TERSESAT DI SARANDJANA
a
ada, mereka memanggul pacul di pundak dan hendak menuju ke ladang. Sementara anak-anak yang bermain engklek di halaman begi
ia bertanya-tanya, apakah pemandangan itu ny
m dan Arifin. Namun saat kembali melihat
tanah datar. Tak ada lagi pemandangan gunung Slamet. Hanya kawas
do
bim
fin
n di m
keras tapi karena tak ada tanda-tanda jaw
yang begitu keras, sama sekali tak terdengar oleh warga di ka
elompok Bapak-bapak yang menuju ke
ni
dengar suar
ni
patnya berdiri. Kedua kakinya serasa
mensi lain yang kata orang adalah hal mistis, tapi secara metafisika kuantu
mu dan teknologi yang dimiliki manusia di peradaban saat ini
secara ilmiah. Ada ribuan bahkan jutaan dimensi lai
rus senang ataukah bersedih. Dia senang karena berkesempatan men
ila tersesat selamanya, apalagi jika
kembali ke dunia nyata, yakni di tempat terakhir kalinya di
apak-bapak tersebut seraya mulutnya m
k. Manakala si bapak terkejut bahunya dipegang oleh Anang, ia
lah kelompok Bapak-bapak itu memiliki tiga lubang hidung d
pusing diikuti penglihatan gelap total. Dia
*
tersadar. Percikan air dari seseorang yang
uat matanya seketika menyipit. Dilihatnya Aldo tengah memegang botol
diri agak jauh segera mengerubungi tubuh A
o merasa legah. Dia tersenyum tipis
ar Bimbim seraya membantu
percaya. Rasanya hanya beberapa m
" Arifin menyodorkan segelas air. An
os tiga. Bimbim lantas bercerita bahwa saat Anang jatuh pingsan, tubuhnya dibopong oleh Arifin da
ut harus bilang apa ke orang tua lo di J
ah lu da sadar sekar
enyum tipis karena ingin menunj
menenangkan Anang. "Lo makan dulu
an untuk Anang, yaitu bubur sachet-an yang diracik ula