Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Februari, 1997
Sepasang insan berjalan dimalam hujan. Di antara jalanan sepi. Dalam kebisuan kata, rintikan air di atas payung bergemuruh kecil menguasai ruang. Tak ada ucap, langkah kaki menuntun diri untuk terus berjalan. Di persimpangan jalan, hujan sedikit mereda. Sang gadis melirik si pemuda.
"Sampai sini saja, kak."
Dalam diam, mereka saling melempar senyum. Si pemuda mengambil lengan si gadis. Menautkan jemari mereka, tatap penuh mesra. Penuh arti.
Aku belum ingin berpisah. Ucap hati pemuda.
Aku masih rindu. Kata batin si gadis.
Mereka bergumul dalam batin, menelan semua kalimat yang ingin keluar. Mencari penyelesaian untuk hasrat yang menggebu, namun enggan mengungkapkan.
Tiba-tiba angin berembus kencang. Payung terpental, terhempas angin. Tempias mengguyur keduanya. Seketika hujan lebat kembali. Basah. Kuyup. Si pemuda yang berdiri di tepi, meloncat naik ke tengah teras. Mereka menggigil memeluk diri, dengan baju yang basah.
"Bagaimana ini? Baju kakak jadi basah semua ...." Lirih si gadis.
"Ah ... Benar. Dingin sekali ...." Jawab si pemuda.
"Masuk dulu kak, biar aku bantu keringkan dulu bajunya," tawar si gadis.
Menatap kikuk, si pemuda mengangkat kedua alisnya.
"Ah tidak! Maksudku ... Itu, di dalam ada baju kakakku . Pasti cukup di badan kakak. Ganti dulu biar gak masuk angin," tangkasnya.
Tersenyum penuh kemenangan, si pemuda tak repot-repot menolak tawaran itu. Berjalan gontai mengekori si gadis, pemuda itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Rumah yang tampak mini malis di luar, namun elegan di dalamnya. Sofa empuk dengan bantal yang tertata rapi, lemari kaca yang penuh dengan cangkir dan teko antik, TV besar di tengah meja etalase. Seperti rumah idaman yang nyaman.
Seketika pemuda itu hanya terpikirkan satu hal. Rumah ini, seperti rumah yang dihuni oleh pasangan suami istri yang telah menjalani banyak hal dan melewati masa tua bersama. Penuh kenangan. Dan hangat.
“Aku ambil baju untuk ganti kakak dulu. Kakak keringkan badan dengan handuk ini,” Suruh si gadis.
“Toiletnya di sana kak. Nanti saya antarkan bajunya,” tambahnya.
Bukannya menjawab, pemuda itu malah menatap dalam wajah gadis di hadapannya. Tanpa sadar jemarinya bergerak menyentuh poni tipis gadis itu, lalu menyelipkannya disela telinganya.
“Cantik ....” tanpa sadar pemuda bergumam mesra.
Gadis malu-malu menunduk, mengalihkan perhatian. Tetesan air terjatuh dari helaian rambutnya yang basah.
“Aku ganti baju dulu kak.”
“ah ... Iya, aku pun.”
***
Jam menunjukkan pukul 9 malam. Pemuda itu duduk bertumpang kaki di atas sofa empuk, dengan sebuah majalah dibacanya. Menunggu gadis yang sejak setengah jam yang lalu belum keluar juga dari kamarnya. Menarik nafas, pemuda itu mulai bosan. Ia pun mengeluarkan sebatang rokok Dji Sam Su yang tadi malam dibelikan si gadis. Menyulutnya, lalu menghisapnya dalam-dalam. Fuuh ... Asap pekat mengepul dari lubang hidung dan ia hembuskan dari mulutnya.
"Lama ya kak?" Tetiba gadis itu muncul dari belakangnya. Aroma tubuhnya yang segar dan wangi parfum buah-buahan tropis membuat pemuda itu seketika menelan ludah.
"Ah! Tidak juga ...." Tampik pemuda.
"Saya buatkan coklat hangat ya kak?" Tanyanya.
"Kopi saja," tawar si pemuda. Gadis itu pun menuju dapur.
Tak sampai lima menit, ia sudah kembali dengan dua cangkir yang mengeluarkan asap di atasnya. Satu cangkir kopi, dan satu cangkir coklat panas untuknya. Ia pun menghampiri si pemuda tanpa pinta ataupun titah. Lalu duduk di sampingnya. Kini, mereka sudah bersisian. Mengobrol hangat tentang ini itu. Tertawa riang, mencairkan suasana yang beku dan kaku. Sampai satu jam berlalu, dan topik sudah mulai habis. Gadis pun menawari si pemuda untuk menonton TV. Sambil menunggu hujan benar-benar reda, 'katanya'.
"Kalo malam acaranya lumayan seru," tambahnya. Pemuda tak menolak.