Berceritakan tentang kenakalan Suci Nabila, gadis yang masih duduk di bangku SMP. Suci bersama sahabatnya Regina selalu mencari celah mendekati cowok cowok ganteng untuk dimanfaatkan. Bermodalkan wajah yang cantik dan manis, mereka selalu berhasil memikat cowok cowok incarannya. Tapi di balik kenakalannya itu, mereka tetap tau batas yang tak bisa mereka lewati. Sentuhan tangan pun tak pernah mereka berikan untuk cowok manapun. Mereka menganggap semua cowok itu hanya sebuah mainan yang tak masalah jika di mainkan. Akankah ada akibatnya untuk mereka yang suka memainkan hati ? Akankah mereka mendapatkan karmanya?
"kau minggu depan jadi ikut persami di Swimbath,Ci?" tanya Rere teman satu ekstrakurikuler ku di sekolah tapi beda kelas.
"Kayaknya sih jadi Re, udah dapat izin juga kok dari si emak!" jawabku sambil meminum teh gelas kemasan seribu.
"Alhamdulillah, jadi ada kawan deh!"
"Lagi pula rugi tau gak ikut, persami kali ini kan gabung dengan kecamatan sebelah. Pasti ada cogan nya. Haha!" aku tertawa seraya memukul pundak Rere.
Terlihat Rere sedikit meringis, padahal tak terlalu kuat aku memukulnya. Dasar, Rerenya saja yang lebay!
"Sakit tau,Ci. Bisa gak sih kalau ketawa gak mukul mukul orang" Rere memanyunkan bibirnya.
"Hehe maaf maaf,bawakan dari bayi,Re!" jawabku seraya mengelus pundak Rere yang ku pukul tadi.
"Dasar!. Eh btw, kau kok tau nanti bakalan banyak cogan nya?" tanya Rere dengan senyum lebarnya.
"Nebak aja sih!"
"Yaelah. Kalau iya cogan, kalau colek (cowok jelek) gimana?"
"Embat aja yang penting di traktirin. Haha!"
"Kenyang di perut sakit di mata dong,Haha!"
"Iya juga, ya!"
Kami memang nakal kalau soal cogan, tapi kami tetap tau ada batas yang tidak bisa kami lewati.
Kenakalan kami tentang cowok hanya sekedar kesenangan biasa saja. Kami sama sekali tidak pernah di sentuh dengan cowok manapun.
"Uci?" panggil seseorang dari belakangku. Aku dan Rere menoleh ke arah suara.
"Di cariin dari tadi rupanya nongkrong di kantin!"sambungnya lagi.
"Emang ada apa,prim?" tanyaku pada Prima. Biasanya sih, kalau dicariin sama Prima pasti ada surat yang ingin dikasihnya, secara Prima terkenal sebagai tukang pos di sekolah.
Banyak anak anak yang menyuruhnya mengirim surat ke anak yang lain.
Biasanya lebih keseringan surat cinta. Tetapi tentunya tidak geratis.
Prima meminta bayaran seribu untuk satu surat. Dia akan menggratiskan satu surat jika kita telah menyuruhnya sampai tiga kali.
Banyak juga yang tidak membayarnya dengan alasan "bayarnya nanti sekalian".
Larangan keras membawa hp ke sekolah membuat kami sering bertukar surat.
"Nih ada surat dari Bobi!" jawab Prima memberiku kertas yang sudah terlipat lipat.
Bobi adalah teman satu angkatan tapi beda kelas. Saat ini aku duduk di kelas 3SMP.
Kalau dari surat yang selalu Bobi kirim, sepertinya ia menyukaiku.
Bobi sering mengtraktirku dan Rere saat jam istirahat.
Mana yang bisa di manfaatkan itu yang kami dekatkan.
"Oke makasih!" ucapku.
"Ongkosnya mana?"
"Loh kok minta sama aku? Yang ngirim suratkan Bobi?"
"Oh iya lupa" jawabnya santai dan berlalu pergi. Tapi baru beberapa kali melangkah, prima berhenti dan menoleh ke arahku.
"Gak mau di balas?" tanya Prima.
"Oh iya, tunggu sebentar. Dibaca dulu" jawabku. Aku langsung membacanya.
Di surat itu Bobi mengajakku untuk ketemuan di belakang perpustakaan.
Karena hanya sebuah ajakan aku tak membalasnya.
Tapi sebelum aku menemui Bobi, sepertinya mengerjai si Prima seru juga.
"Prim, tunggu disini ya, aku sama Rere ambil kertas dulu" ucapku berbohong.
"Gak payah,Ci. Aku udah siapkan kertas sama pulpen nih" jawab Prima sambil menunjukan buku dan pulpen. Niat bener emang si Prima jadi tukang posnya.
"Kertas kamu jelek, gak ada lope lopenya. Aku kan mau membalas surat dari Bobi dengan romantis!"
"Oh yaudh kalau gitu, aku ikut kalian aja ke kelas."
"Eh jangan, nanti teman sekelas pada tau dong aku kirim surat"
"Emang kenapa kalau yang lain tau?" Prima bertanya dengan wajah yang bingung.
"Banyak tanya ih. Tunggu sini aja bentar,Oke. Nanti di bayar 2 kali lipat deh!" sahut Rere.
"Oke" jawab Prima dengan mengancungkan jempolnya.
Aku dan Rere langsung berlalu dari hadapan Prima.
Kami langsung menemui Bobi dan tidak berniat membalasnya.
Paling juga karatan Prima menunggu kami yang tak kunjung kembali.
"Kamu tunggu di mana,Re?" tanyaku pada Rere.
Di surat tadi tertulis Bobi meminta ku untuk datang sendiri, karena ada hal penting yang ingin di beritahu,katanya.
"Disitu aja,deh!" jawab Rere menunjuk bangku di sebelah perpus.
"Oke, sebentar ya."
Aku pun langsung menuju kebelakang perpus, dan sudah ada Bobi yang menunggu di sana. Saat melihat ku Bobi langsung mengembangkan senyumnya.
"Ada apa,Bob?" langsung.
"Makasih ya,Re,udah mau menjumpai ku disini,"
"Iya sama sama. Emang ada apa?"
"Kamu sendiri kan?"
"Iya, Rere nunggu di ujung sana tuh!" jawabku dengan asal menunjuk.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu" Bobi berucap dengan sedikit gugup.
Kegelisahan nya terpancar dari caranya memainkan jari.
"Ngomong apa?"
"Kami mau gak jadi pacarku?" ucap Bobi mengutarakan perasaannya. Ungkapan cinta nya sama sekali tak membuat hati bergetar.
"Ni untuk kamu," sambungnya lagi. Bobi memberiku setangkai bunga mawar kristal dan sebuah kotak cincin berwarna merah.
Aku ingin tertawa melihat bunganya, aku yakin pasti ini bunga yang ada di ruang tamu rumahnya.
Tapi aku tergiur dengan kotak cincinnya, benarkah Bobi memberikan ku sebuah cincin mas? Dari mana anak SMP bisa membeli emas?
Bobi memang dari kalangan anak yang berada, tapi walaupun begitu aku masih sedikit ragu dia memberikan ku emas.
Di balik rasa ragu ku, Aku juga sangat terharu melihat pemberiannya yang sangat luar biasa ini. Aku langsung menganggukkan kepala tanda menyetujui menjadi pacarnya.
"Makasih ya,Ci. Maaf hanya bisa memberi mu hadiah yang sederhana ini!" ucap Bobi tulus.
"Iya sama sama. Tapi jangan sampai ada yang tau ya kalau kita jadian!"
Aku tak ingin anak anak lain tau kalau aku pacaran, kalau mereka tau tak ada lagi nanti yang ingin mentraktir aku dan Rere.
"Kenapa? Kamu malu ya?" tanyanya dengan lesu. Wajahnya yang tadi ceria seketika berubah.
"Enggak kok. Aku cuma takut kalau sampai ketahuan guru BP kalau kita bilang ke anak anak yang lain!" jawabku memberi alasan yang bukan sebenarnya.
"Oh iya juga,ya. Yasudah deh kalau gitu." ucap Bobi sambil ingin memegang tangan ku, langsung cepat ku tepis.
"Aku balik ke kelas dulu ya,Bob. Kayaknya bentar lagi jam istirahat habis. Btw makasih ya hadiahnya."
"Iya ayang Uci" jawab Bobi membuat aku terkejut dan geli mendengarnya.
Aku langsung menghilang dari pandangan Bobi.
Bunga mawar tadi aku masukan ke kantong rok ku, walaupum hanya masuk setengah tapi jadilah untuk menyamarkan nya.
Aku berlari ke arah tempat Rere tadi menunggu, dengan wajah yang sangat bahagia. Tapi bukan karena jadi pacarnya Bobi, melainkan karena kotak cincin tadi.