Bunga Kejahatan Dalam Pernikahan
ng Di Bal
kin tau," kataku pa
elahiran mama nya yang memang terletak cukup jauh dari kota. Jika demikian aku pun bisa menanyakan perihal dugaan-dugaanku sebelumnya. Atau bisa jadi kecurigaanku memang benar adanya. Namun sebalikny
h ponselku dan segera
da tuju sedang
embuatku curiga padanya. Alhasil aku pun melaporkan hal ini pada Mas Bima. Sayangnya, panggilan yang aku tujukan p
k bergegas dan berniat akan menyusul Mas Alvin ke rumah mama
tika mendengar suara Bi Inah. Asisten rumah ta
, bilang saya ke rumah mama nya," pesanku pada Bi I
*
e
buka. Dan yang membuatku lebih terkejut adalah ... Mas Alv
a?" tanya
n sama seperti yang ia tunjukkan sebelumnya. Over thingking pun tak bisa ku hindari. Ak
amiku itu beneran Mas Alvin. Tapi, pagi ini Mas Alvin ada di depanku. Rasanya gak mungkin kalau orang yang dimaksud Mas Bima itu b
, Mas Alvin langsung menarik tanganku dan
ti langkah Mas Alvin. Sayangnya, ucapan maaf dar
ar tidur kami. Tanpa banyak basa-basi suamiku itu lantas memintaku untuk segera be
Mas Alvin mengecup keningku
dengan Mas Alvin? Baru saja ia memperlakukanku dengan agak kasar, namun sedeti
yla
n dari Mas Alvin yang rupanya ma
," jawabku. Mas Alvin pergi dan aku bersegera melaksanakan perintahnya tadi. Walaup
*
setelah aku menemui Mas Alvin yang se
ersenyum padaku. "Maaf,
pa-pa, Mas
bawah dan kembali ke atas. Lalu kembali mengulas senyum yan
yuman Mas Alvin yang berlangsung beberapa detik. Hingga akhirnya dan tak
lambaikan telapak tanganku
gelangan tangan kanannya. "Mama ngajak ketemu. Kita bera
berdering. Rupanya panggilan masuk dari Mas Bima. Akan tetapi, karena tak ingin membuat Mas Alvi
dah di rumah dan sekarang aku
matikan panggilan telepon darinya barusan. Tak lama setelah it
*
ah tangga di sini untuk pergi ke meja makan. Dimana di sana sudah ada Bu Mirna yang sedang menu
engajakku dan anak laki-lakinya itu untuk sarapan bersama. Awalnya, suasana di pagi itu terasa amat canggung untukku. Me
an tanpa aku duga sama sekali, ibu mertuaku itu malah memulai obrolan denganku dengan sikap yang amat ramah. Karena merasa di
masalah. Tentu saja, di momen tersebut aku berusaha memanfaatkannya untuk bertanya kepada Bu Mirna mengenai ketidak pulangannya
khawatir. Besok lagi Mama suruh dia pulang sekalipun itu te
rna barusan. Namun, bukan hanya sikap Bu Mirna yang patut aku curigai, akan tetapi sikap dari Dewi yang juga ikut sarapan bersama saat itu, dimana ia sesekali menatapku dengan tatapan tak suka. Dimana kare