/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
Namanya juga mendung. Tak selamanya ia mampu mengundang hujan. Hadirnya hanya memberi isyarat kepada makhluk bumi agar lebih siap ketika hujan turun kembali membasahi. Sedia payung sebelum hujan, mungkin suatu selogan yang tidak asing lagi terdengar pada sepasang telinga kita. Perihal mendung dan hubungan, seakan menjadi sebuah kalimat yang berbeda, namun hampir mirip dalam pemberian makna. Bagaimana tidak? Ketika mendung mampu hadir tanpa memberi hujan, begitupula sebuah hubungan. Ia mampu hadir memberi kenyamanan, datang dengan sebongkah kata kepalsuan.
I love you, I Miss You, dan lain sebagainya. Namun tanpa berdasarkan sebuah rasa sayang yang timbul dari perasaan.
Aku menamainya sebagai sebuah tabir dari kepalsuan. Dan hal demikian adalah salah satu hal yang paling aku takutkan dalam sebuah hubungan. Bagaimana tidak? Ketika kita sudah merasa nyaman dengan suatu hubungan, kita hanyut dalam asmara perasaan, terlebih kita mendengar kata I Love You, ataupun berupa tulisan dari dirinya yang ditunjukkan untuk kita. Kita bahagia, tentu saja. Karena dia yang mengatakan atau menuliskan adalah orang yang kita anggap istimewa dalam hidup, dan ternyata dia datang dan mengatakan hal demikian tanpa didasari dengan sebuah rasa sayang. Sakit, tapi tak berdarah kawan.
Panggil saja aku Fuad, seorang laki laki yang sedang merasakan sakit karena seorang wanita. Wanita yang aku anggap istimewa, wanita yang aku anggap mampu menjadi alasanku bahagia. Dan ternyata seperti yang aku takutkan sebelumnya, dia datang dengan sebongkah cinta, lalu pergi meninggalkan sebuah luka.
Tepat hari ini, hari dimana memasuki tahun ke 2 hubungan asmara yang telah dirajut bersama. Dan kandas dengan begitu indahnya. Ada laki-laki lain yang datang, dan berhasil merebut hatinya. Pedih, tragis, mengenaskan jika boleh aku katakan. Rencana hubungan melangkah sampai jenjang pernikahan, namun kenyataan harus kandas ditengah jalan.
"Beb, ada waktu libur Minggu ini?" Aku teringat dia memberi pesan singkat, dan begitu indah terlihat pada layar gadget-ku.
"Ada, Beb, besok malam Minggu." Balasku singkat.
"Kita jalan ya, ada sesuatu hal serius yang harus aku katakan." Chelsi kembali membalas tak berselang lama.
Chelsi, itulah nama perempuan yang pernah menjadi kekasihku kala itu. Perempuan dengan paras yang sangat luar biasa. Dari ujung rambut dikepalanya, sampai ujung kaki jarinya. Rasa-rasanya dia adalah bidadari dari surga yang sudah Tuhan ciptakan dan hadirkan didunia. Sempurna, aku menilai dirinya. Dari fisik yang dimiliki olehnya, adalah salah satu alasanku mengagumi dirinya. Terlebih sifat yang dimiliki, ketika dia melontarkan sebuah kalimat dari mulutnya, seakan itu adalah musik simponi yang begitu indah aku dengar. Menentramkan, seakan duka seketika sirna ketika mendengar suara darinya. Jika suaranya saja mampu memberi efek demikian, apalagi senyum yang terpancar. Luar biasa, salah satu alasan aku menyempatkan namanya disetiap doa yang aku pinta.
Malam Minggu, malam yang sebelumnya tak pernah aku pikirkan akan menjadi seperti ini jadinya. Malam yang aku anggap menjadi sebuah kebahagiaan seperti malam-malam sebelumnya, nyatanya berbalik dengan ekspektasi yang ada dalam pikiran serta hati.
"Hay Beb, bagaimana kuliahmu?" Aku membuka percakapan diantara kami.
"Baik Beb, ya.. beginilah. Sibuk terus ngejar skripsi." Tutur Chelsi sembari menyerutup teh tarik kurma kesukaan yang pasti dia pesan ketika kami bersama.
Dari sini aku sudah merasa aneh, tidak sepertu biasanya. Sikap Chelsi, sungguh tidak seperti biasanya yang periang.
"Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanyaku.
Dia hanya diam, sembari sesekali menatapku dengan wajah penuh kesedihan.
Pikirku semakin penasaran saja dibuat olehnya. Ada apa? Batinku. Padahal rasanya tidak ada masalah antara hubungan kita. Ditengah-tengah kalimat tanya yang aku rasakan, Chelsi akhirnya membuka percakapan.
"Kamu cinta beneran sama aku?" tanya Chelsi, sebuah pertanyaan yang seakan tidak pantas diucapkan.
"Kau benar-benar menanyakan hal itu?" balik aku bertanya.
Chelsi hanya menghela napas panjang. Dia menengok kekanan kekiri mengisyaratkan sebuah kegelisahan.
Aku seakan dibuat bingung atas sikapnya seketika.
"Beb, tak pantas rasanya kau menanyakan hal demikian. Padahal sedang aku usahakan untuk segera menjalankan pernikahan denganmu setelah kelulusan." Ucapku.
Chelsi hanya diam, tak berucap.
/0/2297/coverorgin.jpg?v=2eaae2e70c8bfa24da91d073599638b8&imageMogr2/format/webp)
/0/15576/coverorgin.jpg?v=ae7c86108849a540d4251fae51083754&imageMogr2/format/webp)
/0/4800/coverorgin.jpg?v=434a1b020cd8c71815ce8e3590d3cb34&imageMogr2/format/webp)
/0/7669/coverorgin.jpg?v=e9abf94f54d5d5f41aac991d2fab52c5&imageMogr2/format/webp)
/0/27809/coverorgin.jpg?v=4c8db0fc5513b60aaa7c78f55d65dc6b&imageMogr2/format/webp)
/0/13179/coverorgin.jpg?v=09d13ef6716a3aeb1f8a9f5278617e10&imageMogr2/format/webp)
/0/17616/coverorgin.jpg?v=2fa7da9af60db9c1244e3320533008c1&imageMogr2/format/webp)
/0/2764/coverorgin.jpg?v=474067d34d95bbc032d7c97fbcb40872&imageMogr2/format/webp)
/0/17094/coverorgin.jpg?v=9168cdbe4645c24c0c6cb87fec96c238&imageMogr2/format/webp)
/0/4734/coverorgin.jpg?v=82e55bc11f5de03ab7b9babc8be728ba&imageMogr2/format/webp)
/0/19690/coverorgin.jpg?v=e07f203525618a6f8d7e40b58e3f2b5b&imageMogr2/format/webp)
/0/26387/coverorgin.jpg?v=c3a0137266f1770afa01ef85fdc7d4b7&imageMogr2/format/webp)
/0/27352/coverorgin.jpg?v=d332dbd2fd6c23ffee6f11115c1d1cbc&imageMogr2/format/webp)
/0/29077/coverorgin.jpg?v=7f587cedaf8876f8c365a95b8de9a5c5&imageMogr2/format/webp)
/0/3632/coverorgin.jpg?v=39e269357b561e61c1f5e7ef512be43a&imageMogr2/format/webp)
/0/5255/coverorgin.jpg?v=c14953358fe5381a06375faa1543d1f3&imageMogr2/format/webp)