Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
"Jangan ceraikan aku, Kang! Kumohon, aku masih mencintaimu, walaupun aku mandul, tapi aku tak rela jika kamu menceraikan aku." Tangis Larasati pecah seketika.
Diiringi hujan deras, petir yang saling bersahutan, membuat kesedihan Larasati semakin memuncak. Dia tak menyangka dirinya akan diceraikan Kusuma Wijaya-lelaki kaya keturunan darah biru-pemilik beberapa perusahaan retail yang sukses.
"Aku tidak menceraikanmu karena kamu mandul, aku hanya tidak terima karena kamu mengkhianatiku, aku murka dibuatnya!" bentak Kusuma.
"Baiklah, aku minta maaf, kumohon berkali-kali padamu bahwa aku minta maaf, maukah kau mengampuniku?" tanya Larasati memohon sambil memegang kaki kanan Kusuma.
"Harus bagaimana lagi caranya, agar membuatmu mengerti bahwa aku sudah tak mau melihatmu lagi! pergilah dengan lelakimu itu!" teriak Kusuma mencoba melepaskan tangan Larasati dari kakinya.
"Tidak! Aku tidak mau pergi, Kang!" ujar Larasati bersimpuh di kaki Kusuma.
Kusuma marah besar pada Larasati, dia berpikir berulang kali untuk memaafkannya, akan tetapi hatinya sudah dibuat hancur oleh Larasati, betapa geramnya Kusuma saat itu. Larasati terus menangis sambil berlutut merendahkan dirinya, sementara Kusuma terus menghindar.
"Cukup! Tak perlu merendahkan diri! Aku sudah muak denganmu!"
Kusuma buru-buru pergi meninggalkan Larasati di kamar mereka. Ia berjalan menuruni anak tangga hendak menuju ke taman belakang rumahnya, yang terdapat kolam renang yang cukup luas di sebelah kiri gazebo kecilnya. ia naik ke atas gazebo itu lalu duduk menatap ikan-ikan di kolam tepat dibawah gazebo itu. Ia merenung, menenangkan diri.
Kusuma ingin berkeluh kesah lagi pada ibunya, akan tetapi ia merasa sudah terlalu sering menyulitkan ibunya dalam masalah rumah tangganya bersama Larasati.
"Kenapa lagi, Suma! Ibu dengar pertengkaran kalian tadi!" Bu Sekar tiba-tiba berdiri di belakang Kusuma.
"Eh, Ibu! Sejak kapan Ibu ada di situ?" tanya Kusuma terperanjat sambil menoleh ke belakangnya.
"Beberapa menit yang lalu, bagaimana? Kamu sudah benar-benar ingin bercerai dengan Laras? Biasanya kamu konsultasi sama Ibu, Suma!" sahut Bu Sekar ikut duduk di samping Kusuma.
"Laras tidak mau aku ceraikan, Bu! Aku sudah muak dengannya! Siapa suruh mengkhianatiku, jika dia setia tentu semuanya akan berbeda." Sedih Kusuma.
"Sebenarnya, Ibu tidak pernah suka padanya, tapi jika dia bersikeras menolak, kamu ajukan saja syarat padanya, kamu harus menikah lagi Kusuma, supaya kamu punya keturunan." Titah Bu Sekar mengusap punggung tegap putranya.
“Kenapa Ibu malah menyuruhku mempertahankan Laras?” tanya Kusuma
“Ibu hanya kasihan padanya, dia sudah tidak punya orang tua.” Jawab Ibu.
“Baiklah, itu kehendak Ibu, jangan salahkan aku jika dikemudian hari Laras berulah lagi, Bu! Jika sampai terjadi lagi, aku tidak akan pernah membuka lagi pintu maaf untuknya!” kesal Kusuma.
Beberapa jam ibu dan putranya itu berbincang di sana. Hingga Kusuma sepakat untuk mengikuti saran ibunya. Suma ke kamar dulu, Bu! Masalah ini harus diselesaikan sekarang juga!" ujar lelaki bertubuh tinggi besar dan bersuara berat itu.
"Silakan, jangan pakai emosi, kamu harus dalam keadaan tenang dalam mengambil keputusan." Sahut Bu Sekar mengikuti langkah Kusuma.
Kemudian Kusuma menghampiri Larasati yang sedang menangis bersimpuh di lantai.
“Sudahlah, jangan menangis terus, cukup!” ujar Kusuma membawa Laras berdiri dan memintanya duduk di sofa.
“Ini semua karena Ibuku yang masih memiliki jiwa pemaafnya, hingga aku tidak jadi menceraikan kamu! Tapi aku meminta syarat padamu!” tutur Kusuma berjalan ke arah jendela kamar dengan kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celana panjangnya.
“Katakanlah, apa syaratmu itu?” tanya Laras antusias.
“Kamu harus mengizinkan aku menikah lagi!” tegasnya.
Bagai petir di siang hari, Larasati terdiam dan terkejut dengan persyaratan yang diajukan Kusuma. Namun, daripada dirinya kehilangan seorang suami yang kaya raya, lebih baik Laras mematuhi persyaratan yang diajukan suaminya itu.
"Daripada aku kehilangan harta, lebih baik aku patuh saja dulu sama keinginan kamu, Kang!" batinnya tersenyum menyeringai.
Laras berjalan mendekati punggung Kusuma, dengan harapan lelaki yang masih menjadi suaminya itu akan memaafkannya.
“Baiklah, aku menyetujuinya!” jawab Laras terpaksa.
"Ya sudah kalau begitu, aku pergi dulu! Jangan pernah berani mengikutiku lagi!" pesan Kusuma pada Laras sambil membawa kunci mobil klasiknya yang berada di atas meja rias.
Kusuma segera pergi dari hadapan Laras. Ia ingin keluar sebentar saja mencari suasana segar yang dapat menyejukkan hatinya.
Kusuma menyalakan mobil tuanya sementara mobil mewahnya hanya terpampang berderet di garasi. Lantas Kusuma mengemudikan mobil Volvo 960 dengan santai sambil menghirup angin sore di kota Bandung.
"Tuhan! Seandainya aku punya pilihan, aku sudah tak mau bersama laras, tapi ibu memintaku untuk mempertahankannya, apa mau dikata, aku sangat menghormati ibu." Bayinnya sambil mengemudikan mobilnya.
Di perjalanan, Kusuma melihat wanita cantik yang sedang berdiri menenteng handbagnya, ia menyeberang jalan dengan anggun melintasi mobil Kusuma yang sedang berhenti karena lampu merah.
"Ya Tuhan! Cantik banget dia, aku mesti buru-buru
nyusul dia!" gumamnya.