The Babby Project
inggu
uluh menit atau satu jam lebih awal, tidak diragukan bahwa dia akan terlambat karena kemacetan. Ujung tumitnya menyusuri trotoar saat dia be
nya. Dia berjalan menghampiri Bagas. "Gue sangat, sangat men
gak masalah. Gue sud
a, dia melepaskan jaket dari bahunya. Saat dia melihat tatapan Bagas, dia menaikkan alisny
h. "Gue sama So
tangan dan meremas tangan Bagas. "Kalian nggak sampai putus, kan? P
ap Bagas. "Mungkin nggak, kalau
n kalian pindah lagi. Gue nggak akan bisa tahan membay
an tentan
tenta
dari bibir Bagas sebelum
k mau cerita sama gue?
a pada Almira. "Dia bilang dia akan tinggalin
engan ngeri. "Tapi kenapa dia bisa bilang kayak
sedikit cemburu dengan perasaan gue sama lo. Dia berpikir kalau gue punya
Memiliki anak dari Bagas akan selalu mengikat mereka bersama. "Tapi dia tahu lo akan menandata
diri lo, gue pasti akan terlibat secara emosional." Bagas memberinya senyum sedih. "Dan bagaimana
alian berdua berpisah. Gimana kalau gue yang
akan mengu
us berjuang untuk bernapas. "Jadi lo nggak akan melanjutkan persetujua
n nggak bisa," jawabnya sambil te
da kemarahan. "Ya, lo bisa! lo hanya bersikap
ase. Gue sudah bersama Soffie selama lima tahun. Gue mencintain
elapan belas tahun. Kalau Tante Soffie benar-benar mencintai lo, dia nggak akan buat lo memilih di antara
di ibu. Gue harus meng
a nggak harus menjadi ibu, begitu pun lo. Y
nggak
o beneran nggak bisa mewujudkan kei
u-satunya pilihan. Ada ribuan pendonor di luar s
Mereka bisa mencampuradukkan sampelnya, dan akhirnya gue bisa melahirkan anak seorang pembunuh b
o harus mencar
sama gue? Lo sudah janji sama gue kalau lo akan bantu gue-Gamma memberit
sesederhan
akitin gue, lo bahkan nggak mau berjuang buat gue. Lo menolak bua
at sama Soffie sampai wajah gue berubah jadi biru, tapi lihat hasilnya sekarang. Gue bisa aja milih lo,
ri pernyataan terakhir itu. Kalau lo memilih untuk tidak menja
rsinya, Bagas meraih lengannya
begitulah perasa
apa gue mencintai
an keluar dari kedai kopi. Sambil meraba-raba dompetnya, dia mengeluarkan ponselnya saat dia menyusuri trotoar ke mobilnya. Dia
*
ulan K
ntas di wajahnya. Entah bagaimana dia bisa menciptakan keajaiban, berhasil mengubah ruang konferensi
annya. Tentu saja saat kesempatan datang untuk menjual gambaran yang diinginkan bagi setiap calon ibu pada
ri. Setelah dia membetulkannya, ujung-ujung jarinya merapikan bagian atas taplak meja warna pink puca
al lehernya. Ya, sebenarnya pesta seperti inilah yang kuinginkan untuk acara baby shower-ku... jika aku bisa mengada
dekat, melayang di atasnya seperti awan gelap, sementara menjadi ibu, bersama dengan Tuan Idaman, masih
yang telah hilang dengan mencari suami dan memiliki seorang anak. Sayangnya, tidak apa satu