icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Rahim Lima Ratus Juta

Bab 2 Tidak Ada Pilihan

Jumlah Kata:1006    |    Dirilis Pada: 12/01/2024

etika Mak Tuah ke luar dan tertawa pada seorang l

ri sini," bisikku mencoba menahan tangis. Seme

Tek Eda mengibaskan tangan ke arah Mak Tuah. Mak Tuah memasuki mobil dan menghid

akit. Sementara di belakang bisik-bisik kepuasan bergema,

ri orang itu esok atau bahkan lebih. Mereka

Segera berwudhu dan shalat isya. Memohon ampunan

jauh. Kalau saja Ibu masih hidup, aku takkan semalang

. Bisa jadi teman. Semoga dia mau menikahiku. Tak apa

miNoval

ia takkan membuat kelelahan tergambar di wajahku sampai orang itu datang. Akan kunikm

pat Ibu membuat gorengan, untuk kami jual ke liling kampung. Tempat Ibu mengaj

sama. Seperti tak tersentuh waktu. Ibu menoleh, shalat

dekat kemudian bersimpuh mele

, Ibu k

lusan penuh kasih sayang

rinduka

sapan lembut di kepala mulai berkur

ala, Ibu menghilang. Kupa

bu

ih

yata mimpi. Ibu datang. Aku tertegun, mata Ibu basah, mungki

ku sendu. Menghapus sisa air mata di

gkin dia takut aku akan bunuh diri. Takut

a pintunya?" tanyanya m

pku acuh kembali hen

. Orang itu akan segera sampai. Pakai

i. Menuruti semua kehendak Tek Eda itu lebi

us lengan panjang warna abu-abu dan jilbab warna senada. Ini pakaian t

sa takut yang teramat sangat menguasai. Keringat dingin mula

Dia tampan, aku belum pernah melihat orang yang seperti ini, kecuali di film-film. Style dan penampilan

an Tek Eda, juga Mila yang tak bi

berdiri di samping dan memegangi bahuku

gumamku menun

a .

ri dan aku harus menenggadahkan kepala menatap mata itu. Mata

r separuh saja," dengkusnya membuang pandangan m

engucapkan kata itu tanpa rasa malu,

arnya. Tapi ya sudahlah,

a harapkan dari wanita kampung? Apakah dia bermi

erti dia mencari wanita kampu

i. Ruang tamu ini seperti tempat persidangan. Begitu tegang. P

u tak tahan berl

aian resmi masuk rumah. Membawa sebua

orang laki-laki berbadan tegap me

, aku bisa ber

i beranda rumah. Sebelum memasuki mobil itu, aku menoleh ke belakang. Pintu rumah

lah pemuda yang bernama Salim ini. Seje

laju meninggalkan desa. Beberapa kali aku menoleh k

n berkali-kali. Kupeluk erat ransel, sesekali membenamkan wajahku

, meski cukup terkejut dengan pertanyaan it

i padamu,"lanjutnya mere

Y

eka memang tak peduli, ini keny

ilah menangis!

ngis, Pak." Kututup wajah dengan tela

kencang entah sudah sampai di mana. Entah d

" Bentakannya membuatku menoleh sekaligus mengundang ke

ng berjuang, L

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka