Saat Ibu Mertua Berkunjung
Buan
s. Sepertinya suamiku dan ibunya masih mengobrol. Entah jam berapa mereka pulang, aku
Ah, bukan mendengar hanya tak sengaja perca
kenyang. Lagian makan dua potong aja udah
belum punya kulkas. Mau disimpan di mana coba?
uh biar dihangatkan dengan cara dikukus. Ya udah, Akbar mau tidur dulu.
tidur. Semoga saja Ibu mertua tidak menga
ngan tubuh Mas Akbar yang merapat. Pria itu memeluk dari bagian belakang. Ada sejuta kehangatan saat dia melingkarkan tangannya di perutku, mencium ram
antuk membuatku mau tak mau harus duduk terlebih dahulu, sebel
aja tidur." Suara serak Mas Akbar menyambu
Biar aku sendiri aja yang belanja," sahutku. Pria itu semalam masuk ke kamar ham
entar, aku cuci muka dulu." Pria itu bangkit setelah membaca doa ban
ngeri-ngeri sedap, takut ada tetangg
mpu jalan. Beruntung jaket tebal dan masker yang kami kenakan, sedikit cukup untuk menghalau angin yang m
berangsur memutih dengan sendirinya, meskipun tidak memerlukan perawatan yang ekstra. Aneh sekali c
tar ke mobil," ujark
p, N
memang selalu belanja di pasar induk, yang mana teng
ke atas mobil, sementara yang terakhir aku dan
li ke rumah dan langsung membongk
nya. Pukul setengah enam pagi dia akan sholat, membantu sebentar di warung, lalu bersiap untuk pergi ke kantor
ahkan para pembeli, hingga aku sendiri tid
iasaanku shalat di warung ini karena terd
akan lampu luar, para pelanggan pun sudah pada berdatangan. Mere
hari. Maka tak heran jika di pagi buta seperti ini, para pembeli sudah bejibun memenuhi warung. Berdesak-desakan, sali
arena umumnya para pembeli akan membutuhkannya di pagi hari. Lagi pula tengah ha
turun ke warung untuk membantuku. Dia meletakkan sarapan yang kami beli tadi
uat Ibu, u
makan sambil n
kajian tentang kasih
p-sopan a
ana dengan kimono mandinya. Ramb
r ya, aku s
agi pagi, nih, takut telat," ujar wanita
pali obrolannya. Aku dan yang lainnya bahkan tak
, plus Masako dilengkapi dengan merica sachet dan daun bawang seledri secukupnya, kemudian memasukkan ke da
ja ke Mas Akbar," ucapku ya
pula bahan-bahannya juga udah komplit, praktis, tinggal langsung masak aja," u
bagai sekretaris itu. Wanita itu selalu membaw
mesan beberapa daging segar se
ayani pembelinya." Mas Akbar tersenyum padaku sa
mberut. Hanya lima menit wanita itu kemudian berlalu lagi. S
i, Mas. Udah sana k
Aku mengangguk sambil memperhatikan pu
bantuin istrinya. Mana dia juga harus ke
um dan meng
Alhamdul
nggak jelas, bahkan kadang malah mikirin hp-nya daripada lihatin anaknya yang lagi nangis." Salah
h, kebang
ing. Akhirnya kami berteng
lainnya. Warung yang dikunjungi oleh para tetangga untuk membel
elayani mereka. Sedikit ban
sama dari atas motornya. Mas Akbar tampak keren dengan jaket hitam yang dipakainya. Di kepalanya, ada helm impian berwarna
ketidaksukaannya padaku. Aku tersenyum tipis sambil menghitung belanja
i pelanggan yang menimbang baw