Rahim Lima Ratus Juta
etika Mak Tuah ke luar dan tertawa pada seorang l
ri sini," bisikku mencoba menahan tangis. Seme
Tek Eda mengibaskan tangan ke arah Mak Tuah. Mak Tuah memasuki mobil dan menghid
akit. Sementara di belakang bisik-bisik kepuasan bergema,
ri orang itu esok atau bahkan lebih. Mereka
Segera berwudhu dan shalat isya. Memohon ampunan
jauh. Kalau saja Ibu masih hidup, aku takkan semalang
. Bisa jadi teman. Semoga dia mau menikahiku. Tak apa
miNoval
ia takkan membuat kelelahan tergambar di wajahku sampai orang itu datang. Akan kunikm
pat Ibu membuat gorengan, untuk kami jual ke liling kampung. Tempat Ibu mengaj
sama. Seperti tak tersentuh waktu. Ibu menoleh, shalat
dekat kemudian bersimpuh mele
, Ibu k
lusan penuh kasih sayang
rinduka
sapan lembut di kepala mulai berkur
ala, Ibu menghilang. Kupa
bu
ih
yata mimpi. Ibu datang. Aku tertegun, mata Ibu basah, mungki
ku sendu. Menghapus sisa air mata di
gkin dia takut aku akan bunuh diri. Takut
a pintunya?" tanyanya m
pku acuh kembali hen
. Orang itu akan segera sampai. Pakai
i. Menuruti semua kehendak Tek Eda itu lebi
us lengan panjang warna abu-abu dan jilbab warna senada. Ini pakaian t
sa takut yang teramat sangat menguasai. Keringat dingin mula
Dia tampan, aku belum pernah melihat orang yang seperti ini, kecuali di film-film. Style dan penampilan
an Tek Eda, juga Mila yang tak bi
berdiri di samping dan memegangi bahuku
gumamku menun
a .
ri dan aku harus menenggadahkan kepala menatap mata itu. Mata
r separuh saja," dengkusnya membuang pandangan m
engucapkan kata itu tanpa rasa malu,
arnya. Tapi ya sudahlah,
a harapkan dari wanita kampung? Apakah dia bermi
erti dia mencari wanita kampu
i. Ruang tamu ini seperti tempat persidangan. Begitu tegang. P
u tak tahan berl
aian resmi masuk rumah. Membawa sebua
orang laki-laki berbadan tegap me
, aku bisa ber
i beranda rumah. Sebelum memasuki mobil itu, aku menoleh ke belakang. Pintu rumah
lah pemuda yang bernama Salim ini. Seje
laju meninggalkan desa. Beberapa kali aku menoleh k
n berkali-kali. Kupeluk erat ransel, sesekali membenamkan wajahku
, meski cukup terkejut dengan pertanyaan it
i padamu,"lanjutnya mere
Y
eka memang tak peduli, ini keny
ilah menangis!
ngis, Pak." Kututup wajah dengan tela
kencang entah sudah sampai di mana. Entah d
" Bentakannya membuatku menoleh sekaligus mengundang ke
ng berjuang, L