Dibiarkan Mati: Dosa Gembong Mafia

Dibiarkan Mati: Dosa Gembong Mafia

Gavin

5.0
Komentar
77
Penayangan
16
Bab

Suamiku, bos mafia paling ditakuti di Jakarta, bilang ini bukan waktu yang tepat untuk punya pewaris. Lalu aku menemukan undangan pembaptisan putra rahasianya-seorang anak yang ia miliki dengan wanita dari keluarga saingan kami. Pengkhianatannya mencapai puncak saat dia mendorongku begitu keras hingga aku keguguran bayi kami, dan selingkuhannya meninggalkanku begitu saja di dasar jurang, menunggu mati. Tapi aku selamat. Dan setelah melihatku menerima penghargaan arsitektur tertinggi di dunia lewat TV, kini dia berlutut di luar hotelku, memohon pada hantu yang dia ciptakan sendiri untuk pulang.

Bab 1

Suamiku, bos mafia paling ditakuti di Jakarta, bilang ini bukan waktu yang tepat untuk punya pewaris. Lalu aku menemukan undangan pembaptisan putra rahasianya-seorang anak yang ia miliki dengan wanita dari keluarga saingan kami.

Pengkhianatannya mencapai puncak saat dia mendorongku begitu keras hingga aku keguguran bayi kami, dan selingkuhannya meninggalkanku begitu saja di dasar jurang, menunggu mati.

Tapi aku selamat. Dan setelah melihatku menerima penghargaan arsitektur tertinggi di dunia lewat TV, kini dia berlutut di luar hotelku, memohon pada hantu yang dia ciptakan sendiri untuk pulang.

Bab 1

Sudut Pandang Elara Gunawan:

Saat suamiku, pria paling ditakuti di Jakarta, melangkah masuk ke kamar mandi, sebuah pesan muncul di laptopnya yang akan menjadi surat kematianku: *Pembaptisan Leo Adiwijaya. Hari ini.*

Suara air mulai terdengar, desis uapnya membuat cermin kamar mandi berkabut. Aku membeku di dekat meja kerjanya, aroma parfum mahalnya dan kekerasan hari itu masih melekat di udara ruang kerjanya. Tugasku sederhana. Bawakan kopinya, hitam, tanpa gula, persis seperti yang disukai pemimpin keluarga Adiwijaya.

Tapi nama di layar itu berdenyut di pandanganku. *Leo Adiwijaya.*

Nama keluarga kami. Nama yang Baskara tolak untuk diberikan pada anak kami sendiri.

Pesan itu dari akun "Kusumo". Keluarga Kusumo. Musuh bebuyutan kami. Keluarga saingan yang sudah terlibat perang dingin dengan kami selama beberapa generasi. Pikiran itu begitu gila, begitu mustahil, rasanya otakku korsleting.

Pembaptisan pribadi. Untuk seorang putra rahasia. Dengan seorang wanita Kusumo.

Aku harus melihatnya. Keinginan itu menjadi kekuatan fisik, menarikku keluar dari sangkar emas rumah kami. Ini adalah pelanggaran mematikan. Menginjakkan kaki di wilayah Kusumo sama saja dengan mengundang peluru. Tapi kebenaran adalah racun yang harus kuteguk.

Gereja batu tua itu berada jauh di dalam wilayah mereka. Aku menyelinap ke barisan belakang, menjadi hantu dalam bayang-bayang, jantungku berdebar kencang di dada seperti burung yang terperangkap. Dan kemudian aku melihatnya.

Baskara. Suamiku.

Dia berdiri di dekat altar, bermandikan cahaya dari jendela kaca patri. Di lengannya, dia menggendong seorang bayi berbalut kain putih. Seorang wanita dengan rambut merah menyala, Scarlett Kusumo, bersandar di bahunya, tangannya bertumpu di lengannya. Mereka tampak seperti sebuah keluarga. Tritunggal suci dari sebuah pengkhianatan.

Kata-katanya beberapa bulan lalu bergema di kepalaku, dingin dan tajam. "Ini bukan waktu yang tepat, Elara. Keluarga butuh stabilitas. Membawa seorang pewaris ke dalam kekacauan ini akan menjadi kelemahan." Dia mengatakannya sambil mengelus rambutku, suaranya rendah dan meyakinkan, yang kutelan mentah-mentah.

"Perjalanan bisnis"-nya. Malam-malam panjang saat dia pergi, yang katanya untuk mengonsolidasikan kekuasaan. Apakah semuanya dihabiskan bersamanya? Bersama mereka? Dia telah melanggar aturan paling suci di dunia kami, *Omertà*, kode kehormatan untuk diam. Bukan pada hukum, tapi pada keluarganya sendiri. Padaku.

Aku terhuyung keluar dari gereja, terengah-engah mencari udara di jalanan yang dingin. Ponselku bergetar di saku. Nama Baskara menyala di layar.

"Kamu di mana, sayang?" Suaranya lembut, nada penuh kasih yang selalu dia gunakan.

"Hanya jalan-jalan sebentar," aku berbohong, suaraku tercekat.

Di latar belakang panggilannya, aku mendengarnya. Tangisan bayi. Lalu suara lembut seorang wanita yang menenangkan. Suara Scarlett. Darahku seakan membeku. Dia masih di sana. Bersama mereka.

"Aku perlu bertemu denganmu," kataku, kata-kataku rapuh. "Sekarang."

"Elara, aku sedang ada urusan..." Dia ragu-ragu.

Lalu sebuah suara kecil, jernih seperti lonceng, berteriak, "Papa!" Seorang anak laki-laki, mungkin berusia dua atau tiga tahun, berlari dari tangga gereja dan memeluk kaki Baskara.

Napas Baskara tercekat. Dia menutup telepon tanpa sepatah kata pun.

Aku menyaksikan dari seberang jalan saat dia menggendong anak itu. Dia mencium kening anak itu, sebuah gestur kasih sayang murni tanpa pikir panjang yang telah aku dambakan selama bertahun-tahun. Ini bukan kebohongan. Ini bukan pengaturan politik. Ini nyata.

Kenangan saat dia mengejarku kembali membanjiri. Dia, sang raja kampus, pewaris takhta gelap, memilihku, mahasiswi arsitektur yang pendiam. Kukira itu cinta. Ternyata itu adalah akuisisi strategis. Aku telah melepaskan beasiswaku, masa depanku, untuk menjadi istri pemimpin yang sempurna. Untuk menunjukkan kesetiaanku.

Dan semua itu hanyalah kebohongan sialan.

Tanganku gemetar saat aku mengeluarkan ponselku lagi. Aku tidak meneleponnya. Aku menekan nomor di Swiss, nomor yang sudah kuhafal sejak lama.

Direktur Beasiswa Arsitektur Zurich menjawab pada dering kedua.

"Ini Elara Gunawan," kataku, suaraku anehnya tenang. "Saya menelepon untuk menerima posisi itu."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

xuanhuan

5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Romantis

5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Modern

5.0

Namaku Alina Wijaya, seorang dokter residen yang akhirnya bertemu kembali dengan keluarga kaya raya yang telah kehilangan aku sejak kecil. Aku punya orang tua yang menyayangiku dan tunangan yang tampan dan sukses. Aku aman. Aku dicintai. Semua itu adalah kebohongan yang sempurna dan rapuh. Kebohongan itu hancur berkeping-keping pada hari Selasa, saat aku menemukan tunanganku, Ivan, tidak sedang rapat dewan direksi, melainkan berada di sebuah mansion megah bersama Kiara Anindita, wanita yang katanya mengalami gangguan jiwa lima tahun lalu setelah mencoba menjebakku. Dia tidak terpuruk; dia tampak bersinar, menggendong seorang anak laki-laki, Leo, yang tertawa riang dalam pelukan Ivan. Aku tak sengaja mendengar percakapan mereka: Leo adalah putra mereka, dan aku hanyalah "pengganti sementara", sebuah alat untuk mencapai tujuan sampai Ivan tidak lagi membutuhkan koneksi keluargaku. Orang tuaku, keluarga Wijaya, juga terlibat dalam sandiwara ini, mendanai kehidupan mewah Kiara dan keluarga rahasia mereka. Seluruh realitasku—orang tua yang penuh kasih, tunangan yang setia, keamanan yang kukira telah kutemukan—ternyata adalah sebuah panggung yang dibangun dengan cermat, dan aku adalah si bodoh yang memainkan peran utama. Kebohongan santai yang Ivan kirimkan lewat pesan, "Baru selesai rapat. Capek banget. Kangen kamu. Sampai ketemu di rumah," saat dia berdiri di samping keluarga aslinya, adalah pukulan terakhir. Mereka pikir aku menyedihkan. Mereka pikir aku bodoh. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku