit. Aku perlu lebih bany
alik sikap keras kepala Alina. "Ayo, aku an
pulang!" Alina bersikeras, men
na. Dengan sedikit kesulitan, Radit berhasil membimbing Alina keluar dari klub dan memasukkannya ke dalam mobilnya. Sepan
pelariannya ketika dia ingin menjauh dari hiruk-pikuk dunia lu
na, dengan wajah yang dipenuhi kemarahan. Radit membeku di tempat, t
gelegar, membuat Alina yang s
mam, mencoba menahan ra
n Hadi tanpa memberi kesempata
gak, tapi langkahnya terseret-seret. Radit berusaha
anakku?" tanya Tuan Hadi kep
hanya ingin memastikan Alina aman. Dia... dia mabuk di k
gang. "Terima kasih sudah membawanya pulang, tapi
auh. Sebelum pergi, dia menatap Alina yang masih berdiri goyah di samping ayahny
mar, menahan amarahnya yang semakin membuncah. Setelah memastikan Alina berbaring di tempat tidur
kamu tidak sadar apa yang kamu perbuat?" suara Tua
balik semua pemberontakannya, ada rasa takut yang selama ini ia pendam, takut kehilangan jati dirinya yang