Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Matahari telah terbit di ufuk timur kala Erick bangun dari tidur. Tak lupa ia mematikan alarm yang sedari tadi berkokok berusaha membangunkannya.
"Kebun binatang, Erick datang..." Dengan penuh semangat bocah yang masih berusia 10 tahun itu lalu bangkit dan segera membersihkan dirinya di kamar mandi.
Di lantai bawah, kedua orang tuanya hanya bisa tersenyum mendengar teriakan anak semata wayangnya.
"Sepertinya Erick semangat sekali ya, Bu," ujar sang Ayah.
Ibunya yang sedang memasak pun ikut tersenyum. "Dia sudah menunggu lama untuk pergi ke kebun binatang bersama."
"Ayah," panggil Erick ketika ia sudah selesai berpakaian, "Erick sudah siap."
Setelah meneguk tegukan kopi terakhirnya, Ayah segera bangkit dan mengambil kunci mobilnya diikuti oleh Ibu yang sudah membawa bekal makanan mereka.
Singkat cerita, telah sampailah mereka di kebun binatang tujuan mereka. Sementara Ayah pergi membeli tiket masuk, Ibu dan Erick menunggu di depan pintu gerbang masuk kebun binatang.
Celotehan kecil terus meluncur dari mulut Erick kecil yang baru pertama kali pergi ke kebun binatang. Selama ini ia melihat binatang seperti yang ada di dalamnya hanya melalui televisi saja.
"Ibu, benarkah gajah itu sangat besar?", "Ibu, apakah jerapah itu sangat tinggi?", "Apa nanti kita akan melihat singa yang sedang makan?"
Ibunya dengan sabar menjawab semua pertanyaan Erick dengan tersenyum.
"Ayah sudah dapat tiketnya, ayo sekarang kita masuk."
Mereka bertiga lalu masuk ke dalam kebun binatang dengan gembira.
Erick tidak terlahir di keluarga yang sederhana, bahkan terbilang cukup berada karena ayahnya memiliki posisi yang penting dalam sebuah perusahaan, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang langsung menikahi ayahnya ketika sudah lulus SMA.
Namun didikan mereka tetap mengajarkan Erick untuk berusaha mendapatkan apa yang ia inginkan. Mereka keluarga yang harmonis yang sering menghabiskan waktu untuk berwisata ke berbagai macam tempat.
*
Hari ini Erick berusia genap empat belas tahun. Namun ulang tahun ini terasa berbeda karena Ayahnya tidak bisa hadir di perayaan ulang tahunnya karena kesibukan pekerjaannya yang mengharuskan ia pergi ke luar kota selama beberapa hari.
Sedari pagi wajah Erick sudah muram, namun ibunya berusaha menenangkannya.
"Anak tampan ibu kenapa bersedih?," tanya ibunya seraya membantu Erick berpakaian.
"Mengapa ayah harus pergi, bu?"
Ibunya tersenyum namun senyumnya itu terlihat tidak biasa dan tidak Erick sadari.
"Ayah harus pergi karena ayah harus menyelesaikan pekerjaannya, nanti juga ia pulang," jawab ibunya.
Dengan berat hati Erick akhirnya bisa mengerti. Walaupun masih tersisa sedikit kesedihan di hatinya, namun ia masih mampu tersenyum saat pesta ulang tahunnya dirayakan.
Setelah kejadian itu, ayahnya mulai berubah. Ia sering sekali pulang larut dengan alasan sibuk bekerja. Dan tak jarang juga ia tidak pulang selama beberapa hari karena alasan harus ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Dan bila ayahnya tidak ada di rumah, Erick selalu muram dan ibunya tak lelah berusaha menenangkannya. Namun yang membuat jiwa Erick semakin terguncang adalah sekarang orang tuanya sering bertengkar untuk hal-hal yang belum Erick pahami, bahkan hal sepele sekalipun.
BRAK!
Ayah Erick menggebrak meja makan yang membuat Erick yang sedang asik menonton film kesukaannya terkejut.
"Mengapa masakanmu rasanya tidak enak!" bentak ayahnya pada ibu Erick.
"Apa maksudmu tidak enak!" ibunya balas membentak, "selama ini kau memakan masakanku tanpa pernah mengeluh."
"Ah, sudahlah. Aku lelah!" pria paruh baya itupun lalu bangkit dari kursi dan segera pergi menuju kamar tamu. Sementara ibunya hanya bisa menangis dalam diam sambil membersihkan makanan yang tumpah ke lantai saat ayah menggebrak meja tadi.
"Ibu, ayah kenapa?" tanya Erick dengan air mata yang sudah menggenang di matanya.
"Tidak apa-apa, Nak. Sebaiknya Erick tidur sekarang karena malam sudah larut. Besok kau masih harus sekolah" yang segera dituruti oleh Erick karena ia tidak ingin membuat hati ibunya semakin sedih.
Di kamar mata Erick sulit terpejam, ia terus terbayang kejadian yang terjadi tadi. Tak pernah seumur hidupnya ia melihat orang tuanya bertengkar.
"Kenapa ayah sekarang berubah..." batin Erick. Ia sungguh tidak mengerti apa yang membuat ayahnya menjadi seperti itu.
Erick tergolong anak yang pandai, nilainya tidak pernah kurang dari 90. Ia juga bukan anak yang nakal yang selalu menuruti kata-kata orang tuanya. Lalu apa yang menyebabkan ayahnya menjadi seperti ini? pertanyaan itu tidak akan terjawab hingga Erick menjadi remaja.
Karena pertengkaran orang tuanya semakin sering terjadi, perlahan-lahan nilai sekolah Erick mulai menurun. Hal ini tidak luput dari perhatian pihak sekolah.
"Ibu..." panggil Erick ragu-ragu pada ibunya yang sedang berada di kamar. Ia melihat ibunya tengah menangis sambil memegang sebuah figura foto yang berisikan foto mereka bertiga.