/0/28057/coverorgin.jpg?v=f3b4efcf5a91765b6e671e1a7eb8bdcb&imageMogr2/format/webp)
"Selesai,” ucap Clara ketika selesai mengoleskan liptint di bibirnya. Manik matanya menatap kaca rias, mengamati penampilannya yang terlihat biasa. Hanya riasan tipis dan juga rambut dibiarkan tergerai. Dia hanya memberikan jepit kecil di pinggir, berusaha menahan agar rambutnya tidak ke depan.
Clara Caroline mengulas senyum manis ketika melihat tampilannya kali ini. benar-benar jauh dari kata glamour. Hanya kaos yang dipadukan dengan kemeja yang dibiarkan terbuka dan androk jeans diatas lutut, membuat kaki jenjangnya terlihat dengan jelas. Jika dibandingkan dengan dirinya yang merupakan anak tunggal dari seorang pemilik perusahaan besar, penampilan Clara kali ini sangatlah biasa, tetapi tidak mengurangi kecantikannya sama sekali.
Clara menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia mulai bangkit dan meraih sepatu kets di dekatnya. Dengan tenang, dia mengenakan dan langsung meraih tas yang tergeletak di meja belajar. Kakinya melangkah riang, menuju ke arah pintu kamar.
Clara masih terus bersenandung. Paginya memang selalu ceria dan penuh kebahagiaan. Bahkan dia merasa jika keluarganya begitu sempurna. Kedua orang tua yang begitu menyayanginya dan selalu memberikan perhatian untuknya. Meski keduanya sibuk bekerja, mereka tidak pernah lupa memberikan perhatian, sekecil apa pun itu dengan Clara. Terlebih menyadari jika papanya adalah papa tiri, tetapi menyayangi dirinya layaknya seorang anak kandung dan Clara bersyukur dengan itu. Tuhan memberikan semua kebahagiaan yang dia butuhkan.
Clara yang sudah berada di lantai dasar langsung menuju ke arah ruang makan. Kosong. Kedua orang tuanya belum turun di bawah. Hal yang tidak biasa karena biasanya keduanya sudah duduk dan menunggu dirinya. Namun, Clara tidak menaruh curiga sama sekali.
“Selamat pagi, Nona,” sapa seorang wanita dengan pakaian sederhana.
Clara yang baru akan duduk langsung tersenyum lebar dan menatap ke asal suara. “Pagi, Bi Nadia,” kata Clara.
“Hari ini Mama dan Papa belum keluar, Bi?” tanya Clara sembari meraih roti di depannya.
Bi Nadia yang mendengar terdiam. Dia baru akan membuka mulut dan mengatakan sesuatu ketika manik matanya melihat seorang wanita menuruni anak tangga. Suara ketukan sepatu terdengar dengan cukup jelas, membuat ruangan yang sempat hening kembali bersuara.
“Kalau begitu bibi ke dapur lagi ya, Nona,” ucap Bi Nadia dan mendapat anggukan dari arah Clara.
Hening. Clara hanya diam, melanjutkan makannya sembari menunggu sang mama yang masih melangkah ke arahnya. Hingga tidak beberapa lama, wanita rambut sebahu duduk di depan Clara dan tersenyum lebar.
“Pagi, Ma,” sapa Clara.
“Pagi juga, Sayang,” sahut Dara—mama Clara.
Clara mulai mengalihkan pandangan, menatap ke arah lain karena sang mama hanya datang sendiri. Manik matanya masih mengamati tangga, menantikan seseorang yang lain. Namun, lama dia menunggu, tidak ada yang terlihat sama sekali, membuat Clara kembali menatap sang mama dengan penuh tanya.
“Mama sendiri? Papa gak ikut sarapan?” tanya Clara, bingung karena biasanya kedua orang tuanya tersebut keluar secara bersamaan.
Dara yang baru saja menyantap makanannya menghentikan dan menatap putrinya lekat. “Dia sudah tidak di sini. Jadi, jangan tanyakan dia lagi,” jawab Dara, terdengar tegas dan penuh wibawa.
Namun, Clara yang masih penasaran mengabaikannya dan kembali bertanya, “Kenapa?”
“Karena mama dan papa akan berpisah. Kami sudah mengajukannya ke pengadilan,” jawab Dara, terkesan enteng dan tanpa beban.
Sedangkan Clara yang mendengar langsung terdiam dengan raut wajah kaku. Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika mendengarnya. Keluarga yang selama ini terasa sempurna dan memberikan kebahagiaan untuknya hancur seketika. Hingga dia menatap ke arah sang mama, menelan saliva pelan dan menatap lekat.
“Kenapa kalian berpisah?” Clara masih penasaran, kenapa kedua orang tuanya harus berpisah? Padahal sang mama dan papa terlihat benar-benar harmonis selama ini. Tidak pernah terjadi pertengkaran sama sekali, membuat Clara benar-benar terkejut ketika mendengar kabar perceraian keduanya.
“Sudah tidak ada kecocokan dalam hubungan kami, Clara. Jadi, itu sebabnya kami memutuskan untuk bercerai. Lagi pula, hubungan yang dipaksakan juga tidak akan berakhir dengan baik,” jawab Dara, membuat Clara semakin terdiam.
/0/7239/coverorgin.jpg?v=20250122151914&imageMogr2/format/webp)
/0/8908/coverorgin.jpg?v=20250122135820&imageMogr2/format/webp)
/0/11016/coverorgin.jpg?v=20250122183036&imageMogr2/format/webp)
/0/21111/coverorgin.jpg?v=161b8b0630765dd2c3c08f773489b152&imageMogr2/format/webp)
/0/9363/coverorgin.jpg?v=20250122140033&imageMogr2/format/webp)
/0/3026/coverorgin.jpg?v=04555e14d73b3cb95f7bdbf0adc82621&imageMogr2/format/webp)
/0/2787/coverorgin.jpg?v=20250120160059&imageMogr2/format/webp)
/0/4849/coverorgin.jpg?v=20250121182757&imageMogr2/format/webp)
/0/4227/coverorgin.jpg?v=20250121182300&imageMogr2/format/webp)
/0/3009/coverorgin.jpg?v=9237686087c4e81b4ab3f1506077a0c2&imageMogr2/format/webp)
/0/2862/coverorgin.jpg?v=20250120142911&imageMogr2/format/webp)
/0/5023/coverorgin.jpg?v=20250121183041&imageMogr2/format/webp)
/0/7014/coverorgin.jpg?v=11d7c970ad840aba50d069dd1cb81e80&imageMogr2/format/webp)
/0/8904/coverorgin.jpg?v=5870844ca746c5f82b880fe9d7786a42&imageMogr2/format/webp)
/0/20663/coverorgin.jpg?v=6507e060d3a914b4ee3ce8a3a17b8c3f&imageMogr2/format/webp)
/0/9957/coverorgin.jpg?v=b03f3a11aca74eff9564ae5f2028966c&imageMogr2/format/webp)
/0/9791/coverorgin.jpg?v=20250122182519&imageMogr2/format/webp)
/0/4383/coverorgin.jpg?v=f8992cfee7dd0fd8f7f126b008b47a08&imageMogr2/format/webp)
/0/5556/coverorgin.jpg?v=682aee85c55edf6b761b4ed4757ab02a&imageMogr2/format/webp)